Bagian 2

217 48 8
                                    

Hallo pembaca!!!
Tang kata kembali lagi dengan cerita lanjutan bagian 1. Cerita kali ini banyak kejutan yang menanti pembaca.

Selamat membaca...

>>

"Cepat lari!... cepat! mereka mengatakan masih ada kemungkinan ledakan susulan" seru gadis kecil berusia sekitar 14 tahun memaksa mencoba membangkitkanku yang terjatuh, aku lihat luka dikeningnya.

Aku yakin gadis itu terpisah dengan orang tuanya, tanpa pikir panjang aku menurutinya menyelamatkan diri dan bergegas meninggalkan tempat itu. Lalu menghiraukan arlojiku yang entah kemana.

"Ayo cepat!... kita harus keluar dari gedung ini, protokol biro telah memberitahukan di papan pengumuman"

Aku tetap merasa linglung tanpa mendengarkan jelas gadis kecil itu berbicara.

"Kita harus menggunakan tangga, keadaan sekarang tak memungkinkan untuk kita menggunakan lift. Sewaktu-waktu lift bisa saja menjadi pintu terakhir yang kita masuki" Aku berusaha meyakinkan gadis itu dengan tergesa.

Dengan cepat kami menuju tangga darurat dan keadaan sepi saat itu, mungkin hanya kami yang tertinggal dan terjebak mencari jalan keluar.

"Berhenti!" teriakku dengan nada lantang.

"Ada apa? Kenapa berhenti? kita harus cepat!, reruntuhan gedung ini seketika akan menimbun siapa saja yang dibawahnya" gadis itu memiliki tingkat cakap 40% lebih besar dibandingkan anak seusianya. Aku dapat membaca perilaku dengan gerak tubuh, intonasi bicara, bahkan tulisan seseorang dengan mudah.

"Lihat di sudut jendela sisi kiri tiga puluh lima derajat dari posisi kita" aku tak tahu ia mengerti atau tidak tapi yang jelas aku sudah terbiasa dengan kata-kata itu.

"Itu kakekku! Kakek. Alise di sini. aku akan kesana tunggu aku, jangan bergerak dan tetap di sana". Seorang kakek berumur sekitar 80 tahun duduk di kursi roda tengah terhimpit reruntuhan gedung, pelipisnya berdarah. ia tak berdaya hanya diam menerima rasa sakit yang ia terima.

"Cepat kita bantu kakekmu, angkat itu, kamu pasti kuat. Ayo!... kamu gadis kuat" aku segera menolongnya dengan sekuat tenaga.

Lima belas menit lamanya di sana dan akhirya kami berhasil membawa kakek Alise meninggalkan tempat itu dan menuju tangga darurat.

"Tiga lantai lagi yang harus kita turuni, itu mustahil untuk kakekku dengan kursi rodanya" wajah Alise cemas sambil merapikan rambut yang mengganggu mata coklatnya.

"Ada tiga lantai lagi yang harus kita lalui, setiap tangga tingginya 10 meter dari permukaan, kita butuh sepuluh menit tak kurang untuk sampai ke dasar" Aku langsung begegas dan menggendong kakek Alise menuju tangga yang menikuk tajam.

"Stop! Lihat di atas sana?" Tunjuk Alise keatas.

"Plafon itu sebentar lagi akan meluncur kebawah, awasi langkahmu!" mendadak ia menjadi kapten kecil, gadis itu mulai memperingatkanku. Kami baru tiba di lantai dua sedangkan puing-puing bangunan telah melumpuhkan setengah jalan kami.

"Bagaimana? Semua jalan tertimbun reruntuhan bangunan" tanya gadis kecil itu di belakangku.

"Jalan satu-satunya adalah lift itu, tak punya pilihan lain. Setidaknya kita punya harapan untuk sampai ke dasar" Ujarku. dengan cekatan kami terpaksa masuk ke lift. Tak hanya di situ, masalah belum kunjung usai dan akses semua biro macet. Termasuk lift yang tidak bisa beroperasi disusul suara dentuman kedua yang tiga kali lebih keras dari ledakan pertama. Membuat seisi gedung luluh lantah olehnya, semua puing gedung terpelanting bersama ratusan jiwa di luar sana.

"Apa itu? Apakah ledakan susulan? Bagaimana ini? kita terjebak dan tak bisa keluar. Semua akses terhenti di sini. Kita harus keluar sebelum gedung ini runtuh menimpa kita. Kita bisa kehabisan oksigen. Cepat lari!" tak sempat ku melanjutkan tiba-tiba semua lampu di gedung itu padam.

GANTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang