♫ "When The Party's Over" - Billie Eilish ♫
Aku melirik Tara. Bahunya terkulai, kepalanya tertunduk. Hanya dalam lima menit sejak kami masuk ke ruangan ini, Tara kelihatan seolah bertambah umur seratus tahun. Bukannya aku bercanda. Tara benar-benar kelihatan menua mendadak. Dan enggak, kayaknya dia nggak lagi pakai pengendalian waktu miliknya.
Waktu terasa berhenti di ruang kerja Pak Gino. Ada sebuah jam dinding di situ dan tak ada yang berbicara sehingga suasana jadi sangat senyap, tapi aku tak bisa mendengar detaknya.
Meredith meremas-remas tangan sambil tertunduk. Kami belum ngobrol sepatah katapun sejak masuk ke ruang kerja Pak Gino. Kantor si monster itu lumayan luas dan nyaris tanpa perabot, hanya ada meja kerja dan sebuah rak berisi buku-buku Kimia. Ruangan itu juga sangat bersih, malah menurutku kebangetan bersihnya seakan-akan Pak Gino punya pembantu kasat mata yang selalu bersih-bersih buat memastikan nggak ada setitik debupun yang jatuh di lantai.
"Bukannya seharusnya kita dipanggil Pak Amir, ya?" kata Meredith tiba-tiba.
"Pak Amir?" tanyaku. "Siapa tuh?"
"Guru BK," jawab Tara lemah.
Ada suara-suara dari balik koridor.
"Tapi itu tak cukup, Pak Gino. Kan bisa jadi siapa saja..."
"Anda nggak bisa pura-pura mengelak itu bukan mereka, Bu Olena..."
Pintu ruangan menjeblak terbuka. Pak Gino meluncur masuk sambil masih memegangi iPad seolah itu sebongkah emas. Di belakang si monster ada Bu Olena, wajahnya datar tanpa ekspresi. Sang wali kelas itu sama sekali nggak memandang kami.
Oke. Ini sih gawat...
"Saat ini jeruk-jeruk itu sudah tak ada," kata Bu Olena tegas, rupanya masih menyambung obrolannya dengan Pak Gino barusan. "Jadi saya merasa masalah ini nggak perlu dibesar-besarkan. Seperti yang bapak dan saya tahu, Meredith bukanlah satu-satunya pengendali tanaman di sekolah ini. Menurut saya, itu bisa ulah siapa saja. Selain itu, mungkin saja video itu diedit, ditambahkan special effect dan lain sebagainya. Gampang saja menambahkan efek seperti itu, pakai TikTok atau stiker Instagram juga bisa..."
Pak Gino menarik napas dalam-dalam. Gigi taringnya mencuat.
"Bukan jeruk-jeruk itu yang jadi soal, Bu Olena," katanya, sengaja terdengar bermanis-manis. "Yang saya permasalahkan adalah, apa yang dilakukan tiga siswi SMA Cahaya Bangsa di tempat semacam Bellagio pada malam Minggu? Saya rasa itu bukan tempat nongkong yang umum buat anak-anak seumuran mereka."
Aku bisa melihat betis Bu Olena yang berdiri di sebelahku menegang, tapi aku masih nggak berani menatap wali kelas kami itu maupun Pak Gino.
Bu Olena berdecak. "Kalau begitu kenapa bapak nggak tanya saja mereka bertiga?"
"Mereka nggak mengaku."
"Mungkin karena mereka memang nggak pergi ke tempat itu."
BRAAAK!
Pak Gino menggebrak meja kerjanya dan membanting iPad itu tepat di depan kami bertiga. "Lexus ini..." Jarinya yang melengkung seperti cakar menunjuk mobilku yang diparkir di depan kelab, tepat saat jeruk-jeruk raksasa mulai menyeruak keluar dari pintu kelab. "Adalah seri Lexus LFA, mobil jenis baru yang belum dipasarkan di Indonesia. Harganya tujuh setengah milyar. Bagaimana mungkin mobil yang belum muncul di pasaran bisa tiba-tiba ada di depan sebuah kelab di Jakarta Selatan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE NEW GIRL [SELESAI]
FantasyAku kaget sekali karena sekolah baruku adalah sekolah untuk pengendali, sebutan untuk anak-anak berkekuatan super! Misalnya nih si Tara, cewek yang duduk di sebelahku. Dia bisa mengendalikan waktu. Terus ada Reo, cowok cakep yang tampangnya mirip ar...