15. Perpisahan(?)

693 73 15
                                    

SUARA ujung pantofel yang beradu dengan lantai kayu menginterupsi ruang dengar Jinyoung. Pria yang sedang berdiri di ambang pintu apartemen itu mendongak, ia menatap Sana yang baru saja keluar dari dalam apartemen Nayeon.

Perempuan bertubuh langsing itu tampak lelah dengan mata sembab, pada bagian bawah matanya sudah mulai berkantung dan cenderung gelap. Pukul 2 dini hari sekarang, dan Sana baru saja bangun dari tidurnya karena telepon Jinyoung beberapa menit yang lalu.

"Eotthae?" Jinyoung menurunkan tangan yang semula menyilang didepan dada.

Sana tidak langsung menjawab pertanyaan Jinyoung, sejenak ia menoleh kebelakang kearah apartemen Nayeon. Pada detik berikutnya, barulah ia kembali menghadap Jinyoung.

"Dia sudah tidur" ujar perempuan itu, suaranya sedikit serak akibat bangun dini hari.

Sebelum beranjak, rupanya Jinyoung sempat menyadari sesuatu. Ia mendekatkan wajahnya kearah partner kerjanya itu. Jinyoung berusaha meneliti apa yang aneh dari wajah Sana saat ini.

"Eoh, apa kau menangis?" cetus Jinyoung ketika menyadari mata Sana memerah dengan kantung mata yang sembab.

"Aniyo" tukas Sana cepat.

"Jangan berbohong"

"Tidak. Aku hanya mengantuk saja, lagi pula kenapa kau menelfon dan menyuruhku keluar sepagi ini?" bela Sana.

Sebenarnya Sana memang baru saja menangis, tepatnya ia menangis hingga tertidur. Sisa-sisa tangisan Sana rupanya cepat disadari oleh Jinyoung.

"Kya, berhenti menatapku seperti itu" alih Sana karena merasa gugup ditatap langsung oleh pria idamannya.

Jinyoung mendengus pelan. Ia menjauhkan wajahnya dan memasang wajah datar seperti biasanya. Mungkin Sana sudah terlalu kebal dengan tingkah Jinyoung, sampai-sampai ia sama sekali tidak memprotes perubahan sikap yang sangat drastis dari Jinyoung.

"Jadi apa yang kau inginkan?"

"Aku hanya ingin memastikan apa Nayeon tidur dengan baik"

"Kya, tidak usah berbohong, aku tahu kau merindukannya" ujar Sana dengan hati mencelos, "Dia sudah tidur, masuklah. Aku beri limabelas menit untuk melihatnya"

Jinyoung hanya berdehem pelan, laki-laki bertubuh atletis itu tampak bimbang apakah sebaiknya ia mengambil kesempatan ini atau tidak. Satu hal yang Jinyoung sesali, Nayeon mengurung dirinya selama lima hari terakhir, perempuan itu bahkan tidak segan menyiksa dirinya dengan menangis seharian. Tidak bisa dipungkiri, rasa bersalah menggerogoti benak Jinyoung, ia tidak tahu jika pilihannya akan berujung seperti ini.

"Limabelas menit dimulai dari sekarang, gunakan waktumu sebaik mungkin" Sana menepuk pundak Jinyoung dan berjalan melewatinya. Perempuan cerdas itu kemudian masuk kedalam apartemen Jinyoung dan memilih duduk di sofa ruang tamu. Duduk sembari menunggu limabelas menit yang sangat menyakitkan, menunggu dengan air mata yang seakan tak mau mengering.


••••


KAMAR pribadi Nayeon dipenuhi gulita karena tiada penerangan yang menyinarinya. Perlahan namun pasti, Jinyoung mendekati ranjang yang kini ditiduri oleh Nayeon. Tatapan namja itu konstan mengarah kepada perempuan cantik dihadapannya. Sedikitpun, netra hitam legamnya tidak goyah meski pelupuk mata pria Park itu sudah dipenuhi air.

Sembari berjalan, Jinyoung menyempatkan diri untuk menggulung lengan kemeja putih polos yang masih setia melekat ditubuh atletisnya. Ia juga sedikit mengendurkan tegangan dilehernya dengan melepas kancing paling atas kemeja.

ONE AND ONLY YOU [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang