Ada dua hal yang bikin aku nggak suka dengan hari Senin.
Pertama, apel pagi selalu lebih lama dari biasanya karena ada upacara bendera. Ditambah sesi pemberian "wejangan" soal Casa Poca tadi dari Pak Prasetyo, apel yang biasanya hanya berlangsung lima belas menit molor jadi satu jam.
Kedua, kelas Kimia sehabis jam istirahat.
Belakangan konsentrasiku sedang terpusat pada Carl dan The Queens sehingga aku kurang memperhatikan Pak Gino. Dia masih meneror anak-anak di kelas Kimia dengan tak kenal lelah dan menghukum siapapun yang bisa dihukumnya. Hubungannya denganku juga tidak membaik. Sejak insiden flash disk waktu itu, si monster selalu berpura-pura seolah aku nggak ada setiap kali kelas Kimia.
"Hari ini kita belajar apa, ya?" tanya Karina dalam perjalanan menuju Lab IPA.
"Harusnya tentang larutan elektrolit," jawab Meredith lancar. "Tapi si monster udah menyuruh kita bikin ringkasan sampai bab terakhir semester ini tentang rantai karbon."
"Dia nggak menyinggung soal PR kita waktu itu, ya?" tanya Reo. Belakangan Reo sering sekali jalan bersama kami dan aku senang karena Reo termasuk orang yang nggak anti sama Carl. Meski ini artinya sekarang ada dua kerumunan yang selalu mengikuti kami: pertama anak-anak yang masih kepo denganku, dan kedua batalion penggemarnya Reo.
"Mungkin dia lupa," seloroh Tara cuek.
Di belakangku, Carl mengeluh. Dia memang nggak suka Kimia. Aku menoleh padanya dan tersenyum memberi semangat. Dia mengedik kepadaku dan membuang nafas dengan berat.
"Kira-kira PR kita itu dinilai nggak ya sama dia?" lanjut Karina lagi. "Gue penasaran."
"Dia memberi kita PR sebanyak itu sebenarnya bukan supaya kita belajar," kataku. "Tapi karena dia mau menghukum kita."
"Menghukum siapa, Darmawan?"
Suara yang dingin dan mencekam itu muncul dari belakang punggungku. Bulu tengkukku langsung berdiri tegak tapi aku terlambat bergerak. Karina berbalik dan merintih ngeri. Reo melompat kaget dan menjatuhkan buku-bukunya. Tara dan Meredith merapat ke tembok, raut wajah mereka ketakutan.
"Umm, bukan siapa-siapa, pak..."
Sosok jangkung dan botak Pak Gino yang mirip burung pemakan bangkai berdiri di belakangku. Dia mencondongkan tubuhnya ke arahku dan mengernyit, seolah aku segunduk kotoran busuk.
"Saya tadi dengar kamu bilang sesuatu soal menghukum," kata Pak Gino dengan suaranya yang diseret-seret. "Saya tanya sekali lagi: siapa yang mau dihukum, Darmawan?"
"Bukan siapa-siapa, pak," ulangku. Kuberanikan menatap mata Pak Gino yang merah dan kecil.
Pak Gino memicing tidak puas mendengar jawabanku. Dia berdecak meremehkan dan melangkah melewati kami.
"Kalau saya tiba duluan di lab," katanya mengancam. "Berarti kalian semua terlambat."
Mendengar itu, kami semua langsung berlari tergesa-gesa menuju lab. Aku sudah pernah terlambat sekali, dan aku nggak mau terlambat lagi. Itu sama saja membiarkan Pak Gino menghukumku lagi.
Kami sampai di Lab IPA nomor tujuh dan langsung mengambil tempat masing-masing. Berbeda dengan ruang kelas di mana setiap murid punya meja dan kursi sendiri, di dalam lab, tiga siswa harus berbagi satu meja. Aku, Tara dan Meredith dapat meja nomor tiga, tepat di belakang Karina, Azka dan Hanna. Di meja sebelahku, Reo, Carl dan Billy berbagi satu meja.
Pak Gino masuk ke dalam lab dan membanting pintunya dengan keras.
"Selamat siang," katanya dingin. Dia menyalakan komputer di mejanya dan menatapku. Tatapannya seolah menantangku untuk merusak komputernya lagi. "Hari ini kita akan belajar tentang Stoikiometri. Tapi karena kalian sudah membuat rangkuman sampai bab terakhir tentang rantai karbon, saya rasa saya tidak perlu menjelaskan lagi soal materi itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE NEW GIRL [SELESAI]
FantasiAku kaget sekali karena sekolah baruku adalah sekolah untuk pengendali, sebutan untuk anak-anak berkekuatan super! Misalnya nih si Tara, cewek yang duduk di sebelahku. Dia bisa mengendalikan waktu. Terus ada Reo, cowok cakep yang tampangnya mirip ar...