Jumyeon dan somin memandangi makam joowon. "Gwenchana. Dia sudah tenang dialam sana." Ucap somin sambil menepuk pelan punggung jumyeon.
"Aku hanya masih tidak percaya dengannya. Dia hampir membunuh anak kita. Sebencinya dia padaku, aku masih tetap menyayanginya walaupun dia bukan kakak kandungku." Ucap jumyeon. Ia tidak tahu kalau joowon sesakit hati ini padanya. Jumyeon kira dia baik-baik saja. Seumur hidupnya joowon tidak pernah mengeluh dengan dirinya yang lebih diperhatikan oleh orang tuanya. Awalnya ia bingung dengan perlakuan orang tuanya yang terkesan lebih menyayanginya dibanding kakaknya hingga suatu hari ia tidak sengaja mendengar percakapan orang tuanya tentang joowon yang ternyata anak pungutan. Mereka sengaja mengambil dan merawat joowon sejak lahir agar ibunya bisa hamil dan terciptalah jumyeon. Saat itu jumyeon hanya diam saja, ia tidak ingin menceritakannya pada siapapun termasuk joowon. Ia takut joowon akan sakit hati dan kecewa mendengarnya.
Sore hari jumyeon dan somin baru bisa menjenguk jungkook. Karena seharian ia sibuk mempersiapkan pemakaman joowon. Jumyeon kasihan pada kakaknya karena tidak memiliki siapapun. Bahkan ia tidak mempunyai istri untuk mengurus hidupnya.
Somin menatap jungkook yang terbaring lemah hanya bisa menangis melihatnya. "Tenang saja. Anak kita kuat." Ucap jumyeon menenangkannya.
Mata jungkook perlahan terbuka. Hal yang pertama ia lihat adalah ayah dan ibunya yang tersenyum senang. "Kubilang apa dia anak yang kuat."
.
.
.
.
Yoongi membuka perlahan matanya. Hal yang pertama ia lihat adalah warna yang sama dengan bau obat menyengat yang sama. Hanya saja tempatnya yang berbeda. Ia sudah pindah rumah sakit. Keadaannya semakin hari semakin baik. Dan hari inipun dia diperbolehkan pulang. Untuk beberapa waktu yoongi menginap dirumah seokjin. Namja itu memaksanya karena keadaannya belum sepenuhnya pulih. Yoongi hanya bisa pasrah.
"Kau harus tidur. Jangan banyak gerak." Perintah seokjin.
"Hyung aku sudah tidak papa."
"Kau masih sakit. Jieun kau jaga dia." Ucap seokjin berlalu pergi.
"Mau jalan-jalan?" Tawar jieun.
"Tidak buruk."
Jieun berjalan pelan mengikuti langkah yoongi didepannya kemudian memutuskan untuk duduk di salah satu taman dekat rumah seokjin. Jieun pun ikut duduk disampingnya.
"Bagaimana keadaanmu?" Tanya jieun menatap yoongi.
"Kau tidak lihat keadaanku?" Yoongi menatap kosong pandangan didepan matanya sebelum kemudian menatap jieun sekilas sambil mengulas senyum. "Bukankah aku sudah hampir sembuh?"
"Maksudku hatimu." Jieun menatap yoongi hati-hati. Takut ucapannya akan menyakiti hatinya. "Apa kau merindukan adikmu? Apa kau ingin bertemu dengannya?"
Yoongi hanya tersenyum tipis mendengarnya. Raut wajahnya berubah menjadi sedih. "Aku sudah bilang padamu kalau aku tidak ingin menyakitinya. Semua karena aku, dia begitu karena aku." Jeda, kemudian menghela nafas berat. "Lagian apa untungnya jika aku bertemu dengannya. Akankah dia mengenalku? Tidakkan?" Jieun menatap kasihan pada yoongi yang terlihat menyedihkan. Seharusnya ia tidak membicarakan ini padanya. Jieun mendapat tawaran menyanyi untuk pasien dirumah sakit yang jungkook rawat. Awalnya jieun hanya berniat membicarakan itu pada yoongi dan mengajaknya agar bisa bertemu dengan jungkook. Tapi sepertinya namja itu menolak, padahal jieun tahu kalau yoongi sangat merindukan adiknya.
.
.
.
"Tidak papa eomma. Pergi saja." Ucap jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT : YOONKOOK (Y.K.)
FanfictionBercerita tentang keluarga yang cukup bahagia. Kekayaan, kejeniusan, dan juga keturunan menjadika mereka begitu sempurna. Namun dibalik semua itu terdapat rahasia yang di sembunyikan oleh orangtuanya. Yang jika diungkit kembali maka rasa sakit itu j...