Malam itu, sungguh, waktu – waktu yang selalu aku tunggu. Aku pun tidak tahu kalau hal itu akan terjadi. Aku berbaring di tempat kasurku seolah aku adalah wanita yang paling bahagia. Badanku terasa ringan terbawa rasa – rasa yang tak menentu. Rindu rasanya dekat bersama Ben. Aku terasa aman. Tidak ada yang akan bisa berusaha menyakitiku.
Seperti biasanya, malam itu aku call bersama Ben sampai kita tertidur. Kita bercerita tentang apa saja yang Ben dan aku lewatkan selama satu ini.
"Eh Kar, aku udah kerja loh sekarang. Kerja sampingan doang sih, sambilan gitu." Cerita Ben.
"Hah serius? Kamu kerja apa?"
"Jadi stand-up comedian di café kecil hehehe"
"Hahahaha sumpah kamu? Ya cocok deh"
"Ya lumayan lah gajinya. Habisnya aku enggak tau mau bercanda ke siapa lagi. Kan biasanya ke kamu hehehe"
"Ih apaansi bisaan deh hahaha"
Lalu aku bercerita tentang keadaan sekolah, teman – temanku, orangtuaku, dan kejadian – kejadian lucu yang aku alami selama aku tidak bersama dia. Selama call, wajahku tidak bisa berhenti tersenyum. Rasanya seperti awal dekat dengan Ben lagi. Aku hanya bisa bersyukur kepada Tuhan dan takdir yang sudah mempertemukan kita kembali di tampat yang indah ini.
Malam ini sungguh adalah malam yang indah. Mungkin karena perpisahan tersebut yang pada akhirnya menyatukan kita kembali, bahkan lebir erat dibanding sebelumnya. Mungkin kita memang butuh perpisahan tersebut.
Malam ini aku merindukanmu, padahal baru bertemu.
Benar,
Aku benar – benar rindu.
Merindukanmu bukanlah kebenaran yang menyenangkan.
Ingin rasanya aku memelukmu setiap malam dalam tidur pulasku. Aku tidak bisa bersabar menunggu waktu itu datang. Yang bisa kulakukan saat ini hanya mendengar suara nafasmu melalui handphoneku. Suara berat dan serak yang menemani malamku. Aku tidak bisa meminta lebih. Itu yang hanya kubutuhkan saat ini.
Benar – benar rindu aku telah melewati momen ini selama satu tahun lamanya. Saatku mulai terbiasa tidur dengan sendiri tanpa Ben yang biasanya menemaniku tidur dengan candaan – candaannya.
Sungguhku hargai sekali malam ini.
Ben,
Kamu adalah bintang di malam ini,
Di pagi nanti,
Di hati ini,
Setiap harinya.
"Papa pernah bilang begini ke aku : 'Cintailah seseorang sewajarnya saja' Tapi jujur aku tidak tahu batasan wajar itu seperti apa? Karena yang aku tahu, wajarku adalah apapun untukmu, Kar. Goodnight sayang, maafin aku ya." ucap Ben kepadaku dengan nada yang kecil saat aku setengah tertidur.
Aku pun hanya bisa terdiam dan tersenyum. Mungkin Ben mengira aku sudah tertidur.
Aku hanya ingin seperti ini, mencintaimu selamanya. Pernah aku berkeinginan untuk menyerah. Pernah juga aku mencobanya untuk berhenti. Berhenti untuk tidak memikirkanmu. Berhenti untuk tidak mengkhawatirkan kamu. Dan berhanti untuk tidak mencari – cari kamu. Bahkan, aku mencoba berhenti untuk tidak menyebutkan namamu dalam setiap doaku. Tapi aku gagal. Bahkan seisi otakku hanya ada kamu. Semua yang aku lihat menjelma menjadi sesosok dirimu.
Mungkin aku gila. Karena untuk kembali waras, aku hanya butuh kamu. Aku hanya ingin kamu. Aku juga tak mengerti. Kenapa denyut nadiku seakan tak henti – hentinya saat menyebutkan namamu, Ben. Aku pernah menolak. Tapi dadaku sesak seketika itu. Aku tak bisa. Aku tak mungkin bisa bila harus tanpamu. Karena tanpamu aku lemah. Aku tak berdaya.
Barangkali benar, aku telah jatuh cinta. Jatuh yang benar – benar jatuh. Jika kamu tak keberatan, aku hanya ingin seperti ini, mecintaimu, selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Cinta di masa Putih Abu-Abu
Fiksi RemajaKisah cinta saya dengan laki-laki yang mampu membuatku jatuh cinta dengan cara yang berbeda dari manusia-manusia lain.