22. Jadi bini orang

2K 175 29
                                    

Seminggu sudah gue jadi seorang istri. Pagi tadi selepas sholat subuh gue dan suami ketiduran. Uhug.

Gue pandangi wajah seorang laki-laki yang telah menyematkan namanya diujung nama gue ini. Semakin gue pandang semakin kencang pula detakan jantung gue.

Gue belum sempat merencanakan hal ini, atau cuma sekedar mengkhayal nana nini bareng cogan, itu dosa.

Ini jadi semacam kejutan buat gue. Bahkan 3 hari pertama gue kaget setiap gue bangun dalam keadaan dipelukan laki-laki. Sampai seminggu ini juga gue belum menyangka.

Gue beranikan menyentuh wajah polos yang bikin gue gemas. Pules banget mas tidurnya. Gue senyum-senyum sendiri. Gini ya rasanya ketika jatuh cinta tapi udah halal, boleh ngapain aja.

"Segitu mempesonanya mas ya, sampai dielus-elus gitu," ucapnya membuat gue kaget seketika menarik tangan gue dari wajahnya.

Sialnya, malah tangan gue ditarik kembali, bukan cuma tangan, tapi juga beserta badan-badan gue.

"Mas udah bangun?" Tanya gue didalam dekapannya.

"Dari abis subuh Mas nggak tidur," jawabnya santai.

"Masa sih?" Gue dorong dadanya hingga ia melonggarkan pelukannya membuat jarak agar kami bisa saling memandang.

"Iya," balasnya lagi membelai rambut gue lembut.

"Bohong nih pasti," tuduh gue. Tadi gue bangun doi merem, itu artinya duluan gue bangun.

"Serius sayang," balasnya lagi memeluk gue lebih erat.

Ngapain dia nggak tidur-tidur?

"Mana bisa mas tidur," tambahnya. Wah kok bisa kejawab gitu ya? Bisa baca pikiran orang ya? Wah kebacalah semua pikiran iya-iya gue.

"Kenapa emang?" Tanya gue heran.

"Wajah kamu terlalu manis buat ditinggal tidur," tuturnya membuat jantung gue berdebar-debar.

"Eh lepasin Mas, kebelet ini," kali ini gue benar-benar malu.

"Kebelet ngapain?" Tanyanya masih mempertahankan pelukannya.

"Kencing elah, keluar ini," ucap gue berusaha melepaskan diri.

"Serius mau pipis atau ...," balasnya menggantung melonggarkan pelukannya.

"Serius ini Mas," gue langsung berlarin kekamar mandi yang untungnya ada didalam kamar.

"Selamat-selamat," gue menyender didaun pintu dalam keadaan pintu gue kunci.

Gue bukannya durhaka, nggak mau diajak nana nini. Tapi ini masalahnya udah pagi. Gimana kalo mertua gue ketuk pintu disaat kita dalam keadaan anu, nah kan repot, pagi-pagi malah nambah.

Gue berencana buat langsung mandi, biar ntar bisa langsung keluar bantu-bantu mertua masak.

Setelah 3 hari pernikahan, gue langsung pindah kerumah mertua sebelum punya rumah sendiri. Sebenarnya berat hati ninggalin rumah yang udah menampung gue sampai sebesar ini.

Banyak kenangan yang gue tinggalkan disana. Selalu ada kerinduan yang menguar dikala gue ingat rumah.

Seketika gue pengen dimarih emak, main teka-teki silang bareng Dwi, kamar gue diacak-acak Tri dan nasehat abah yang selalu membungkam kesedihan gue.

Gue jadi pengen balik dimasa gue baru masuk SD. Yang tiap pagi dikepangin sama emak, dipakein baju, dibedakin, disuapin makan. Yang tiap ada PR dikerjain abah, diajarin nulis sama abah, diajarin berhitung, diajarin ngaji.

Gue merasa, gue adalah bocah 7 tahun yang tidur dan tiba-tiba bangun dalam keadaan menjadi seorang istri. Entah ini rasa ketidak siapan gue yang belum rela berpisah dengan orangtua atau rasa seorang remaja yang belum hilang. Hingga tiba-tiba hati gue meringis saat sadar gue adalah seorang istri yang harus patuh pada suami bukan jomblowati yang masih boleh haha hihi.

JOMBLO SAMPAI HALALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang