Bagian 12

67 26 11
                                    

Halo pembaca setia @tang_kata jumpa lagi dibagian 12. Selamat membaca. Maaf jika masih banyak kekurangan. Kritik dan saran sangat dibutuhkan terima kasih. Selamat membaca 💕💕💕.

~~~

Aku harus menghubunginya. Clara harus tahu perasaanku padanya.

Aku mencoba menghubunginya namun dia tidak kunjung mengangkat telpon dariku.

Mungkin sudah larut malam terlebih lagi Clara sedang sibuk mengurus penelitian besar. Belum lagi jabatan pak Hakime yang akan di turunkan kepadanya.

Lantas aku langsung menyimpan puisi tulisan Clara itu ke laci meja kecil di samping kasur. Tubuhku sudah merebah di atas kasur. Mataku hendak menolak untuk terlelap dan terus menatap ke atas.

Sedikit bertanya dalam diri. Ada apa denganku? kenapa aku melukai seseorang atas perasaan ini? Aku harus memberi tahu semuanya.

Cukup sudah aku pendam dalam diri untuk menguncinya dan enggan disampaikan. Hari yang melelahkan, besok aku harus pergi bekerja dengan pagi. Selamat malam atas semua rasa yang terpendam.

Selamat malam atas cinta yang tak kunjung redam. Selamat malam atas jawaban yang terus terkurung dari dalam. Dan selamat malam untuk rindu yang tak beranjak dari kelam.
Salju bulan Januari seolah tak mau pergi dari negeri ini.

semburat cahaya mentari seperti di paksa untuk kembali. Angin melirik seakan enggan untuk menggeser awan dari kejauhan.

Mata terus memandang dari jendela kaca kamar. Semua orang tampak tergesa membawa tas kerja pagi ini. Salju itu membuat keadaan semakin kacau. Aktivitas tak berjalan lancar karenanya.

Teriakkan klakson mobil di pinggir jalan membuat mata ini melirik jam di dinding. Perlahan salju turun di depan wajahku yang membuat naluriku tambah tak mau pergi.

Satu jam lagi aku akan bekerja, namun hati terus memaksa menikmati salju pagi ini. Ranting pohon yang tertutup salju itu membuat mataku terus tertuju padanya.

Hingga suara bising dari seorang ibu yang mengomel dengan anaknya sampai terdengar dari sini. Kebetulan aku tinggal di lantai dua, sepertinya jendela ini akan retak di buatnya. Omelan ibu itu membuat telingaku sakit saja.

Aku tidak tahu apa perasaan anaknya saat mendengar omelan super menggelegar yang membuat gendang telinga bergetar.

Aku melihat anak itu terus menutup telinga seolah telah lelah mendengar omelan ibunya. Semakin lama udara mulai merambat sehingga menusuk dan mencoba meraba jemariku.

Fajar sudah beranjak sejak tadi, namun kenapa kaki menolak pergi. Tangan ini terus merangkul kaki yang ku tekuk karena kedinginan. Setelah lima menit terlarut dalam suasana baru, aku langsung bergegas unutk bekerja.

Aku selalu memesan taksi setiap subuh. Terlambat bukan untuk orang yang hebat. Terlambat hanya membuat masalah yang merambat.
Syal pemberian Clara selalu menjadi andalan ketika salju melanda ibu kota. Telpon genggam sempat bergetar dua kali saat aku mandi. Terlihat dua panggilan tak terjawab dari Clara.

Saat itu aku tak sempat melihat telpon genggamku. Waktu terus menakutiku yang membuat jantung berdetak tak biasanya. Ketika aku lupa akan sesuatu, waktulah yang menjadi alasan utama. Terlalu terbuai oleh suasana baru membuatku terburu-buru.

Mematikan lampu di kamar saja aku lupa. Tiga puluh menit lagi aku masuk bekerja dan itu tandanya aku harus sudah di dalam taksi agar sampai dengan tepat waktu.

Cardflash kami tidak akan membohongi kepala departemen HFPC.

Setibanya bekerja cardflash ini akan mengakses keterlambatan serta waktu yang sesuai dengan jarak tempuh pekerja. Beruntung aku memesan taksi sebelum pergi.

GANTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang