8. KMB | Psikopat Gila!

257K 10.4K 548
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Tommy memarkirkan motor di depan sebuah halaman yang gerbang satu sisinya terbuka. Wajahnya diselimuti aura dingin tak bersahabat. Mata abu-abunya tak sehangat seperti yang biasa terlihat. Ekspresinya saat ini jauh dari kata lembut dan jenaka. Tommy marah besar dan Clara telah membangunkan emosinya.

"Den Tommy ..."

Langkah Tommy terhenti karena Karman mencegahnya untuk memasuki rumah.

"Gue sudah bayar bapak tiga kali lipat." Ucap Tommy dengan nada mengingatkan, lalu didorongnya tubuh pria paruh baya itu dengan sedikit kasar, "Minggir."

Dorongan keras itu membuat Karman terdorong menabrak dinding.

Tommy memiringkan kepala hanya untuk melihat bahwa Karman telah belajar atas kesalahannya barusan.

Tommy menginjakkan kakinya masuk seolah rumah itu adalah miliknya sendiri. Dan itu memang bukan sepenuhnya sebagai keegoisan Tommy semata, karena rumah yang ditempati keluarga D'Angelou saat ini memang milik keluarga Algasio.

Bagiamana bisa?

Semua itu terjadi karena Reymond D'Angelou, ayah Clara hanya menyewa perumahan elitnya secara berkala. Perumahan dengan luas hampir mencapai puluhan ribu hektar yang kemudian dijadikan aset oleh kedua orang tua Tommy—Sasha Algasio dan Samudra Romero Gunawan—dibangun sebagai perumahan mewah, yang tak kalah megah seperti Wastu.

Tommy melihat ke setiap sudut ruangan, dan semuanya terasa sama seperti beberapa tahun yang lalu.

Tommy kemudian naik ke atas, melewati anak tangga satu persatu.

"Clara." Tommy menggeram sambil menyebut nama target buruannya.

Tommy tiba-tiba teringat bahwa beberapa saat lalu ia hampir saja membuat kelas Clara hancur.

Dua puluh menit yang lalu.

BRUK!

Tommy menendang meja seorang gadis. Minuman yang sempat gadis itu teguk dari sebuah botol minuman berlogo teh pucuk menyembur hingga mengenai wajah gadis bermake up tebal yang tengah memandangi Tommy dengan terpesona.

"Clara mana?!"

"I-itu ... Cla ... ra ada ..." Tiara terkejut dengan mata mengerjap gugup.

"Gagu lu? Gue tanya, mana Clara?"

Tiara mengelap bibirnya tanpa anggun sambil memberikan cengiran kecil, "Clara sudah pulang, Tom."

"Sialan." Tommy mengumpat. Beraninya Clara membohonginya.

Tommy kian mempercepat langkah kaki. Setelah berada di lantai dua, matanya terarah langsung ke arah pintu warna putih.

Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Tommy memutar gagang pintu lalu membukanya dengan satu dorongan penuh.

Kemarahan yang telah sampai di puncak ubun-ubun berubah drastis. Bibir yang semula berkedut tegang, kini mulai rileks membentuk sebuah seringai tipis.

"Suitt ... Suitttt ..."

Tommy bersiul melihat pemandangan indah yang mengalahkan keindahan alam di dunia.

***

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAA!"

Clara menjerit saat matanya menangkap sosok tinggi yang menjadi psikopat cabulnya selama ini telah berdiri tepat di depan pintu kamarnya.

Laki-laki itu bersiul sambil menyandarkan tubuhnya di depan pintu.

Clara buru-buru melilitkan tubuhnya yang hanya memakai bra dan celana dalam serupa warna kulit dengan selimut.

"To ... Tommy ... keluar dari kamar Clara sekarang! Keluar!" Clara berteriak histeris bersamaan dengan ditutupnya pintu kamar oleh Tommy.

"Wow, jadi lo pulang lebih cepat cuma mau bikin kejutan sama gue, Baby?" Tommy kembali bersiul sambil mengunci pintu kamar Clara, lalu memasukkan kuncinya ke dalam saku celana.

"Tommy, kamu mau ap-KYAAAAAAAAAAA!" Clara mundur dan hampir terjatuh dari atas tempat tidur jika saja Tommy tidak menangkap kaki dan menariknya kembali ke atas hingga kini berada di bawah Tommy yang baru saja menindih tubuhnya. Clara sekali lagi dibuat menjerit oleh Tommy.

"Tommy, jangan!" Clara bergerak ke segala arah, mencari celah kosong agar bisa keluar dari jeratan Tommy.

"Selow, Baby. Gue cuma mau ngajakin lo main." Tommy merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah benda yang terasa tidak asing di mata Clara. Sebuah benda yang dulu pernah Tommy sodorkan kepadanya, namun Clara tolak mentah-mentah.

"Tommy, jangan ... Clara nggak mau! Ki-kita masih sekolah ..."

"Never mind, baby. Keep enjoy and fun."

Tommy menarik selimut yang melilit pada tubuh Clara. Lalu membuangnya dengan kasar.

"Ini akan menjadi surga untuk kita, Baby."

Clara terpaku, dan baru kali ini ia menyadari satu hal.

Tommy memang sudah gila sejak lahir!

---

Cerita ini sudah lengkap di PlayStore yaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.
.
Cerita ini sudah lengkap di PlayStore yaa...

Kiss Me, Baby! : Let's Married! / Session 1 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang