Bagian 15

85 23 4
                                    

Halo pembaca setia @tang_kata jumpa lagi dibagian 15. Maaf jika masih banyak kekurangan. Kritik dan saran sangat dibutuhkan terima kasih. Selamat membaca 💕💕💕.

~

Keesokan harinya aku dan Sime pergi ke Taman Xiangshan (Fragrant Hills Park) menggunakan mobil departemen. Setibanya kami di sana, terlihat beberapa karyawan menyambut kami di depan pintu dengan ramah dan mempersilakan kami masuk. lima jam berlalu, rapat dan penelitin yang kami jalani selesai. Semuanya berjalan lancar dan kemudian kami bersalaman hendak pulang. Kami diberi cuti sehari karena tugas ini. Kebetulan kami selesai sore hari.

Aku mengajak Sime utnuk memaksa singgah di taman indah ini.

“Kenapa kita ke sini? Bukannya mobil kita parkir di sana” Sime bertanya sambil menunjuk ke arah pakrir mobil. Aku berjalan di depannya terus diam.

“Hey, kamu mendengarku kan? Kenapa kita jalan ke sini” Sime masih teriak mengejarku di depan.

“Hey, eh.. pak. kita mau kemana?” Sime tak sengaja memegang tanganku.

Aku sempat menatap matanya namun tak lama aku langsung memalingkan wajah dan menghempaskan genggamannya kemudian Sime meminta maaf. Gadis itu memang aneh, terkadang memanggilku dengan “kamu” terkadang pula “pak”.

Sekretaris yang aneh dan tidak sopan.

“Aku hanya ingin singgah sebentar di taman ini. Sudah setengah tahun sejak bekerja  di Cina, tetapi aku belum pernah pergi keluar kecuali tempat kerja dan restoran” Aku berbicara sambil berjalan dengan Sime yang berada di belakangku.

Sime terus mengomel namun aku hanya tersenyum pelan. Dia terus bergerutu teriak tidak jelas, tidak mau ikut, dan mengatakanku segala hal.

Aku mencoba melirik ke belakang dan tertawa kecil. Dia terus bergerutu berbicara sendiri namun masih saja mengikuti langkahku di belakang. Taman ini dibangun di atas tanah seluas 400 hektar, dengan pepohonan hijau dan perbukitan yang menghiasinya. Beberapa bangunan paviliun juga ikut menghiasinya, taman ini termasuk dalam sepuluh taman terbesar di Cina. Keunikan taman ini terletak pada bangunannya yang berdiri di atas bukit setinggi 500 meter. Sehingga aku dapat menyaksikan pemandangan kota Beijing dari atas puncak ini. Keindahan itulah membuat langkahku terhenti dan duduk menikmati senja.

Sime pun ikut duduk namun agak berjauhan denganku.

“Senja terlihat indah kala cahayanya mencoba singgah. Ternyata begitu menyenangkan ketika melihat senja perlahan pergi meninggalkan bumi. Tahukah kamu, Semburat jingga terlihat memancar cerah melampaui batas arwana. Sore hari membuatnya tampak begitu lincah memainkan suasana yang membuat semua orang ingin melihatnya” aku bicara dengan Sime yang berada di agak ujung sambil menatap kedepan.

“Maaf. Bapak bicara denganku? Di sana tidak ada orang. Hanya bapak sendirian duduk di sana. ataukah bapak sudah...” Sime berteriak padaku namun aku hanya tersenyum tak menatapnya.

“Sudah gila? Iya, aku memang sudah gila atas semua rasa ini yang datang tiba-tiba. Sorot jingga itu tidak dapat menyinari hatiku. Bunga yang bermekaran tidak bisa menghiasi benakku. Hari-hariku memendam rasa ini. jiwaku memendam cinta ini. terus kutahan karena ku takut dia kan jauh. Jika aku katakan sebenarnya...” Tiba-tiba Sime datang menghampiriku yang berbicara sendiri. Akupun tidak sadar apa yang aku bicarakan ini.

“Bapak? pak. bapak masih sehat kan? Sejak tadi bapak terus berbicara sendiri. Saya takut kalau bapak ingin bunuh diri” Sime duduk di sampingku sambil bertanya.

“Eh, oh. Eh... Sime? Sejak kapan kamu di sini?” aku terkejut salah tingkah. Tidak ingin menatap matanya. Aku tidak ingin rasa ini terus tumbuh ketika ternyata dia tidak membalasnya.

“Hahahaha.. bapak ini memang aneh. Sejak aku melihat bapak di Bali waktu itu pun sangat aneh. Selalu berbicara terbata-bata dan salah tingkah. Atau jangan-jangan bapak...”
Sime tertawa dengan sikapku dan sempat menggodaku.

“Apa? eh.. eh, ma.. ma.. maksud kamu apa?” Aku sempat melihat wajahnya. Sudah aku duga, hati ini terus berdebar kala ku pandang matanya. Terbata-bata, salah tingkah, dan hingga memalingkan wajah membuatnya tersenyum dan terus menatapku. Aku hanya tertunduk dengan rasa ini.

“Pak? bapak baik-baik saja kan? Apakah bapak sedang putus cinta?”

“Ti.. tidak.. eh, tidak ada apa-apa. semua baik-baik saja. Kamu jangan sok tahu tentang perasaanku” Aku sedikit membentak untuk menutupi rasa ini.

“Ya sudah kalau begitu. Siapa juga aku, kenapa aku harus mengetahui tentangmu. Dasar laki-laki aneh” Sime terus bergerutu meninggalkan aku yang duduk sendirian.

“Huh.. kenapa dia selalu membuatku gugup. Jantung ini seperti meronta ingin keluar. Langkah ini memakasa pergi untuk bertemu dengannya. Hati ini selalu berdebar kala aku menatap matanya. Kenapa denganku ini”

“Cie... bapak sedang kasmaran. Siapa gadis itu pak. Pantas saja bapak merasa galau sejak tadi. untung saja tidak bunuh diri” Teriakan Sime membuatku terkejut. Ternyata dia mengupingku dan bersembunyi di belakangku. Aku seketika langsung salah tingkah beranjak pergi dari tempat duduk.

“Pak! tunggu, jangan tinggalkan aku” Sime berteriak mengejarku yang telah berjalan agak jauh. Aku tersenyum kala itu.

Senja telah lama pergi, itu artinya bulan akan mulai menyapa sang bintang. Saat itu Sime yang begitu cuek tiba-tiba  menjadi sangat menyenangkan dengan tingkahnya yang terus menggodaku. Percakapan kami tadi pun menggunakan bahasa Indonesia, karena ini sudah di luar ruang kerja dan kami bebas untuk berbahasa apapun. Sudah aku pastikan dalam hati kalau dia membuatku merasakan awal arti sebuah rasa.

~
Apa  sebenarnya yang dimaksud Ganta dengan awal dari arti sebuah rasa itu? Simee ? Apakah Simee yang menjadi jawaban atas rasa yang dipendam Ganta selama ini?
Entahlah.

~
Penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Kuyy tunggu terus ya update ceritanya.

~
~
Kritik dan saran sangat dibutuhkan.
Maaf jika typo dan kesalahan
Jangan lupa kasih bintang
Jangan lupa Follow Instagram @tang_kata

GANTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang