Fantasy Gila 2 | 9

14K 770 109
                                        

Gadis itu terbebas dari jerat tali tampar yang membatasi gerakannya selama beberapa hari. Seluruh raganya ngilu bukan main, terutama bagian intimnya yang dihujam sepuas nafsu Dathan beberapa menit ke belakang. Pria yang masih di dalam kamar mandi itu terdengar bernyanyi-nyanyi sambil mencukur semua bulu di wajahnya yang tumbuh liar, merasa puas sekali nafsunya tersalurkan kemudian keluar hanya memakai handuk saja mendekatinya.

Dathan merunduk, menyentuh kulit gadis itu yang berlendir, "kau terliat seksi sekali."

Dathan menarik lengan gadis itu hingga terlentang, melihat sisa nafsunya. Gadis itu menangis dan menatap Dathan tanpa busana selama berhari-hari ke belakang. Dathan melepas handuknya, membungkus gadis itu bangkit dari sofa ke kamar mandi. Dathan merendam gadis cantik itu di bak dan menggosok tubuhnya sampai bersih.

"Ssstt, jangan menangis lagi, Tansy." Dathan berbisik di depan si gadis ketika mengusap tubuhnya.

Tansy mengikuti dagunya yang dinaikkan Dathan dan berkata tanpa suara, "kembalikan suaraku, Dathan."

"Kau mau aku kembalikan suaramu, hmm? Apa kau bisa tepati janjimu enggak akan kabur lagi?" tanya Dathan pada Tansy.

Tansy mengangguk pelan, rasanya tak ada tenaga untuknya lari lagi dari sisi Dathan. Bukan menyerah, tapi menunggu ada keajaiban datang padanya karena berusaha lari darinya berkali-kali selalu bisa ditemukan dengan mudah dan mendapatkan hukuman yang bermacam-macam, salah satunya diikat tak manusiawi di atas sofa tadi. Tansy merasakan tubuhnya makin lemas dan tak bisa bernapas lega ketika Dathan mencengkeram erat lehernya. Tangannya menggapai-gapai menahan tangan Dathan agar tak meremas mematahkan lehernya.

"S-ssakit...." rintih Tansy dengan suaranya yang kembali.

Dathan tertawa kecil dan meraup wajah Tansy dengan gugup, "aku suka suaramu, apalagi saat mendesah, seperti alunan biola di telingaku."

Dathan menarik kedua tangan Tansy ke belakang dengan satu tangannya, kemudian menjilat gundukan ganda di dada Tansy. Gadis itu menengadah karena dijambak dari belakang, menelan salivanya susah dan mengerang karena ujung dadanya digigit dan dimainkan.

"Huh, aku suka suaramu mendesah karenaku. Aku suka, suaramu, kecantikan dan aroma tubuhmu sama sepertinya, sama." Dathan menarik lengan Tansy keluar dari bak mandi, membalut tubuh seksi itu ke luar dari kamar mandi.

Ia mendudukkan gadis itu di ujung ranjang dan mencari pakaian wanita yang ada di dalam tas karton. Ia tersenyum lebar ketika mendapatkan gaun merah yang sama seperti dipakai Alanza kenakan. Dathan mengenakan gaun itu pada tubuh Tansy, sangat cocok dan cantik seperti Alanza. Hanya saja tubuh Tansy lebih kurus daripada Alanza, itu membuat Dathan muram.

"Kau jarang makan huh, kenapa kurus sekali??" Dathan memeriksa tubuh Tansy yang memang kurus tak sesintal saat dulu membawanya ke mari.

"Kau lupa tidak memberiku makanan," lirih Tansy pada Dathan.

Dathan menatap ke arah Tansy dengan mata tajam merengkuh dagu gadis itu. "Kau benar, aku membiarkanmu di sana beberapa hari."

Tansy menunduk, kehidupannya dulu baik-baik sja sebelum bertemu dengan Dathan, tapi sejak malam itu hidupnya berubah. Tansy yang berjalan pulang dari tempat kerjanya diculik oleh Dathan, membawanya ke sini dan dibuat bisu entah bagaimana caranya, menerima paksaan untuk berhubungan intim yang bertubi-tubi hingga saat ini. Perhatiannya teralihkan pada pria yang tengah menelepon seseorang, entah siapa.

"Sebentar, sebentar lagi makanan datang, makanlah sepuasmu." Dathan merengkuh dagu Tansy, mengecup bibir dan pipinya bergantian.

Tansy mengangguk, ingin sekali meneriakkan kata-kata kasarnya pada Dathan mengapa melakukan hal kasar padanya selama ini. Tapi, Tansy tak ingin dibisukan lagi oleh pria itu, hanya duduk dan menunggu apa yang akan dikatakan Dathan. Lelaki itu beranjak keluar dari kamar, membuka pintu rumah sewanya.

Whiffler [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang