Ngawur | 25

7.6K 795 55
                                    

Erchilla menahan langkah Alanza dengan memegangi ujung pakaiannya. "Aku Erchilla, Tante. Masa enggak ingat?"

Alanza menoleh, "Enggak."

"Kalau gitu biar Chilla bantu ingat ya?" tawar Chilla yang langsung menggandeng tangan Alanza.

"Tapi sungguh tante enggak ingat apapun, yakin enggak kenal kamu." Alanza menatap Chilla dengan kening mengerut.

"Chilla, sudah belinya? Kok lama," kata seorang wanita tua masuk dan mendekati Erchilla dan Alanza.

"Iya, ini loh lagi sama tante cantik, dia ini-"

"Pacarnya papamu ya? Kenalin, mama mertuanya Micha, e, mantan. Soalnya anak mama sudah meninggal, tapi masih anggap Micha anak sendiri." Nenek Erchilla mengulurkan tangannya, tapi karena Alanza lama menyambutnya, jadilah nenek Chilla mengapit lengan Alanza.

Alanza menatap Erchilla meminta penjelasan, tapi gadis kecil itu hanya mengangkat bahu dan mengikutinya dari belakang. Alanza tak enak dengan ibu-ibu seusia mamanya-jika hidup, jika menolak ajakannya keluar minimarket, apalagi ibu itu membicarakan anak menantunya begitu semangat.

"Micha itu siapa? Saya tidak kenal, juga dengan Erchilla." Alanza menyetop perkataan nenek Chilla.

Nenek Chilla berhenti berjalan menatap Alanza, "Mama ngerti kamu sedikit malu ya punya pacar seperti Micha, tapi dia cukup keren dan enggak malu-maluin kok, meski kadang sedikit perlu diarahkan."

"Saya sungguh tidak kenal dia, Bu." Alanza melepaskan lengannya dari dekapan Nenek Ash. "Maaf, saya harus pulang."

"Tante, inget enggak Tante tuh suka bagiin balon sama Chilla di Marisa Mall! Tante, Tantee!" Chilla meengikuti Alanza pergi, hingga akhirnya tak bisa lagi mengikutinya. "Tante... Chilla jangan dilupain, Chilla suka tante."

Ash merasa sedih dengan Chilla, dia begitu sedih karena wanita cantik itu tak mau mengingatnya. Ash mendekati Chilla yang tertunduk sedih, memeluknya dan mengajaknya pulang. Ash harus melalukan sesuatu, Ia lantas menggandeng Chilla ke mobil dan mengikuti ke mana Alanza pergi. Ash melihat Alanza masuk ke sebuah gedung rumah sewa, kemudian memarkirkan mobilnya di parkiran dan bertanya pada wanita yang tengah menjemur pakaian di halaman.

"Mbak, mau tanya ya," kata Ash mendekat. "Liat wanita cantik tadi, e Alanza namanya itu rumahnya nomer berapa ya?"

"Oh, yang barusan lewat tadi? Mbak Alanza ada di lantai dua nomer 29." Wanita itu menjelaskan sambil memeras pakaian yang akan dijemurnya.

"Terima kasih ya, Mbak. Ayo, Chilla!" seru Ash semangat. "Nenekmu ini aja bisa temuin dia, papamu itu kurang usahanya!"

"Nenek terbaik deh! Ayo, Nek!" Erchilla girang meniti tangga bersama neneknya.

Ash dan Erchilla mencari pintu bernomer dua puluh sembilan, kemudian mengetuknya ketika menemukannya. Alanza yang menata belanjaannya di dapur menengok ke pintunya, siapa gerangan yang bertamu di rumahnya siang seperti ini? Ia berpikir jika itu adalah Alfian, pun segera keluar.

"Alfian!" seru Alanza dengan senyum merekah, tapi senyumnya mengendur dan berganti dengan kekagetan menatap siapa tamunya.

"Haloo, Tante!" seru Chilla melambaikan tangannya dengan senyum merekah. "Ternyata Tante Cantik tinggal di sini."

"Enggak disuruh masuk nih?" tanya Ash mengusap peluhnya.

Alanza termangu, "E, silakan ma...suk."

Ash dan Chilla menyerobot masuk meski Alanza belum selesai mempersilakan mereka masuk. Ash mengambil duduk di sofa dekat pintu dan Chilla di sampingnya, Ia melihat-lihat keadaan rumah Alanza. Alanza duduk di seberang sofa dan menatap kedua tamunya heran.

Whiffler [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang