Alanza termangu, berdiri tanpa ada perkataan lain dari dokter berwajah tampan itu. Ruangan kembali sunyi, hanya berteman mesin-mesin yang tak ia ketahui bernama apa, yang pasti itu berguna menyambung hidupnya. Ia terduduk lagi, samar terdengar di telinganya orang berteriak, berkata tak jelas di telinganya kemudian sunyi lagi. Langkah-langkah sepatu terkadang terdengar mendekat, tapi ketika ia mendongak, tak ada siapapun yang datang ke ruangan nomer sebelas.
Dokter yang berkata jika isterinya yang akan datang pun Ia sangsikan. Tak ada siapapun yang datang kecuali perawat yang mengecek perkembangan raganya. Alanza melangkah ke luar, malam itu adalah malam yang basah karena selepas hujan. Bagaimana bisa Ia tahu? Mudah saja, karena aroma selepas hujan tercium. Ia terus melangkah ke ujung lorong berada, dari sanalah aroma sida hujan berembus.
"Tolong! Tolong jauhkan pria ini dariku! Aku enggak mau ikut! Aku masih mau hidup!!" teriakan suara wanita mengagetkan Alanza.
Alanza mendekati pintu sebuah ruangan, ada celah yang dilapisi kaca tembus pandang yang bening. Ia mengintip dari sana, melihat ada seorang pria berjas hitam memegangi tangan seorang wanita bertubuh gemuk yang memberontak.
"Kau takut menghadapi keburukan dan kebaikanmu sendiri? Lucu." Suara pria menyahutinya.
"Tidak! Kau tidak bisa membawaku pergi! Aku tidak mau mati!"
Alanza membuka pintu itu reflek tapi dia justru masuk ke dalam ruangan dengan mudah tanpa hambatan, kemudian menoleh menatap horor. Pria dan wanita di dalam ruangan itu pun menoleh bersamaan. Seolah tak ingin pekerjaannya terhambat oleh sesuatu yang bukan urusannya, pria itu tetap melanjutkan apa yang telah dilakukannya sejak tadi.
"Ayo!!'"
"Nona! Nona tolong aku! Dia mau bawa aku pergi, tolong aku!!" seru wanita itu menghempaskan tangannya yang ditahan ke udara.
"Apa yang kaulakukan??"
Wanita itu berlari ke Alanza yang berdiri di depan pintu, bersembunyi dari sosok pria berwajah sangar di sisi lain ruangan.
"Kau siapa? Dia siapa?" tanya Alanza yang ikut panik.
"Dia orang jahat, ayo bawa aku pergi dari sini!" Wanita itu beringsut di belakang Alanza.
Alanza menoleh ke sisi belakang, wanita berpendar itu mempunyai wajah sedikit berkabut, lingkar matanya hitam dan kukunya berwarna ungu cerah. Belum jua Alanza mundur, pria itu sudah tampak di depan wajahnya.
Pria berwajah bersih itu memajukan wajahnya hingga Alanza otomatis memundurkan wajahnya, "kau jangan ikut campur, Nona Roh Sok Dermawan."
Alanza hanya bisa melotot dan bekedip, anting di sela hidungnya melekat di bawah hidungnya. "Aku tidak ikut campur, hanya bertanya apa yang terjadi?"
Pria itu menyelaraskan tubuhnya kembali, kemudian menarik tangan wanita itu erat dan berdiri di depan Alanza tepat.
"Kaupikir apa tugas malaikat maut? Menjemput penumpang seperti dia. Manusia penuh dosa dan manipulator tidak bersertifikat." Pria itu mencengkeram dagu wanita itu dengan terlebih dahulu memegangi kedua tanganya ke belakang.
Alanza menatap lelaki itu dan pada wanita di depannya, "Ohh, kau malaikat maut rupanya. Aku dulunya meragukan kau ada, ternyata benar ada."
"Dasar roh sok polos."
"Tidak, tidak kau mau bawa aku ke mana?" Wanita itu memberontak lagi.
"Ke tempat seharusnya kau ada." Lelaki itu menghilang membawa wanita gendut pergi.
Alanza yang melangkah ingin ikut pun terhenti, sosok itu muncul dan menatap tajam Alanza. "Pergilah, temui urusanmu. Jangan jadi arwah pengganggu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Whiffler [END]
Romance21+ | Update Sebisanya | Terhubung dengan Equanimous #3 "If distance is what I have to overcome to be with you, then give me a map. I am going to find you." Erchilla hanyalah gadis kecil yang berpikir sederhana, polos dna ceria. Tetapi, di balik kec...