Ezra and His Curiosity

115 19 11
                                    

Cast:
Alexander Aranda
Ezra Aranda
Chacho

Disclaimer[?]: Cerita ini just for fun sebagai refreshing di tengah proses namatin buku ketiga yang cukup alot. Nggak terkait dengan cerita inti Chartreuse, yha :D

***


***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Apa kau tahu, Alex?" Ezra berhenti menjilat sambal kacang pada setusuk sate ayam di tangannya. Matanya menatap sang kakak yang duduk di sampingnya dengan sorot misterius.

"Mm?" Alexander menoleh. Ia berhenti sejenak membolak-balik daging ayam di atas bara api.

Bibir Ezra membentuk seulas senyum tipis. Pandangannya lurus ke depan, tepat di mana seorang pemuda 22 tahun berbadan kekar tengah sibuk memotong ranting pohon, tak kurang dari 50 meter dari tempat mereka duduk.

"Chacho sebenarnya sayang padamu." Ezra mengatakannya sambil berbisik.

Alexander mengernyit. "Tentu saja kita saling menyayangi, 'kan? Kau dan aku, kita seperti saudara bagi dia."

Ezra berdecak. "Bukan itu maksudku. Dia menyukaimu, Alex. Eh, apa ya namanya? Naksir? Ya, naksir! Dia naksir padamu. Kupikir bukan lagi level naksir. Dia mencintaimu."

Alexander menggeleng, kembali fokus pada daging ayam bakar di depannya. "Ez, berhenti ngomong aneh begitu."

"Aku serius." Ezra meletakkan satenya di atas daun pisang, kini menghadapkan badan ke arah sang kakak. "Aku pernah lihat dia diam-diam kecup keningmu saat kau tidur, merapikan selimutmu, membantumu pakai kaus saat tanganmu sakit... sering mengalah padamu—"

"Ezra." Alexander menoleh lagi, menatap Ezra dengan sorot disabar-sabarkan.

Ezra diam sebentar, menunggu reaksi kakaknya, yang ternyata tidak berkomentar apa-apa. Kemudian ia memperhatikan sosok ketua geng yang masih memotong ranting kering. Tubuh kekarnya bercucur keringat terkena terik matahari secara langsung di siang bolong. "Alex, kau tak merasakannya? Mana ada El Jefe sudi menangkap ayam buat kita, buat kau, sampai harus mengumpulkan ranting kayak gitu? Dia benar-benar menyukaimu, tahu. Dia rela meninggalkan apa pun demi bisa bersamamu."

Alexander mendesah panjang, lantas berdiri. "Kau terlalu banyak menonton acara TV Amerika, huh?"

Ezra menjejakkan kaki ke tanah, tampak geregetan. "Dibilangin juga!"

"Chacho, tak usah banyak-banyak, sudah cukup segitu saja." Alexander melangkah meninggalkan sang adik, mendekati Chacho yang sibuk menata ranting kering untuk pasokan api unggun.

"Biar awet semalaman, Papi." Chacho menyahut, menoleh pada Alexander dengan senyum merekah.

Ezra tak berkedip menyaksikan interaksi keduanya.

"Sini, aku bantu bawakan," tawar Alexander, tepat ketika Chacho mengangkat tumpukan ranting dan potongan kayu dari tanah.

"Ah, ya, boleh." Chacho memilah beberapa ranting pohon kecil dan menyerahkannya pada Alexander, sementara dirinya membawa potongan kayu yang lebih berat.

Keduanya berjalan beriringan mendekati Ezra yang masih melongo.

"Apa sateku sudah matang?" sapa Chacho renyah saat dirinya dan Alexander menurunkan ranting dan potongan kayu tak jauh dari tempat duduk Ezra.

Ezra menunjuk lima tusuk sate ayam yang telah dibakar Alexander pada Chacho. "Tuh, buatmu."

"Wah, kurang banyak!" Chacho duduk di samping Ezra, tertawa lebar saat mengambil satu tusuk yang telah diberi sambal kacang.

Ketika Alexander menyusul duduk di depan mereka, Chacho menyodorkan sate di tangannya tepat ke mulut pemuda 21 tahun tersebut. "Cicip dulu, Papi. Kalau enak, baru aku makan."

Alexander menggigit satu irisan daging, mengunyahnya, lantas mengangguk. "Enak kok. Matang, tidak gosong."

Chacho manggut-manggut, memakan sisa dari gigitan Alexander dengan penuh semangat.

"Ya Tuhan, kalian beneran pacaran." Ezra menggumam dengan sorot tak percaya.

Alexander menepuk mulut adiknya, tampak terganggu. "Hentikan. Kau mulai membuatku kesal."

Chacho memperhatikan kakak beradik Aranda. "Ada apa? Mau berantem lagi? Kalau iya, berantemlah dengan bahasa yang kumengerti."

Ezra menatap kakaknya tajam, lantas melengos. Kini ia alihkan perhatian pada Chacho. "Chacho, boleh tanya sesuatu?"

"Ya, Ezito. Tanya saja." Chacho menjawab riang.

"Apa kau menyukai Alex?"

"EZRA!"

"Oh, ya, tentu."

"Kau sayang dia?"

"EZ—"

"Sayang, seperti pacar sendiri."

Ezra mangap. "Uwaaaa!"

Alexander melempar tusuk sate, rautnya memerah murka. Sambil melotot, ia menendang Chacho hingga sang ketua geng terguling di atas rumput berkerikil. "Jangan ajari adikku hal-hal yang melenceng, Bodoh!"

"Apa aku salah ngomong? Kenapa kau sampai marah begitu, eh?!" Chacho mengaduh, bangkit dengan badan kotor berselimut rumput kering dan debu yang menempel. Tampangnya berubah sangat bego karena keterlambatan berpikir.

Ezra si bocah kekinian, manggut-manggut dengan sorot kasihan menatap Chacho. "Hmm. Dan sepertinya bertepuk sebelah tangan, ya?"

Kali ini Alexander benar-benar mengamuk. "EZRA, SINI KAU! BIAR KU-RESET OTAKMU!"

***

/Author-nya ikut gegulingan liatin kalender detlen/
/Perlu reset otak juga/

Chartreuse - On the Other SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang