Bel masuk pun berbunyi. Lalu datang seorang guru, namanya Pak Fakhri. Dia wali kelas gue plus guru matematika. Dia Guru yang kalem dan baik, dan itulah tipikal guru idaman.
Gue merasa hari pertama sekolah aja bawaannya udah males. Pengen gitu, rasanya mabal. Eh.. Tunggu tanggal mainnya aja.
°°°°°°°
Gue udah nungguin jam ini. Jam 3 sore. Waktunya pulang. Gile, seisi kelas cuman gue kayaknya yang berharap bel pulang di percepat. Sisanya? KUTU BUKU yang betah tinggal di kelas.
"Duluan ya Sa."
"Iya Dev."
Gue pun pergi keluar kelas. Di luar kelas gue, udah ada Michelle yang nunggu gue keluar.
"Cel, gue gak bisa pulang bareng." ucap gue.
"Kenapa?" tanya dia dengan wajah heran.
"Mau main." jawab gue santai.
"Bilang mama dulu Sa." suruh Michelle.
"Buat apa coba bilang dulu?"
"Biar mama tau lah, jadi dia gak pusing nyariin lo."
"Sejak kapan mama pusing nyari gue?" tanya gue yang membuat Michelle bungkam.
Gue pun langsung berjalan ke arah halte sekolah. Gue berniat buat cari taksi. Gue lihat di tiang listrik deket halte, ada cowok yang tadi ketemu di sekolah. Gue jalan dengan santai lewat depan cowok itu, eh tiba-tiba dia nge-sleding gue pas gue lewat. Gue pun berdecak, lalu natap dia tajam.
"Untung gue gak jatoh. Kalo gue jatoh lo mau tanggung jawab hah?"
"Mau kemana?"
"Gini nih kebiasaan lo, gak pernah jawab pertanyaan orang. Benci dikasih pertanyaan?"
"Kalo iya kenapa?"
Sumpah, gue merasa illfeel banget sama dia.
"Mau kemana? Pulang sana."
"Lo tuh siapa sih? Gak usah sok ikut campur urusan orang."
"Kalo seandainya orang tua lo nyari lo gimana?"
"BUKAN URUSAN LO!" Gue sedikit nge-gas karna terlampau emosi. Lalu gue pun melangkah pergi dari hadapan cowok itu.
Tiba-tiba dia memegang pergelangan tangan gue, dengan cepat gue menepis nya dengan kasar.
"Gak usah pegang-pegang. Baru kenal tadi aja udah belagu." ketus gue.
"Sombong amat."
"Ya terserah gue lah. Gue dorong juga lo!"
"Gak takut!" tantang dia.
Gue pun merasa tertantang, akhirnya gue pun mendorong dia kebelakang dengan sekali dorongan. Bego nya gue, belakang cowok itu tuh jalan raya. Alhasil cowo itupun keserempet mobil yang lewat.
"Woi, jangan main-main di jalan!" teriak supir mobil yang nyerempet cowok itu sambil membawa mobilnya melaju lagi.
Gue pun melirik ke arah cowok itu dengan tatapan ragu. Mampus gak ya gue?
"Lo harus tanggung jawab!" ucap dia dengan tatapan dingin. Dengan susah payah gue menelan saliva gue lalu gue pun mengangguk patuh seperti anjing yang menuruti perintah majikan nya.
°°°°°°°°
Gue pun membawa dia ke klinik yang gak jauh dari sekolah. Gue lihat dia di obati kaki nya yang keserempet. Untung gak sampe parah. Sedikit merasa bersalah sih, tapi gue tetep kesel sama tuh cowok! Siapa suruh mulai duluan?
"Maaf." ucap gue ke cowok itu dengan terpaksa.
Dia tersenyum ke gue. Seyumannya manis banget kayak gue bikin teh manis pake gula sekilo--terlalu manis.
"Sakit tau. Untung strong." ucap dia sambil memakai tas nya lagi.
"Ya salah lo sih pake ngeyel, jadi gue terlampau emosi kan." ucap gue sambil mengerucutkan bibir gue.
"Gue pengen ke cafe nih, mau ikut?" tanya dia sambil berjalan ke ruang administrasi klinik.
"Cafe?" beo gue.
"Iya. Gue cuman terima jawaban iya atau mau."
"Sama aja dong?"
"Kalo lo diem berarti mau." ucap dia santai sambil mengisi formulir administrasi.
"Jadi berapa?" tanya dia ke penjaga administrasinya.
"Semuanya dua ratus ribu." ucap perempuan tersebut.
"Bayar!" suruh dia ke gue.
"Gue?" tanya gue memastikan.
"Ya iyalah. Emang siapa lagi yang buat gue masuk sini selain elo?" dengan terpaksa gue pun mengeluarkan dompet gue.
"Nih." gue pun memberikan uang seratus ribuan satu dan lima puluh ribuan dua.
Cowok itupun mengambil uang nya lalu memberikannya pada perempuan tersebut.
"Baru kenal aja udah bikin duit gue ludes." gerutu gue sambil berjalan kesal keluar klinik.
"Hey tunggu! Gue belom tau nama lo!" teriak cowo tadi tapi gak gue hiraukan. Gue pun terus berjalan keluar buat cari taksi.
°°°°°°°
Udah lumayan jauh gue jalan dari klinik yang tadi, tapi gue belom juga nemu taksi. Gila kaki gue udah pegel banget. Bisa bisa betis gue meledak di tempat.
"Masih belum nemu taksi juga ya?" gue pun menoleh mendengar suara itu.
Gila emang! Dunia itu luas, tapi kenapa ketemu orang itu lagi?
Jadi inget omongan si Michelle tentang ini.
"Sa, kalo lo ketemu cowok yang sama berkali-kali terus tanpa disengaja apalagi sampe deket, tandanya kalian itu jodoh."
Mengingat omongan itu, gue pun langsung menggelengkan kepala. Najis trulala trulili gua jodoh sama tuh cowok!
Gue pun mempercepat langkah gue. Dan dengan mudah nya cowok itu menyusul gue. Gue jadi takut nih kalo cowok ini penculik.
"Lo ngapain ngikut gue mulu?" tanya gue tanpa menoleh ke arah dia.
"Kan kita mau ke cafe. Tuh cafe nya ada di depan." ucap dia sambil menunjuk cafe cake and coffe yang ada di sebelah kanan jalan yang kira-kira 10 langkah lagi.
"Lo mau culik gue ya?" tanya gue sambil memberhentikan langkah gue dan menatapnya tajam. "Jangan harap lo bisa culik gue, gue punya jurus ampuh buat usir penculik kurbel sejenis lo." sambung gue.
"Kalo gak mempan?" tanya dia sambil menatap gue dengan tatapan----mesum plus menyeramkan.
Gue pun berjongkok memohon ke cowok itu, "Plis jangan culik gue, gue tuh nyusahin orangnya, makan gue juga banyak, sehari gue bisa ngabisin uang 500 juta. Dan kalo lo culik gue, lo gak bakal dapet tebusan apapun. Paling mereka iklas-in gue gitu aja." ucap gue sambil memelas.
Toh bener apa yang gue bilang---kecuali yang makan banyak sama ngabisin duit 500 juta sehari. Ya kali badan gue mirip badan Ariana Grande gini tapi makannya sebakul, kan gak mungkin.
"Bantu gue, terus gue gak bakal culik lo." gue pun mendongkakkan kepala lalu berdiri.
"Bantu apa?" tanya gue penasaran.
"Bantu gue buat promosi jadi Ketos, gimana?"
Oktober 2018
Revisi : Minggu, 26 Mei 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Girl Becomes Good Girl
Teen Fiction[SEDANG REVISI BESAR BESARAN, JANGAN DI BACA DULU! KALAU PENASARAN SILAHKAN SIMPAN DULU DI READING LIST KALIAN~thnks for attention my story] NOTE : CERITA BAKAL LUMAYAN BANYAK BERUBAH TAPI MASIH DALAM SATU GARIS BESAR MASALAH YG SAMA. WARNING! SLOW...