"Jangan bergerak." Joowon berhenti tertawa, setelah keluar dari tempat tersebut ia terkejut mendapati polisi yang sudah siap dengan alat senjatanya. Dengan cepat ia berlari meninggalkan pembunuh bayarannya yang berkelahi bersama polisi. Namun naas, di tengah jalan ia terkejut mendapati mobil dengan laju cepat menabrak tubuhnya hingga hancur dan bersimbah darah diseluruh tubuhnya.
.
.
.
.
Yoongi menggerakkan matanya berkali-kali sebelum kemudian terbuka. Hal pertama yang ia lihat adalah langit yang berwarna putih dan juga bau obat yang menyengat.
"Kau sudah bangun." Penglihatannya mendapati entitas jieun dan seokjin yang menatapnya khawatir.
"Jungkook—"
"Dia sedang dirawat. Kau tenang saja." Ucap seokjin menenangkannya.
"Tapi—"
"Kau tidak boleh bergerak untuk saat ini. Kau istirahatlah." Yoongi hanya mampu pasrah. Tubuhnya juga masih terasa sakit. Matanya perlahan terpejam.
Seokjin menghela nafas lega. Ia masih beruntung karena yoongi terselamatkan. Semua karena jieun yang memberitahunya.
"Oppa. Biar aku saja yang menjaga yoongi. Aku tahu kau sedang banyak urusan." Ucap jieun.
"Baiklah. Aku pergi. Tolong jaga dia. Aku sangat berterima kasih padamu." Ucap seokjin menepuk pelan pundak jieun sebelum kemudian pergi dari tempat itu.
Jieun menghela nafas berat melihat keadaan yoongi yang sekarang. Sedikitnya ia merasa bersyukur karena belum terlambat untuk menyelamatkan yoongi. Disisi lain ia gelisah memikirkan keadaan jungkook yang belum sadar sejak semalam. Dibandingkan yoongi, jungkook keadaannya lebih parah. Dan ia tidak tahu harus bagaimana mengatakannya pada yoongi. Ia tidak ingin yoongi tahu dengan keadaan jungkook yang akan memperburuk keadaannya.
Pukul duabelas siang yoongi kembali membuka matanya mendapati jieun yang masih setia duduk disamping menemaninya.
"Jieun." Yeoja itu hanya tersenyum. "Aku ingin melihat keadaan jungkook." Jieun berusaha sekuat tenaga untuk menutupi. Matanya menoleh ketika mendapati seorang suster yang masuk dengan nampan berisi makanan.
"Kau harus makan dulu." Jieun mengambil nampan tersebut. Sebelum kemudian menyuapkan makanan pada yoongi.
Yoongi membuka mulutnya. Mengunyah makanan tersebut dengan tidak selera. Ia masih memikirkan keadaan jungkook.
Setelah selesai ia meminum obatnya. Jieun menaruh makanan tersebut diatas meja. "Setelah ini kau harus istirahat."
"Jieun.." Jieun menghela nafas. Ia tahu betul yoongi akan mengatakan apa padanya.
"Keadaan jungkook baik." Sebelum ditanyapun jieun terlebih dulu menjawab disertai dengan helaan nafas.
"Aku ingin melihatnya."
"Kau harus istirahat."
"Kubilang aku ingin melihatnya!" Jieun terkejut ketika yoongi berteriak padanya. Matanya melihat nampan makanan tadi yang kini berjatuhan karena yoongi.
.
.
.
.
"Kau bilang keadaannya baik? Ini yang kau sebut baik?" Yoongi menatap jungkook yang terbaring lemah dengan oksigen dimulutnya dari kaca pintu sebelum kemudian ia menatap jieun yang hanya menunduk.
Yoongi menghela nafas berat, tangannya menarik tiang infus untuk mendekat pada kursi penunggu. Yoongi terduduk dengan kepala tertunduk.
"Bagaimana keadaannya?"
"Dia akan baik-baik saja."
"Aku tidak membutuhkan jawaban seperti itu. Bagaimana keadaannya?!" Yoongi menatap tajam kearah jieun.
"Dokter bilang keadaan jungkook tidak terlalu dikhawatirkan. Ia akan sadar dalam benerapa hari. Geunyang.." Jieun menatap yoongi kasihan.
"Hanya saja ada beberapa ingatan yang ia lupa akibat trauma yang mendalam. Dan mungkin saja ia tidak mengingatmu." Jelas jieun. Yoongi menghela nafas berat. Ia bersyukur dengan keadaan jungkook tapi disisi lain. Ia tersakiti karena setelah sadar jungkook sama sekali tidak mengingatnya. Semua ini karenanya. Seharusnya ia melindungi jungkook.
"Jieun. Aku ingin pindah."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT : YOONKOOK (Y.K.)
FanfictionBercerita tentang keluarga yang cukup bahagia. Kekayaan, kejeniusan, dan juga keturunan menjadika mereka begitu sempurna. Namun dibalik semua itu terdapat rahasia yang di sembunyikan oleh orangtuanya. Yang jika diungkit kembali maka rasa sakit itu j...