Sajak Untukmu

10.7K 547 6
                                    

Gesekan dedaunan memberi nada-nada ketenangan diiringi dengan kicauan burung yang terbang ke sana kemari. Langit biru menjadi saksi bisu kala sang mentari bersinar dan menghangatkan.

Secercah cahaya tampak masuk melalui celah-celah jendela, memberi cahaya terang pada kegelapan ruangan. Dengan semangat yang besar tangan-tangan Tifa dengan lincah membelah tirai menjadi dua hingga angin semilir menerpa wajah penuh keceriaan.

"Selamat pagi dunia," sapa Tifa seraya menatap ke arah langit berwarna biru dihiasi dengan awan-awan yang bergumpal.

Tak lupa Tifa menoleh ke arah jajaran pintu kamar yang ada di samping rumahnya, lalu kembali menerbitkan senyum paginya. Setelah puas menikmati rutinitas paginya dia berbalik lalu mendudukkan tubuhku di atas tempat tidur dan menggapai buku yang ada di bawah bantal.

Dengan lincah tangan kanannya mulai menulis kata demi kata yang sudah ingin diledakkan dalam bentuk rangkaian kata penuh makna.

Sajak ini untukmu
Untuk pagimu yang terasa menyenangkan
Membungkus kegelapan dengan secercah cahaya terang
Menebar kehangatan dalam selimut ketenangan

Sajak ini untukmu
Untuk sosok beraura fajar
Yang senantiasa terjaga sebelum sang fajar terlihat nyata
Yang selalu meluangkan waktunya untuk bersujud dalam kesunyian malam.

Tifa membaca ulang yang dia tulis lalu menyimpan buku itu di bawah bantal. Menoleh ke arah jendela lalu dia kembali menatap tas dan buku yang akan dia bawa untuk pergi kuliah.

"Bismillah, siap untuk menuntut ilmu. Wahai malaikat, doakanlah setiap langkahku. Anisatul Latifa akan berangkat menuntut ilmu." Tifa mengatakan itu dengan nada renyah lalu bergegas keluar dari kamarnya.

---

Suasana rumah tampak lenggang, meski memiliki tiga saudara tetapi Tifa berasa anak tunggal di dalam rumahnya. Tifa bukan anak sulung atau bungsu dia adalah kakak bungsu.  Semua saudaranya memilih pendidikan di pesantren sedangkan dirinya anak gadis satu-satunya memilih belajar di pendidikan formil pada umumnya.

Sayup-sayup angin terdengar menggerakkan tirai-tirai di jendela memberi semarak lagi pengiring langkah kaki Tifa. Tifa merapikan jubahnya lalu berjalan menuju dapur kala suara gesekan antara besi terdengar riang.

"Ibu," panggil Tifa dengan nada riang.

"Anak gadis suka teriak. Ingat aurat." Tifa melebarkan senyumnya lalu menjabat tangan ibunya.

"Tifa berangkat," kata Tifa sambil lalu, membuat ibunya hanya bisa mendesah melihat kelakuan anaknya yang tampak seperti anak kecil.

Tifa kembali berhenti kala pintu rumah dibuka, merasakan semilir angin yang menerpa wajahnya lalu kembali mengukir senyum tulus.

"Angin selalu membawa kedamaian tersendiri bagi setiap penikmatnya." Tifa menoleh ke arah pintu yang paling dekat dengan pintu rumahnya lalu melambaikan tangan dan berjalan keluar pekarangan rumah.

Cinta itu indah
Menikmati setiap detik
Meresapi setiap degup
Dan menerbitkan senyum tulus dari hati.

---

Hehehe....
Mumpung ide sedang mengalir...
Hehehe....

Ramaikan komentar yaa....
Nanti bakal saya posting lagi InsyaAllah....

Kediri, 18 September 2018

1. Diam Dalam Cinta (end) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang