Ini kayak semacam... persinggahan[?]. Jadi, ketika aku stuck dengan alur utama, aku suka refreshing, tetep nulis Chartreuse meski bukan untuk 'jalur resmi'. Kupikir ini juga bisa kubagi dengan kalian, apalagi yang mulai menanyakan update part :'v
Nu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Petang itu Anna Caldeira mendekati Alexander di ruang ganti, rautnya tegang.
"Positif?" Alexander baru saja melipat hoodie, menoleh pada Anna. Ia sudah mendengar akan ada mayat baru, kiriman dari Rivas yang terindikasi Covid-19.
Anna mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Filipe tak masuk hari ini. Terus terang aku takut, Alex. Belum pernah aku menghadapi hal seperti ini sebelumnya." Tangan kanan wanita itu refleks mengelus perutnya.
Alexander melihat gerakan itu, terdiam sejenak. "Hei, cuma satu, 'kan? Kurasa aku bisa melakukannya sendiri."
Anna terperanjat. "Tidak, Alex. Prosedurnya rumit—"
"Aku tahu. Aku sudah mempelajarinya." Alexander menatap Anna, tahu wanita itu gundah dan tak enak hati. "Begini saja. Akan kutelepon Filipe agar datang ke sini, jadi setidaknya aku tak sendirian. Aku yakin dia pasti akan membantu, apalagi keadaanmu tidak memungkinkan seperti itu."
"Tapi, sekarang bukan sif Filipe—"
"Filipe tak hamil empat bulan sepertimu. Memakai APD berjam-jam lamanya tak cocok untuk ibu hamil. Demi Tuhan, ini tak baik untukmu dan janinmu, Anna. Terlalu berisiko. Aku serius." Alexander sudah separuh memohon. Ia benar-benar tak tega jika harus melihat Anna ikut bersamanya mengurus jenazah positif Covid-19.
Anna mengelus perutnya lagi, kali ini mengangguk-angguk dengan mata basah. "Baiklah. Aku akan menunggu kalian sampai selesai."
Alexander menggeleng. "Tidak, kau tak perlu—"
"Aku akan menunggu kalian sampai selesai, setidaknya dengan begini aku bisa tidur nyenyak nanti malam dan tak cemas memikirkan kalian. Harus kupastikan kalian berdua baik-baik saja setelahnya." Anna bersikeras.
Alexander mendesah. "Oke, tapi ajak Maggie, ya? Jangan sendirian."
"Ya. Terima kasih, Alex." Anna mengangsurkan dua pack APD berwarna putih yang masih terbungkus plastik bersegel. "Jenazahnya akan tiba satu setengah jam lagi. Setelah telepon Filipe, kutunggu kau di kantin. Kupesankan pai apel dan kopi untukmu."
Alexander menerima dua pack APD dari Anna dengan hati-hati, memandangi pakaian berbahan polypropilane sponbound itu sekilas. "Oke, tunggu aku di sana."
***
Alexander menghela napas lega setelah Filipe menyanggupi menggantikan sif Anna petang ini. Lelaki itu bahkan langsung bersiap diri meluncur menuju Morgue Judicial, tak jauh dari apartemennya di Bulevar del Este. Kini Alexander tercenung, memandangi telepon di tangannya, antara ingin menelepon Ezra atau tidak. Jujur saja, diam-diam ia juga cemas harus mengurus jenazah pertama Covid-19 satu jam lagi. Bagaimana jika ia ceroboh dalam penanganannya, lantas membahayakan Filipe, dirinya, Anna, bahkan satu Morgue? Apakah aman baginya pulang ke rumah setelah terpapar Covid-19 meski telah memakai APD, gloves, masker N95, face shield, safety glasses, helm, hingga safety shoes? Banyak sekali nakes yang menangani suspect atau pasien Covid-19 di seluruh penjuru dunia dan akhirnya mereka juga terpapar. Alexander menggeleng, lantas memencet nomor telepon rumah keluarga Zelaya.