Tersenyum Usil | 2

20.7K 1.2K 194
                                        

Erhilla tertidur setelah menangis di perjalanan pulang. Ia merengek tak mau kembali ke restoran dan meminta pulang. Micha mau tak mau menuruti keinginan puterinya, tak mau melihatnya sedih lagi dan tak sengaja meninggalkan Nora di restoran menunggunya.

"Kamu tahu 'kan aku nungguin kamu di sini, tapi kamu malah enggak kembali-kembali!" Nora di seberang telepon mengungkap kekesalannya.

"Aku harus bawa Chilla pulang, dia nangis katanya ketemu wanita yang mirip dengan mamanya, wanita yang kufoto dan kusebut jika itu mamanya." Micha mengendurkan dasinya, melirik ke arah Chilla yang telah terlelap.

"Harusnya kamu bilang, jika mamanya sudah meninggal, Micha. Dia sudah berusia tujuh tahun, dan harusnya dia paham soal itu."

"Jangan bilang kamu yang memberitahunya jika mamanya meninggal?" tuduh Micha.

"Aku tidak bilang apapun."

"Chilla berkata tadi jika kamu berkata mama Chilla sudah meninggal," jelas Micha.

"E, begini, Sayang. Kebenaran itu harusnya diungkapkan. Toh dia udah besar 'kan?"

"Kamu lancang mengatakannya. Aku tidak suka." Micha memutus sambungan teleponnya.

Micha memasukkan ponsel ke sakunya dan mengelus rambut halus Chilla, gadis kecilnya menjadi sedih dan terus memikirkan wanita yang ada di foto. Micha yakin itu hanyalah keinginan terpendam seorang anak yang merindukan mamanya, hingga berhalusinasi jika melihat mamanya di mall.

"Naafkan papa, Chilla. Belum jadi orangtua yang baik untukmu," kata Micha tersenyum masam.

Nora di seberang telepon berdecak kesal. Makan malamnya dengan Micha berakhir tak sesuai ekspektasinya. Ia mengeluarkan isi dompetnya beberapa lembar dan meninggalkan meja makan restoran daging itu. Nora tak menyukai ide Micha untuk mengajak Chilla ikut, karena jelasakan berakhir buruk.

"Harusnya aku singkirkan gadis kecil Micha! Bagaimana bisa pria setampan Micha punya anak sebandel Chilla!" Nora mengomel sambil melangkah menuruni tangga.

Belum jua sampai di anak tangga terakhir, kaki Nora terpeleset sehingga jatuh, pantatnya beberapa kali menyentuh anak tangga hingga akhir, sungguh itu bukan sesuatu hal yang diinginkan Nora yang lain. Ia berdecak kesal meski dibantu oleh pelayan Kasava, matanya melihat kuncir permen yang dikenalinya, itu pemicu dirinya terjatuh. Nora menatap garang siapapun yang tertawa akan kesialannya dan berbalik memeriksa tangga, bagaimana bisa dirinya terjatuh begitu memalukan.

"Anda terpeleset karena ini, mungkin Bu. Anda tidak apa-apa?" tanya pelayan Kasava yang khawatir padanya.

Nora menggenggam erat kuncir rambut permen berwarna oranye itu. Berbalik memberikan senyumnya yang palsu.

"Tidak, aku tidak apa." Nora mengulum senyumnya sambil melirik pelanggan Kasava di lantai satu yang menertawakannya tadi. "Apa lihat-lihat! Lucu ya?"

Pelanggan Kasava yang melihat kejadian memalukan Nora pun mengulum senyum, berpura-pura tak melihatnya, ketika Nora pergi mereka tertawa bersama. Nora keluar dari Kasava seolah tak terjadi apa-apa, tapi ketika sudah di luar restoran daging itu, ia mengelus pantatnya yang ngilu. Berdecak sebal karena dua kasus yang tak jauh beda.

Pertama, Chilla membuat makan malam minggunya berantakan. Kedua, Chilla membuatnya jatuh memalukan di tangga Kasava. Nora meremas kuncir karet dan ada hiasan permen oranye, itu adalah kuncir milik Chilla, puteri tunggal seorang pemilik Benecio. Nora melempar kuncir itu di lantai karena gemasdan jengkel. Tapi, ketika langkahnya yang tertatih mendekat, ia memungutnya lagi.

"Kuman harusnya pergi ketika dibersihkan, tapi dia justru menempel seperti perangko! Kenapa tidak menyusul saja mamanya ke neraka?"

Nora merasakan pantatnya seperti mau patah, tapi harus dibawa berjalan ke luar Marisa dan menelepon taksi. Micha yang harusnya mengantarnya pulang, justru meninggalkannya. Pengunjung Marisa Mall yang melihat Nora berjalan tertatih hanya bisa berbisik-bisik dan sebagian besar mengabaikannya.

Whiffler [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang