Alanza berlari menembus pintu yang pada awalnya akan menghentikannya, setelah di luar turun ke lantai satu dengan muka memerah. Micha keluar dari kamar mandi menoleh ke sekitar dulu, baru membawa masuk boneka seksnya dari kamar mandi. Micha duduk di tepian ranjang, menatap boneka seks yang tergeletak di atas ranjang. Micha merenggut rambutnya, ada perasaan sedikit menyesal dan konyol karena tak lagi bisa menahan gejolak yang telah lama dipendamnya. Konyol karena Ia melampiaskannya pada benda mati yang seseksi seorang wanita.
"Kalau ada yang tahu pasti aku ditertawakan sampai mati. Mau gimana lagi, aku tidak mau benihku dibuang ke sembarang wanita." Micha menoleh ke meja samping ranjang, ponselnya bergetar.
Nama Nora tertera di sana, masih saja berusaha menghubunginya meski sering sekali Ia abaikan. Nora bukanlah wanita yang menyerah begitu saja, tapi sungguh dia wanita yang berambisi, akan berusaha sampai mendapatkan. Micha masih mengabaikan Nora, memilih berbaring dan menyerah pada malam. Di luar Alanza menunggu dan menunggu, tak mau kembali dan masih menemukan boneka itu dipakai berbuat sesuatu oleh Micha.
"Itu sosis beneran bikin halu, masa iya dia mainan boneka sambil... oh my, my, kepalaku dipenuhi pikiran yang iya-iya!" Alanza masih berkutat dengan pikirannya.
Alanza memilih menunggu sampai malam benar-benar larut sambil bernyanyi lagu yang tak dikenalinya. Ia memberanikan diri untuk melangkah ke kamar utama rumah itu, berharap banyak jika pemiliknya benar telah tertidur. Kepalanya masuk ke pintu melihat ke dalam dengan mata tertutup, kemudian membuka mata pelan-pelan.
Alanza membuka mata dan mengendurkan urat wajahnya. Kamar utama itu redup, suara dengkuran halus terdengar di ranjang dan ia melihat raga bonekanya di sana, di sisi tubuh pria yang sudah memberikan tontonan mesum padanya. Alanza melangkah masuk dan berjinjit seolah ia sungguh manusia yang tengah masuk ke kamar dengan mengendap-endap.
"Duh, bonekanya ditindihin papa Chilla lagi," kata Alanza bingung.
Alanza menyentuh kaki Micha, tapi tangannya menembus kaki itu. Bukan memindahkan ke samping dan bisa mengambil boneka itu dari balik tubuhnya. Alanza galau lagi, bagaimana bisa kembali ke raga sementaranya jika seperti ini. Ia mencari akal, perlahan duduk dan masuk ke boneka Alanza dan menyatu. Tangan boneka itu bergerak perlahan, matanya mengerjab dan napasnya naik turun teratur, hidup!
Alanza menoleh ke pahanya yang ditindihi dengan kaki Micha, kakinya berat tapi harus dipindahkannya perlahan. Kaki lelaki duda itu berhasil dipindahkan, tubuhnya bebas dan bangkit dari ranjang. Tubuh sementara Alanza terjatuh di karpet, beruntung tak menimbulkan suara yang kencang. Alanza merasa matanya berkunang-kunang, kepalanya menjadi berat. Ia bangkit perlahan, duduk di sofa beberapa saat sampai kepalanya tak terasa berat lagi.
"Aku kenapa gini ya? Apa tenagaku berkurang jadinya gini?" tanya Alanza yang bangkit dan berpegangan dinding untuk berjalan ke luar kamar.
Alanza merasa tak 'sehat' jika terus berada di dalam kamar berduaan dengan lelaki bertelanjang dada di ranjang, pose tidurya juga makin membuatnya gusar. Bagaimana tidak gusar? Lelaki itu tidur terlentang, hanya memakai celana dalam berwarna hitam yang menggembung di bagian depannya. Pikirannya mendadak perlu dibersihkan dengn segelas es Sunlight ukuran jumbo.
Di luar, Alanza terduduk di sofa ruang tengah lagi, hingga berapa lamanya sampai ke kamar Erchilla. Gadis mungil itu tidur memeluk bonekanya, setengah kaget dan hampir memekik kaget saat Simba mengelus kakinya dengan bulu-bulu halus miliknya. Simba mengeong pelan mendongak ke arah Alanza, seolah meminta gendong.
"Simba tidur lagi ya sama Chilla, kepalaku pusing." Alanza mengambil anak kucing di sela kakinya dan menaruhnya di ranjang milik Simba lagi di bawah ranjang Chilla.
Simba tidur dengan melingkar, kemudian melongok ketika Alanza beranjak ke sisi ruangan kamar Chilla. Malam hampir bergulir ke dini hari, Alanza menaruh raganya di atas sofa, ikut terpejam dan merasakan tubuhnya lelah bukan main.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whiffler [END]
Romansa21+ | Update Sebisanya | Terhubung dengan Equanimous #3 "If distance is what I have to overcome to be with you, then give me a map. I am going to find you." Erchilla hanyalah gadis kecil yang berpikir sederhana, polos dna ceria. Tetapi, di balik kec...