11 - Senin Pagi

4.2K 659 6
                                    




"Come & Get It" - Selena Gomez


Aku mengatupkan tangan menutupi mulut, mencoba menutupi kuapku tapi percuma saja. Aku bisa mendengar suara Mom menggema di kepalaku: 'Anak cewek nggak boleh menguap sembarangan di depan umum. Malu-maluin!'

Mau bagaimana lagi? Aku mengantuk sekali. Padahal aku sudah tidur seharian sepanjang hari Minggu kemarin. Arini menawarkanku untuk bolos saja - kalian nggak perlu kaget, ini bukan pertama kalinya asisten Mom itu menasihatiku untuk melanggar peraturan. Tapi mana mungkin aku bolos di minggu keduaku sebagai murid baru?

Pak Prasetyo masih berpidato di lapangan. Aku betul-betul tak tahan lagi. Karina beradu pandang denganku dan mengangguk prihatin, aku membalasnya dengan nyengir lebar. Dia membuat gerakan tangan seolah menepuk pundakku.

Wynona sembunyi-sembunyi mengipaskan kipas tangan kecil yang disisipkan di balik blazer-nya, mencoba mengusir panas. Dijemur di tengah lapangan bermandikan cahaya matahari pagi seperti ini merupakan sensasi baru bagiku karena di New York, kami tak pernah apel pagi. Dalam kondisi tak mengantuk sih aku nggak bakalan keberatan. Tapi kalau hari ini, sumpah aku nyerah. Pak Prasetyo, ya ampun, bisa dipercepat  nggak sih pidatonya?

Meredith mencolekku dan mengedik ke arah Pak Gino yang berdiri di barisan para guru di belakang podium. Si monster berdiri kaku di samping Bu Olena, wajahnya datar tanpa ekspresi. Cahaya matahari terpantul nyaris sempurnya di kepalanya yang botak, sehingga tampak berkilat-kilat seperti bola kristal raksasa. Mudah-mudahan mata Bu Olena nggak terbakar kena pantulannya.

"Sejauh ini kayaknya aman," bisikku.

"Dia nggak punya hak buat marah," kata Meredith sambil merendahkan kepalanya sedikit. "Kita mengumpulkan semua tugas-tugas itu tepat waktu. Kerja bagus, Jen."

"Bukan cuma gue, kok. Kita kan mengerjakannya bareng-bareng," kataku merendah. Memang betul, kami keroyokan mengerjakan semua PR itu. "Omong-omong, si Carl juga ngebantuin lho."

"Si orang Inggris?" Tara ikutan nimbrung, rupanya menguping obrolan kami.

"Iya..." kataku. "Dia menawarkan diri dengan sukarela."

"Terus nggak lo tolak?"

"Lho, kenapa harus gue tolak?"

"Sebentar," kata Meredith, kali ini tak repot-repot berbisik. "Jadi dia juga ikutan?"

Aku mengangguk, merasa risih dengan penekanan Meredith pada kata 'dia'. "Kita mengoreksinya sama-sama."

"Di rumah lo?"

"Di rumah gue."

Meredith dan Tara saling pandang, lalu tersedak menahan tawa.

"Kita nggak ngapa-ngapain, kok," lanjutku. Aku tak mau Tara dan Meredith berpikiran macam-macam. "Kita cuma mengoreksi sampai subuh. Selesai sarapan, gue minta supir gue buat mengantar Carl pulang."

"Ngapa-ngapain sampai subuh?" celetuk Iswara tiba-tiba. Aku mencelos. Emma juga ikutan menoleh, jelas-jelas menyimak obrolan kami. Wynona bergerak-gerak gelisah sambil mencuri pandang.

Akhirnya aku memberitahu mereka kalau Carl juga ikut gotong-royong mengerjakan PR Kimia sekelas.

Billy berdesis menyuruh kami diam, tapi tak ada yang mengacuhkannya karena apel pagi sudah selesai. Teman-teman cewekku menatapku keheranan lalu mulai berebut menanyaiku.

"Si orang Inggris menawarkan apa?"

"Lo bilang tadi dia ikut mengoreksi esai kita?"

THE NEW GIRL [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang