Hari ini aku jadi orang pertama yang datang ke kelas, ini ke dua kalinya dalam sejarah sekolah ku. Aku berangkat dengan kendaraan umum, karena itu Kak Nisa membangunkan ku lebih pagi lagi. Aku juga tahu diri, sebab jika aku tak bergegas aku akan terjebak macet nantinya.
Aku tak menunggu di teras depan kelas lagi, pikiran ku sedang kalut jadi masa bodoh dengan keadaan kelas yang sepi dan menyeramkan ini. Aku duduk di kursi pojok tempat biasa aku dan Tole. Jika memang benar akan ada perempuan berambut panjang dengan baju putihnya, aku tak akan takut lagi, bagus kan dia jadi menemaniku di kelas ini.
"Eh, Ilham. Tumben pagi." Ku lihat ke arah pintu, ternyata Radina. Ku jawab dengan senyum yang terpaksa.
Dia melangkah mendekati tempat ku, lalu duduk di kursi di depanku. "Kenapa? motor kamu belum ketemu, ya?" Aku hanya mengangguk. Dia tak bicara lagi, tapi matanya masih menatap ke arah wajah ku yang bisa aku bayangkan wajah semraut dan terlihat mengenaskan.
"Kayanya kamu lagi banyak masalah." Dia menghembuskan nafasnya lemah, "Semoga motornya cepat ketemu."
Saat ini bukan si baby blue yang jadi pikiran ku, memang si baby blue belum juga ditemukan, tapi aku sudah pasrah saja soal itu. Yang jadi pikiran ku saat ini adalah soal Bapak dan calon Ibu baru.
"Bapak mau nikah lagi." Kataku, Radina terlihat kaget, respon yang cocok memang hanya kaget. Lalu dia mengangguk, "Kamu gak setuju?"
Ku tatap matanya, lalu menggeleng pelan. Tentu saja aku tak setuju.
"Kakak kamu setuju?" Aku menggangguk.
"Hmm, itu memang hak kamu setuju ataupun enggak." Dia menghembuskan nafas kasar.
"Tapi, kamu gak kasihan Ham, sama Bapak kamu? Aku yakin dia kesepian, dia butuh sosok seorang istri di sampingnya." Aku menatapnya tajam, tak percaya pada apa yang dia katakan. Memang salah jika harus berbagi cerita pada orang yang belum pernah mengalaminya.
"Gak akan ada yang bisa mengganti posisi Mama." Kataku tegas.
"Aku tahu. Mama kamu akan selalu ada di bagian hati kamu, khusus untuk Mama kamu. Gak akan ada yang bisa menggantikan dia disana. Aku yakin Bapak kamu juga begitu. Hanya saja saat ini dia butuh seseorang di sampingnya, yang bisa merawatnya, bisa membuatkan makanan untuknya, bisa mencuci bajunya. Dia sudah tua, Ham. Dia ingin ada yang mengurus kebutuhan sehari-harinya, bekerja saja sudah membuatnya lelah, belum lagi pekerjaan rumah yang sekarang jadi tanggung jawabnya juga." Dia berhenti sejenak, aku masih mendengarkannya.
"Selama ini Bapak kamu pasti kesepian, ditinggal Kakak mu, ditinggal kamu dan yang paling penting di tinggal Mama mu. Dia gak akan menunjukannya di depan kamu, mana ada seorang Bapak menunjukan sisi lemahnya di depan anaknya sendiri. Kamu tinggal di sini di urus Kakak mu, tapi Bapak kamu di sana berjuang sendiri." Dia menghembuskan nafasnya lagi.
"Coba deh kamu tanya alasan Kakak kamu setuju kenapa. Terus kamu pikir-pikir lagi, aku yakin kamu udah dewasa untuk bisa memikirkan jalan terbaiknya." Dia tersenyum lalu berdiri dan meninggalkan aku sendiri di dalam kelas.
Aku termenung sendiri mendengar apa yang Radina katakan. Memang ada benarnya, Bapak pasti kesepian tanpa Mama, dan lagi pekerjaan rumah yang sekarang harus Bapak lakukan sendiri. Tapi aku belum bisa merelakan orang lain masuk di kehidupan ku sebagai pengganti Mama.
Sepulang dari sekolah, ku bicarakan hal ini dengan Kak Nisa. Sebenarnya aku sudah tak ingin membahas masalah ini, bagaimanapun juga tidak akan ada yang bisa menggantikan Mama, apapun alasannya.
"Ini demi Bapak, Ham. Kakak juga gak mau ada yang menggantikan posisi Mama, tapi Bapak gak mungkin terus berjuang sendiri, Bapak butuh sosok istri di sampingnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Retrouvailles
Teen FictionBerawal dari senyum manis gadis mungil itu semangat hidupnya mulai kembali, hatinya yang gelap mulai mendapat cahaya dan hidupnya yang polos kini mulai berwarna.Tanpa dia sadar, gadis mungil itu telah menjadi candu baginya, senyumnya, tawanya, marah...