8; Jungkook?

7.1K 818 6
                                    


"Apa Perbatasan Kota masih Jauh?" Tanya Seokjin.

Felix dan Namjoon menggeleng. Namjoon membuka Petanya. "Hmm, Tidak juga. Sebentar lagi. Jika Hyung menemukan Tugu berwarna Hijau. Itu sudah masuk ke Kota Dinesh." Jelas Namjoon.

Seokjin mengangguk paham. "Lalu Felix, Jika kau sudah mengantar kami ke empat desa, Kau akan langsung pulang?" Tanya Seokjin.

Felix berdehem, "Kebetulan aku bawa Portal untuk ke Sofya, Jadi kalian tenang saja. Hehe." Ujarnya.

Namjoon kembali melihat Peta itu. "Ah, Setelah Kota Dinesh, akan ada Hutan yang cukup lebat dan Panjang. Kurasa kita tak bisa lewat situ." Kata Namjoon sembari menunjuk petanya.

"Ah, Benarkah? Memang ada jalan lain?" Tanya Seokjin.

"Mm, Ada. Tapi kita harus jalan lebih jauh lagi. Sangat jauh malah." Jawab Felix.

"Gunakan Portal saja, Hyung." Usul Felix.

Seokjin menatapnya. "Tidak, Tak perlu pakai benda seperti itu."

Felix terkejut. "Kenapa?"

"Kami Pangeran, Kamu harus mandiri. Jika ada bahaya, Kami harus hadapi, Bukan menghindar." Jawabnya tegas.

"Bukan masalah itu, Hyung. Maksudku, Nyawa kalian juga sangat berharga bagi Bangtan. Hutan itu penuh dengan Orang jahat."

Namjoon terkejut. "Oh ya? Benarkah? Apa mereka membahayakan Waga sekitarnya?"

Seokjin memukul bahu sang adik. "Apa-apaan pertanyaanmu itu? Tentu saja mereka akan membahayakan warga."

Namjoon hanya tertawa. "Bukan masalah aku bodoh atau tidak. Aku hanya ingin menghajar mereka sampai hilang dibumi ini, tau."

Seokjin menghela nafas. Lalu tersenyum pada Felix. "Bagaimanapun, Kami tak perlu pakai Portal. Kami harus hadapi, Kami harus berani melawan. Kau tak perlu khawatir. Skill kami cukup tinggi. Haha, Ya semoga saja."

Felix mengangguk ragu. "Baiklah. Terserah kalian."

"Kurasa Felix butuh senjata?" Usul Namjoon. Seokjin menatap Felix. "Benar juga."

Felix menggeleng. "Tidak, Hyung! Aku tak bisa bersenjata- maksudku aku tak lihai."

Namjoon merangkul Felix. "Kau bilang seperti itu karena kau belum mencobanya. Hmm, Jika nanti sudah sampai dirumah Jungkook, Aku akan mengajarkanmu cara pakai-"

"Pedang. Senjatamu pedang saja, Yang tak terlalu sulit." Potong Seokjin.

Namjoon melotot. "Hei, Aku yang menawarnya, Berarti ia akan kuajarkan Busur."

Seokjin menggeleng. "Terlalu rumit baginya, Namjoon."

"Ini mudah kok, Kau hanya-"

"Ssst! Kita sedang berada di Pedesaan!" Lerai Felix.

"Kenapa memang?" Tanya mereka berdua bersamaan.

Felix menepuk dahi pelan. "Kalian daritadi membahas senjata, tau!"

Seokjin dan Namjoon langsung menutup mulut. "Lupa!" gumam mereka.

"Baiklah, Ayo percepat. Aku lapar." Kata Namjoon.

.

.

"Tunggu, Apa ini rumahnya?" Tanya Namjoon tak yakin.

Seokjin merengut. "Aku yakin aku tak salah."

Mereka kini berada didepan Gubuk tua yang sudah hancur setengahnya dengan isi didalam yang sudah acak-acakan.

Felix bertanya pada Warga sekitar. "Permisi, Aku ingin bertanya, Dimana Pemilik Gubuk ini?"

"Ah, Itu. Sebulan yang lalu, Putranya yang bernama Jeon Jungkook melawan Perintah Chorus. Maka mereka dibawa ke Istana. Sampai sekarang belum kembali."

Seokjin, Felix dan Namjoon terkejut. "A-apa? Dibawa Chorus?"

"Iya."

Namjoon masih memasang wajah kagetnya, Ia menghela nafas kasar.

"Astaga, Baiklah pak. Terima kasih banyak."
"Sama-sama."

Seokjin duduk diatas rerumputan depan Gubuk itu. Ia menahan amarah juga kesedihan. Ia khawatir pada adiknya yang satu itu.

"Bagaimana ini? Aku- aku tak bisa berfikir jernih lagi. Aku khawatir dengan Jungkook." Gumam Seokjin sembari mencekram helaian rambutnya yang hitam lekat.

Namjoon masih merasa tak percaya. Ia juga merasakan hal yang sama dengan Seokjin. Sedangkan Felix menenangkan mereka berdua.

.

.

"Jeon.. Jungkook atau Kim Jungkook, hm?"

Suara berat itu menyapa indera pendengaran Jungkook. Mata sayu itu terbuka lebar dan melihat siapa yang ada didepannya itu. Ia juga tak berniat menawan pertanyaan itu.

"Hoi, Aku bertanya, Bodoh!"

Dugh! 

Perutnya ditendang keras, Jungkook meringis sakit. Kedua tangannya dan kakinya yang diborgol kanan kiri itu tak bisa melawan

"Oh, Biar Aku tebak. Pasti Margamu Kim. Karena keturunan dari Raja Kim. Benar?"

Jungkook memalingkan wajah. Ia begitu muak dengan orang yang ada dihadapannya ini.

Srak!

"Argh-"

Rambutnya ditarik kebelakang oleh tangan Chorus. 4 pasang mata tajam saling bertemu.

"Kenapa bisa kau masih hidup, Huh? Bukannya kau sudah mati terbakar saat itu?"

Jungkook hanya tersenyum meremehkan dan meludahi wajah Chorus.

Chorus menggeram marah. Ia melepas rambut Jungkook dengan kasar hingga kepalanya terjerembab kebelakang.

"Tak ada jatah makan untuknya selama 2 Hari. Kita terlalu baik dengannya."

.

.

Suga meringis, Ia memegang dada kirinya dengan keras. Ia terduduk dibawah Pohon lagi.

Ia memejamkan mata, Ia sering kesakitan seperti ini. Tapi apa maksud semua ini?

Dirinya pernah dibawa ke Tabib terkenal, dan Tabib itu bilang bahwa dia baik-baik saja. Ia hanya kelelahan. Tapi Suga tak merasa lelah sedikitpun.

Memang, Rasa sakit itu akan menghilang dengan sendirinya. Tapi butuh waktu yang cukup lama.

Suga mengabaikan rasa sakitnya, Ia pun naik menunggang kuda dan berlari mencari Namjoon secepat mungkin.

Karena ia menemukan jejak kakinya.

.

.

Seven Prince's ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang