10. Malaikat penyelamat

1.3K 145 10
                                    

"Untung ada Abang, kalo nggak, alamatullah Juli ngangkang disitu" adu gue.

"Alamat apa?" sahut lawan bicara gue itu.

"Eh nggak bang nggak," elak gue.

Kebiasaan ini mulut, sembarangan nyeplos tanpa liat suasana lagi ngomong sama siapa. Bisa digorok gue sama ustadz satu ini.

"Jaga lisan kamu, jangan sembarangan ngomong. Disaring dulu kalo mau keluarin kata-kata, malu sama jilbab kamu," cerocosnya panjang.

Panas kuping gue, udah dasarnya setan kalo dengerin yang gitu-gitu pasti panas.

"Lain kali kalo mau datang keacara harus diperhitungkan dulu penampilan kamu. Kalo kamu ga terbiasa dengan sepatu ber-high pake yang flat saja. Kamu tetap cantik kok walaupun nggak tinggi," ungkapnya.

"Iya bang iya, nggak lagi-lagi dah, jera," ucap gue mengangkat jari telunjuk dan jari tengah keudara.

Untung ada bang Akbar. Iya bang Akbar, tadi gue pikir gue udah selamat dari kejaran mautnya bang Akbar, eh malah ketemu lagi disini dan dalam peristiwa yang memalukan. Dan yang jelas gue dapat sesi ceramah yang gue hindari tadi siang.

"Maaf ya Bang, udah ngerepotin. Maaf juga buat yang-"

"Nggak pa-pa Juli, jangan kamu pikirin."

Ya Allah sisain satu buat Juli yang model begini, dia juga boleh.

"Hai Juli!" sapaan seseorang membuyarkan lamunan gue. Spontan gue menoleh kearah sumber suara.

"Eh iya," balas gue masih kaget.

Dia? Nyamperin gue?.

"Udah lama nggak ketemu, apa kabar?" tanya orang itu basa - basi duduk disamping gue.

"Baik, kamu?" ucap gue datar dan balik melempar tanya.

"Baik juga. Ini pacar kamu?" ucapnya spontan melirik kearah bang Akbar yang duduk disamping kanan gue.

"Eh? Oh. Iya, dia bukan cuma pacar tapi tunangan aku," balas gue asal nyeplos mengandeng erat tangan Bang Akbar.

Please, sekali lagi bantuin gue bang. Bang Akbar nggak ada respon seakan tau isi hati gue.

"Hai sayang," sapa seseorang yang sangat gue kenali, yang menjadi pelipur lara dan tempat berbagi gue beberapa tahun silam.

"Juli?" timpal gadis itu mempertanyakan kehadiran gue. "Apa kabar? Yaampun lama banget nggak ketemu, terakhir acara kelulusan ya?. Udah 2 tahun lebih. Boleh aku minta kontak kamu?" cerocosnya.

Kenapa? Kenapa mereka bisa langgeng?.

"Buat apa?" ucap gue datar, sekali pengkhianat tetap pengkhianat.

"Buat ngabarin kalo misalnya besok kita nik-"

"Kan bisa antar undangannya kerumah," potong gue cepat. Beranjak dan berlalu begitu saja.

Nggak bisa gue lupa, ada cerita kelam pada kisah cinta gue. Itu penyebab bahkan gue nggak pernah sekalipun tertarik pada pria manapun lagi, walau kadang pikiran kusut dan ganjen gue yang gue anggap sebagai bahan candaan.

Dia, seorang gadis cantik yang pernah jadi bagian hidup gue, yang saling mengisi satu sama lain. Sahabat yang kian lama menjelma seperti saudara. Tapi apa? Semua sia-sia hanya karna satu laki-laki.

Ini bukan salah gue!. Andai kemarin gue nggak kenal mereka, andai gue nggak jatuh cinta dan andai gue nggak bersahabat dengan wanita iblis bertopeng malaikat itu. Andai semua terulang, gue gamau mengulang itu semua.

Jatuh Cinta, lu boleh lupa kapan tibanya, Boleh juga nggak tau alasannya. Tapi nggak dengan rasa sakitnya.

Tanpa gue sangka bang Akbar mengekor dibelakang gue, seolah dia benar-benar berperan jadi pacar gue. Menarik tangan gue pelan lalu membawa gue pergi jauh.

JOMBLO SAMPAI HALALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang