20. Dosakah Kalau Menolak?

1.3K 148 36
                                    

"Trus lu terima?" Tanya seorang lawan bicara gue saat ini.

"Gue bingung lah bang, gue belum siap," lirih gue lemas.

"Lu bilang belum siap atau nggak mau?" Tanya orang ini lagi.

"Nggak ada, gue nggak bilang apa-apa," sahut gue lagi.

Bang Ian, jadi tempat curhat gue hari ini. Gue mencurahkan semua yang gue rasa saat bang Akbar seakan mengkode gue tempo hari.

"Dia baik, alim juga, belum lagi gue dapat kabar kalo dia bakal kerja dikantor ... apa ya namanya," ucap bang Ian memijat pelipisnya pening.

"Jadi gue harus terima dia?" Tanya gue seakan memprotes.

"Iya, tapi waktunya lu tentuin sendiri lah," ucap bang Ian, kemudian ia mendekat kearah gue "tapi kalo lu udah ngebet, ya langsung aja," bisiknya pelan.

"Gila ya lu bang," umpat gue menoyor kepalanya.

"Durhaka lu!" Nggak kalah bang Ian juga noyor kepala gue.

"Kepala gue masih digunain ini!" Protes gue.

"Eh stop! Saraf emang ya lu," pekiknya menghentikan pergerakan gue.

"Lu sih," balas gue kesal.

Kalo udah ketemu, nggak ada namanya kalem-kaleman. Cakar-cakaran aja untungnya ga.

"Eh Jul," panggil bang Ian kelewat antusias.

"Hmm?" Balas gue udah males.

"Gue jadi nikah deh kayaknya," balas bang Ian senyam-senyum.

"Serius lu? Sama siapa? Ada yang sudi terima elu?" Tanya gue asal.

"Eh lu tuh ya, kapan baeknya lu nyet?," tanyanya nggak kalah asal.

"Siapa emang hah?" Tanya gue kesal

Paling juga cewek berbody aduhai yang dia taksir.

"Ada, salah satu karyawati tempat gue kerja," balas bang Ian masih senyum.

"Cewek?" Tanya gue kelewat asal.

"Iya lah o'on, lu kok o'on banget sih Jul?" Tanyanya mulai tersulut emosi.

"Becanda aja nyet, lu datang bulan ya?" Protes gue.

"Berpotensi bunuh orang gue lama-lama deket elu," ungkapnya.

"Baek kagak? Cantik kagak? Mana cantik sama gue?" Tanya gue beruntun.

"Cantik lah, pake jilbab juga. Gue baru tau namanya maren, saking pendiam dan tertutupnya," jelas bang Ian kelewat girang.

"Namanya juga baru tau, gimana lu langsung tau lu bakal nikah sama dia?" Tanya gue logis.

"Ta'aruf ... gue bakal ajak dia ta'aruf," balas bang Ian senyam-senyum memandang langit-langit cafe ini.

"Kalo dia teroris gimana?" Tanya gue lagi.

"Dia nggak pake cadar JULI," sahut bang Ian kesal.

"Pake cadar belum tentu teroris kali, tapi serah dah, undang gue deh pokoknya," balas gue menyeruput minuman gue.

"Lu juga, kalo lu nikah sama babang Akbar, ingat-ingat gue," ucap bang Ian menaik-naikan alisnya.

"Apa sih lu," balas gue tersipu. Gue rasakan desiran darah lebih cepat dan hangat.

"Tuh 'kan lu malu-malu sampe merona gitu. Terima aja Jul, baek juga itu orang," ungkap bang Ian.

"Buat lu aja deh," kata gue ngawur meraih tas gue hendak pergi.

JOMBLO SAMPAI HALALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang