Cinta, itulah yang kala ini kutatap
Kubiarkan dia kini lenyap
Merayap meninggalkan diam yang pengap
Menyisakan diriku dalam senyapCinta, itu yang kala ini kulihat
Kuabaikan dia terlambat
Tak terpegat meski rasanya terlalu cepat
Menyisakan diriku dalam cuatCinta, jangan hadir karena terpaksa
Datanglah secara nyata dan sederhana
Biarkan aku sekali saja merasakannya
Meski hanya sementara dalam diam yang nyata.Tifa menutup buku yang baru saja ia torehan segala syair cinta yang menggantung dalam setiap harapan dan doa.
Tifa, gadis pendiam itu memiliki penilaian sendiri terhadap sebuah raya yang ia simpan di dalam dada. Ia berdiri dari duduk ya dan menaruh bukunya begitu saja lalu berjalan mendekati jendela.
Semilir angin menyapa wajahnya.
Senja telah datang, tapi langit tampak murung karena mendung. Hujan sepertinya akan datang dalam waktu dekat, sebab hawa dingin sudah mulai menyerap. Tifa kembali menoleh ke arah pintu yang biasa dia tatap, ada harapan jika netral kuning keemasan itu tiba-tiba melihat, tapi angan hanya akan menjadi sebuah harapan tanpa kejadian menjadi kenyataan.Tangan kanan Tifa menular ke tralis jendela, ia menggerakkan dengan pola tak pasti. Seperti rasa yang telah dia simpan di dalam hati. Bahwa semuanya akan lenyap dan tergantung.
Ingatan Tifa membawa menuju kejadian semalam, saat sang ayah yang kesehatannya semakin menurun memberitahukan bahwa dia telah dipinang oleh salah satu sahabatnya untuk dijodohkan dengan putranya. Sempat terbersit di dalam dada, bahwa ia ingin menolaknya tapi bibir tak jua bergerak untuk mengatakannya, bibirnya hanya diam tanpa ada pergerakan nyata.
Mungkin jodoh memang di tangan Allah, sebab tanpa ia menolaknya sang ayah sudah lebih dahulu melakukannya. Ia tak pernah tahu alasan yang diberikan oleh ayahnya tapi ia yakin alasan itu pasti alasan yang syar'i.
"Allaahumma Musharrifal Quluub, Sharrif Quluubanaa ‘Alaa Tho'atika, Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkan lah hati-hati kami untuk taat kepadamu." Tifa berkata sambil masih menatap sosok yang baru saja ditelan pintu yang sejak tadi dia perhatikan.
---
Langit masih menggantung, melambai kala tertutup mendung dan mata masih tak mampu mantap karena radar yang tak terbendung. Dalam derap langkah pagi yang murung, burung-burung mulai terbang membumbung seolah sedang melakukan shalat istiqa' utuk menyingkirkan suramnya sang mendung.
Tifa membawa beberapa peralatan yang ia gunakan untuk merawat taman, ia baru keluar kala penghuni bilik mulai menyebar mencari nafkah kehidupan.
"Bismillah," kata Tifa mulai mengisi tanah ke dalam polibag plastik.
"Tifa, kamu gak ada jadwal?" tanya sang ibu yang tiba-tiba datang membantu.
"Enggak Bu, Tifa tinggal menyelesaikan bab akhir skripsi."
Ibu Tifa diam lalu kembali melakukan pekerjaan masing-masing, hingga keheningan menjadi latar musik kebersamaan.
"Tifa, kamu sudah siap menikah?" tanya ibu Tifa tiba-tiba.
"InsyaAllah, Bu."
"Bila ada sosok lelaki yang mendatangi ayahmu dan menurut ayahmu dia lelaki yang baik untuk menjadi suamimu apa engkau ridha?"
"Tifa tidak tahu Bu, yang penting Tifa ingin senantiasa melibatkan Allah dalam prosesnya."
"Tapi kamu mengizinkan ayahmu memilihkan, bukan?"
"Iya, InsyaAllah Ayah tidak akan menjerumuskan anak gadisnya."
"Tentu saja, lihat siapa yang paling disayang."
Tifa menoleh ke arah sang ibu lalu melebarkan senyumnya.
Ya Allah.....
Biarkanlah aku bergantung
Diantara rasa yang memenuhi relung
Mengisi bulir-bulir tudung
Dengan keridhoan yang selama ini Engkau Urung.---
Kediri, 24 September 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Diam Dalam Cinta (end)
Spiritual#diamseries Cover cantik dari @venusyura Mencintai itu hakikatnya memberi tanpa pamrih. Menerima segala takdir yang sudah ditentukan oleh-Nya, bukankah Allah sudah menciptakan manusia secara berpasangan. Maka, setiap orang pasti memiliki jodohnya s...