Gue duduk diteras rumahnya Lila, hanya gue dan Lila. Sangat kentara kekecewaan dimanik mata Lila. Nggak biasa - biasa dia diam begini. Gue tau itu adalah hal yang menyakitkan. Kalo kata anak sekarang luka tak berdarah.
Waktu memang pandai membolak-balikan hati dan pikiran manusia. Ya, mau gimana lagi? Kita nggak bisa mengubah alur yang telah ditentukan Tuhan.
Ada kesedihan juga yang membekas dibenak gue disaat gue liat Lila begini. Tapi juga ada rasa bersyukur, karna do'a gue selama ini diijabah oleh Allah. Ya, do'a agar menjomblokan temen-temen gue. Tapi caranya terlalu sadis.
"Lil ...," lirih gue membuka suara.
Lila menoleh kearah gue dengan tatapan sayu nggak seperti biasanya.
Gue tau perasaan Lila, buat bicara pun rasanya enggan. Gue raih HP disaku celana, mencari kontak seseorang untuk menelponnya.
"Lu dimana?" tanya gue setelah panggilan tersambung.
" ... "
"Kerumah Lila sekarang ya," pintah gue sebelum memutuskan panggil secara sepihak.
Gue punya satu alasan kenapa kalo nelpon cuma sebentar. Hemat pulsa, apalagi gue baru mulai kerja dan belum gajian, kalo pulsa gue habis? Mau minta sama siapa?
Suasana dingin banget, nggak ada cerita atau suara. Gue merasa asing menatap Lila. Orang yang gue telpon juga lama banget lagi datengnya. Mau mainin HP takut Lila menyangka gue nggak peduli dan terlalu sibuk dengan dunia gue.
Bicara cinta, bicara pula cemburu dan patah hati. Gue emang nggak pernah pacaran, tapi sudah berkali-kali merasakan cemburu dan patah hati. Jatuh cinta pertama aja gue udah patah hati, hal itu yang membuat gue semakin jauh dan ga bakal berkonco lagi dengan cinta. Biar waktunya tiba menyeret gue buat bahagia.
Berselang beberapa menit berlalu, orang yang gue telpon yakni Taya, sahabat gue dateng.
"Assalamu'aikum," sapa Taya memasuki teras rumah Lila.
"Wa'alaikumsalam," sahut gue dan Lila hampir serentak.
Melihat Lila yang diam aja, Taya menoleh ke gue, menaikan alisnya menafsirkan kata "kenapa dia?"
Gue menatap Lila iba, tatapannya masih kedepan kosong, tapi gue tau pikirannya melanglang buana entah kemana.
Pandangan gue kembali beralih pada Taya yang sedari tadi masih menoleh gue. Gue tepuk pelan tanpa suara kursi kayu disamping gue, memberi isyarat agar Taya duduk disitu.
Taya yang mengerti dengan isyarat gue langsung menurut. Ia duduk disamping gue. Kembali melempar pandangan menanyakan keadaan Lila.
Gue gerakan mulut mengatakan kata P U T U S.
" hah?" Taya menyuarakan keterkejutannya.
Sshtt!
Berisik banget sih Taya.
Lila menoleh ke kita dengan segala kehebohan yang kami buat.
"Lil, gue tau rasanya diposisi lu. Jangan diem dong, kehidupan masih berlanjut tanpa dia," ucap Taya mengelus lengan Lila sayang.
"Iya Lil, masih banyak yang lain, lu kan cantik, gue yakin dia nyesel giniin lu," timpal gue melanjutkan.
Lila menatap kami bergantian, lalu berlanjut memeluk Taya yang lebih dekat posisinya.
"Makasih lu berdua ada disaat gue gini. Bahkan mungkin gue pernah hampir lupa lu berdua karna cinta," lirih Lila terisak dipelukan Taya.
Diantara kita bertiga, memang yang paling dewasa untuk tindakan adalah Taya dan Lila. Mereka selalu anggap gue kekanak-kanakan. Tapi haruslah mereka tau yang paling dewasa itu pemikirannya itu adalah gue.
Dunia memang tempat bersandiwara. Dimana yang terlalu besar tertawa adalah yang paling sakit. Yang terlihat goblok sesungguhnya yang paling jenius. Yang bertingkah seakan seperti anak-anak ialah ia yang paling dewasa.
Mereka sama sekali ga tau akan kisah cinta gue, karna gue memang nggak pernah cerita. Gue suka sama cowok dikelas gue dan itu ditikung teman gue sendiri, berpura-pura semua baik-baik saja, tapi tetaplah sesulit apapun menyimpan bangkai pada akhirnya akan ketahuan juga. Dihari itu dia nembak teman gue, dihadapan gue dan menjadikan gue saksinya. Air mata gue tumpah tanpa gue sadar, mengungkap kebenaran jika gue lah yang punya rasa yang besar.
Jika gue ingat itu, gue sangat percaya gue bakal sukses besar jadi aktris protagonis. Dan nostalgia ke situ, gue semakin takut, takut untuk mulai jatuh cinta lagi. Biarlah gue sendiri sampai waktunya tiba. Iya tiba, ketika ada yang berniat menghalalkan dan gue akan bersedia untuk dihalalkan.
"Eh Jul!" sergah Taya membuat gue terjaga dari buaian langlang buana.
"Hah?" balas gue sedikit kaget.
"Lu sejak kapan pake jilbab?" tanya Taya to the point.
Sebelum menjawab, gue lirik Lila yang udah nggak murung lagi, udah ceria kembali walau masih sangat terlihat matanya bengkak abis nangis. Udah berapa lama gue melamun?.
"Hah? Oh, baru kok, baru," balas gue gelagapan.
Setelah dapat kerjaan gue memang berniat buat hijrah, walaupun nggak langsung tapi pelan-pelan.
"Eh lu berdua masih ingat Dika ga? Temen SD kita dulu?" celetuk Lila bersemangat.
"Oh ... Yang dulu pernah ikut kita ambil jambunya pak RT 'kan?" balas gue mencoba mengingat.
"Nah iya dia!" sorak Lila.
"Yang dulunya dicomblangin sama Juli 'kan ya?" tambah Taya bergabung.
"Nah iya. Kemarin gue ketemu dia," ucap Lila.
"Kenapa lu nggak sama dia aja Jul?" ceplos Taya.
Hah? Gila aja nih anak.
"Iya Jul, kenapa nggak jadi beneran ya Tay," timpal Lila menyetujui.
"Apa sih," bantah gue.
Jujur, gue sempet naksir dia. Ya Allah kecil banget lagi waktu itu.
"Gue punya kontak Whatsapp-nya nih, mau nggak?" tawar Lila.
"Ah apa sih lu pada, kok malah nyomblangin gue," protes gue.
"Halah mau aja lah Jul, tambah ganteng dia sekarang," goda Taya.
Entah kenapa setiap mereka godain gue perihal cowok, gue selalu merasa udara sekitar panas. Itu juga menjadi bukti kalo gue masih normal. Masih ada sisi waras didalam diri gue.
Biarlah mereka berkata gue jomblo karatan atau apalah itu yang menyangkut kesendirian, yang penting gue aman, dari berbagai godaan dan yang terutama patah hati, cemburu dan segala perihal cinta masa sekarang.
BERSAMBUNG
Jambi, 14 Oktober 2018
Ngaret banget up nya😅
Writer block😢
Gatau mau kemanain lagi😅
Ngular nggak tentu😅
Pengen cepet selesai😅
*lah curhat😒Votenya kakak😊 biar jelek tapi nguras tenaga lho ini😢
Komennya juga ya😊 kritik sarannya juga boleh😅
Jangan dibully eh😅😅Terima kasih😊
KAMU SEDANG MEMBACA
JOMBLO SAMPAI HALAL
HumorJomblo? Satu kata sarat hinaan ya guys. Kenapa nggak pacaran? Nggak laku? Nggak ada yang mau? Dihhh tsadest!!! Bukan nggak laku, cuma lagi nyari yang mau langsung menghalalkan. Eaaakkkk. Kalo ada CEO ntar yang lamar gue, kelar idup lu :v