#2 tugas lks

37 9 1
                                    

Ternyata, kesialan ku belum juga berakhir hari ini. Dari mulai si Baby blue yang tiba-tiba mogok, telat masuk gerbang sekolah, lupa tugas lks, dan sekarang aku sedang berdiri di depan meja tempat guru PKN yang sedang bicara panjang lebar pada ku. Masalahnya, karena tugas lks ku yang 3 bab tak di isi. Padahal yang lain sudah sampai pada bab 5. Aku hanya menunduk diam, jenuh dengan bicaranya yang diulang itu-itu saja.

Hukumannya harus menyelesaikan 3 bab dalam satu hari, bukan satu hari, tepatnya 4 jam. 3 bab harus selesai tepat saat bel pulang, tidak ada lagi toleransi apalagi perpanjangan waktu, inilah keputusan mutlak milik guru PKN yang aku lupa lagi siapa namanya.

Seandainya semua soal dari 3 bab itu hanya soal pilihan ganda, mungkin tak akan jadi masalah. Satu kedipan mata saja sudah selesai terisi semua. Sialnya soal 3 bab itu essay semua, yang jawabannya bisa menghabiskan belasan tinta pulpen, menghabiskan puluhan lembar kertas dan tentunya menguras habis tenaga dan pikiran. Ah, haruskah aku berpikir? Kenapa tidak pinjam saja lks milik Tole?

Setelah puas bicara, dia menyuruhku untuk duduk kembali. Saat aku membalikkan badan, yang pertana kali ku lihat adalah wajah gadis mungil yang bicara pada ku di koridor tempo hari. Dia duduk di meja paling depan, berhadapan dengan meja guru yang saat ini aku tinggalkan. Ternyata benar, dia satu kelas dengan ku.

Aku tak tahu siapa namanya, masa bodoh aku tak perduli.

Sampai di meja paling belakang, aku sedikit berbisik pada Tole, "Le, lks punya lo sudah diisi semua?"

Tole yang sedang pura-pura mencatat menjawab dengan suara berbisik juga, "Boro-boro. Belum sempat beli lks."

Tole adalah teman satu meja dengan ku. Rian nama yang orangtuanya berikan, tapi entah kenapa dia lebih nyaman dipanggil Tole. Satu-satunya murid paling aneh yang aku tahu. Dia tidak pernah membeli lks, tapi nilai dia aman-aman saja. Entahlah, ilmu apa yang di pakai Tole sehingga dia bisa seperti itu.

Aku mengernyitkan dahi mendengar jawaban Tole. Aku berbisik lagi, takut guru PKN yang sedang menjelaskan materi di depan kelas mendengar pembicaraan murid absurd paling belakang, "Lah, terus gua nyontek dari siapa dong?" Tole tak menjawab, hanya mengangkat bahu entah mengartikan tak tahu atau tak peduli.

Saat aku berpikir bagaimana menyelesaikan 3 bab dalam waktu 4 jam, tanpa disengaja pandanganku tertuju pada gadis mungil di meja barisan depan. Dia nampak fokus memerhatikan penjelasan guru. Bagaikan diberi air saat kehausan, diberi makan saat kelaparan. Senyumku merekah, semangatpun kembali menggebu.

Selepas pelajaran PKN selesai, aku bicara pada gadis mungil itu. Tanpa tahu namanya, tanpa tahu seperti apa orangnya, yang penting aku sudah mencoba demi 3 bab lks PKN ku terisi.

Ku hampiri dia yang sedang merapikan buku dan alat tulisnya. "Hey, tugas lks PKN punya mu sudah selesai belum?"

Dia mengehentikan kegiatannya, lantas menoleh dengan alis yang bertaut. "Belum. Bab terakhir belum selesai. Kenapa?"

Gila! Hampir selesai. "Wih, hebat! Boleh pinjam lks nya?" Kerutan di dahinya terlihat semakin kentara, "Aku harus menyelesaikan 3 bab hari ini juga. Supaya lebih cepat selesai, boleh ku pinjam?"

"Boleh." Sudut bibir terangkat hingga nampak senyum yang menentramkan. Ah, ya, tentu saja, aku pun ikut tersenyum melihatnya. Sadar atau tidak, baru 2 kali bicara dengannya rasanya sudah akrab saja. Ada semacam hal yang menarik dari gadis mungil ini.
"Benarkah?"

Dia mengangguk, "Iya. Kerjakan disini saja, sembari aku mengisi bab terakhir."
Tanpa babibu lagi, ku ambil lks, bolpoint dan kursi.

Untungnya guru pelajaran selanjutnya tidak akan masuk kelas, sedang rapat penting. Dengan begini, aku bisa menyelesaikan 3 bab tepat waktu.

Selama mengerjakan soal lks di meja gadis mungil itu, banyak yang ku dapat tentang dia dan tentunya aku sudah tahu siapa namanya. Radina Pram. Begitu nama yang tertulis dalam lembar jawaban lksnya. Memang sedikit agak janggal di nama belakangnya, maka aku tanyakan saja pada dia.
"Pram itu kepanjangan nama mu?"

Dia tersenyum. Ah, senyum itu lagi, lama-lama aku bisa kehilangan alam bawah sadar jika terus melihat senyumnya. "Pramita lengkapnya. Hanya saja, aku lebih suka Pram. Lebih singkat dan tak banyak yang menggunakan nama itu."

Mendengar jawabannya, aku semakin penasaran pada gadis mungil bernama Radina ini. Seperti yang ku bilang, ada sesuatu yang menarik dalam dirinya.

Wajahnya memang manis menurutku, wajahnya mungil, pipinya tembam, hidungnya tak terlalu mancung, alis matanya indah, cocok sekali dengan matanya yang teduh. Badannya mungil, mungkin setinggi bahu ku, karena itu aku sering menyebutnya gadis mungil. Dan aku akui, senyumnya memang manis.

Jika diingat lagi, dari semua murid di kelas ini yang mengucapkan turut berbelasungkawa, hanya dia yang tidak mengucapkan kalimat itu. Justru dia yang pertama senyum pada ku. Selama mengerjakan lks PKN pun, dia juga tak menyinggung tentang kabar duka Mama.

Ekspektasi tak sesuai dengan realita. Buktinya, yang ku kira mudah. Ternyata mengisi -lebih tepatnya mencatat jawaban tanpa berpikir- lebih sulit dari sekedar membalikan telapak tangan. Hampir 2 jam aku berkutat dengan aksara yang sungguh membuatku pening, tapi belum juga selesai barang satu bab saja. Lalu, apa kabar dengan 2 bab lainnya?

Jari jemari ku sudah tak sanggup lagi bergerak, rasanya pegal sampai ke pangkal lengan, duduk ku sudah tak nyaman lagi, pingang sudah encok mungkin. Ah, jangan tanyakan kondisi otak ku, mungkin saat ini dia sedang gagal booting.

Hembusan nafas ku yang berat, menarik Radina untuk menoleh. "Kenapa?"

"Cape. Pegal. Aku sudah tak tahan."

"Satu bab saja belum selesai kan?"

"Pinjam saja yaa? Aku bawa ke rumah. Besok atau lusa, akan ku kembalikan."

Dia nampak menimang-nimang jawabannya, "Yasudah, bawa saja. Tapi, janji paling telat lusa sudah kembali lagi pada ku."

Aku tersenyum, menunjukan deretan gigi ku, "Siap!"

***

Hari ini sudah ke 3 kalinya aku di tagih lks PKN milik Radina. Asli, sudah aku siapkan malam harinya, tapi karena selalu bangun kesiangan dan terburu-buru, alhasil lks pun selalu ketinggalan. Jawabannya sudah aku catat semua, termasuk bab terkhir.

Sebenarnya lks ku pun belum aku setorkan pada bu guru. Sudah 3 kali pertemuan aku tak masuk sekolah, pertama karena tak enak badan, kedua karena si baby blue ngadat, ketiga karena tak ada semangat untuk berangkat. Sesederhana itu alasannya, tapi percaya atau tidak karena alasan itu nilai ku bahkan nilai Radina terancam dapat nilai C. Untung saja, ingatanku pagi tadi sedang dalam kondisi prima, jadi lks itu pun berhasil ku bawa.

Sepertinya Radina memang marah, tapi marahnya lain daripada yang lain. Dengan bibir yang mengerucut, mata yang mendelik, dia bicara dengan suara yang sengaja di ketuskan. "Gak sekalian saja dijadikan bungkus gorengan, Ham?"

Aku hanya bisa nyengir kuda, "Gak laku. Masih untung di kembalikan tanpa cacad. Tapi makasih, Radina."

"Ham, asal kamu tahu aja ya. Radina di tagih terus sama Bu Fera gara-gara gak mengumpulkan tugas lks. Baiknya lagi, dia bilang lksnya ketinggalan, bukan dipinjem terus di bawa kabur sama kamu." Nah, itu suara Tari;teman akrab Radina.

Radina mendelik pada Tari, lantas cepat-cepat dia bicara, "Yaa lebih baik bohong Ta, daripada jujur tapi malah memperumit keadaan."

Entah hanya perasaan ku saja atau memang benar, secara tidak langsung Radina seperti melindungi ku dari murkanya guru PKN. Tapi, mungkin apa yang dia katakan memang benar. Dia hanya melindungi dirinya sendiri.

****

RetrouvaillesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang