Seperti rutinitas di tahun sebelumnya, setiap murid kelas sebelas di haruskan mengikuti Tour ke Ibu kota. Awalnya, aku tak berminat untuk ikut, tapi karena Radina memaksa bahkan sampai-sampai menelepon Bapak agar membujuk ku ikut tour ini. Dia bilang, ini kesempatan langka, kapan lagi bisa jalan-jalan satu bus lengkap satu kelas. Indah juga memaksa ku untuk ikut, dia bilang, aku harus menikmati masa SMA ku, walaupun dengan berbagai syarat ini itu agar aku tak selingkuh.
Seminggu yang lalu, Indah menyatakan perasaannya pada ku. Ini ke dua kalinya dia berhasil mengejutkan ku. Katanya dia sudah menyukai ku sejak satu payung saat hujan malam itu, dia selalu merasa nyaman saat dengan ku, dan hal-hal lainnya yang sungguh membuatku melayang karena bahagia. Aku tak mungkin menyia-nyiakan perempuan yang mencintaiku, tunggu apa lagi, tunggu siapa lagi, maka sejak saat itu aku anggap Indah perempuan terIndah dalam hati ku.
Kami berangkat malam hari agar sampai di ibu kota pagi hari. Tiap kelas mendapat satu bus, bebas duduk dengan siapa pun di kursi mana pun, selama tidak menyalahi aturan. Aku tak banyak membawa barang, hanya satu dua pakaian dan beberapa cemilan yang Indah berikan tadi sore. Terlalu ribet jika harus membawa banyak barang.
Di dalam bus, aku memilih duduk di kursi bagian belakang, bersama murid laki-laki lainnya. Perkataan Indah masih terngiang di telinga ku, "Jangan duduk satu jok sama perempuan, jangan berduaan sama perempuan, jangan selfie sama perempuan. Sama temen laki-laki aja. Ingat aku disini nunggu kamu bawa oleh-oleh." Katanya. Karena itulah, saat melihat Radina dengan pakaian yang bukan seragam SMA, aku tak bisa mendekatinya meskipun Radina terlihat sangat berbeda dengan pakaiannya saat ini. Aku harus menghargai perasaan Indah, saat ini Indah harus aku utamakan daripada Radina.
Jika di pikir-pikir, aku macam laki-laki yang jadi rebutan. Ah, bukan rebutan juga sih, karena Radina tak pernah mendekati ku justru aku yang selalu mendekati Radina walaupun dengan alasan demi tugas.
Pukul 22.00 kami memulai perjalanan, posisi duduk kami masih rapi, murid perempuan di kursi barisan depan, dan laki-laki di kursi barisan belakang. Sampai pada tourguid memulai memeriahkan suasana dengan karauke dangdut, keadaan di dalam bus tidak karuan. Sebagian mulai mengisi ruang kosong di tengah bus untuk berjoged, aku pun ikut turun lumayan untuk hiburan daripada mabuk perjalanan. Bodo amat dengan perkataan Indah, toh dia tidak akan tahu apa yang aku lakukan di sini.
Dengan sedikit berhimpitan, ku dekati kursi tempat Radina duduk. Dia duduk bersama Tari, sudah tentu dan aku tidak salah menebak. Dia duduk di dekat kaca dengan mata tertutup dan diselimuti jaket miliknya, terlihat manis. Ish, sadar Ilham!
"Radina? Pusing atau pura-pura tidur?"
Dia membuka mata, lantas menatapku.
"Berisik, ganggu aja!" Aku terkekeh mendengarnya."Dari pada di jadikan selimut, lebih baik jaketnya barter dengan punya ku." Dia pura-pura tidur lagi, "Jaket ku lebih hangat, loh." Dia membuka mata lagi, beberapa detik kemudian dia memberikan jakenya pada ku. Lantas ku buka jaket ku, ku berikan padanya dan ku pakai jaket yang tadi Radina berikan. Jaketnya cukup di badan ku, artinya jaket ini terlalu besar di badan Radina, pantas saja dia jadikan selimut.
Aku sudah bodoh amat pada Indah sekarang, dia tidak akan tahu apa yang aku lakukan, apalagi pada Radina. Meskipun jaketnya masih melekat di tubuh ku, Radina bukan siapa-siapa ku jadi aku bebas berjoged ria dengan biduan kelas dalam bus ini, bukan hanya aku tapi hampir sebagian murid laki-laki ikut bergoyang, hiburan gratis kapan lagi, coba.
Setelah puas bergoyang, aku berniat mengembalikan jaket pada Radina. Tapi saat ku lihat kursi yang tadi dia tempati bersama Tari, kini di tempati Intan dan Susi. Ku pandangi seisi bus, tapi tak ku temukan Radina yang ada hanya Tari, tapi dia duduk bersama Linda. Lalu kemana Radina? Masa iya turun melompat dari bus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Retrouvailles
Teen FictionBerawal dari senyum manis gadis mungil itu semangat hidupnya mulai kembali, hatinya yang gelap mulai mendapat cahaya dan hidupnya yang polos kini mulai berwarna.Tanpa dia sadar, gadis mungil itu telah menjadi candu baginya, senyumnya, tawanya, marah...