Sekitar pukul 17:00, gue diantar pak Revan pulang. Setelah ungkapannya ngajak gue kepelaminan yang cuma candaan doang, gue cukup jadi pendiam, hingga obrolan kami juga tidak terlalu jauh.
Untungnya pak Revan memang sedang buru-buru pergi, maka doi nggak mampir lagi.
"Assalamu'alaikum," ucapan salam gue disahut oleh semua penghuni rumah, terutama emak yang terlampau antusias menyambut gue.
"Wa'alaikumsalam," balas emak melenggang kedekat gue, celingak-celinguk kearah halamana rumah yang kosong melompong itu.
"Cari apaan? Juli disini," cetus gue membuatnya menoleh gue dari atas sampe bawah.
"Lu sendiri? Revan mana?" Tanya emak to the point.
"Ada meeting penting, jadi dia buru-buru ... nih oleh-oleh dari pak Revan," gue menyodorkan bingkisan yang sempat dibeli pak Revan buat gue.
"Gimana jalannya?" Tanya emak.
"Yaa baik-baik aja, toh Juli kan main sama Lala," balas gue setengah berbohong. Tadi awalnya emang bareng Lala tapi setengahnya gue jalan sama dia, berdua lho ya.
"Dia ada kasih kode nggak?" Tanya emak lagi mengekori gue kekamar.
"Nggak ada, emang harus banget Juli jadi bininya pak Revan?" Tanya gue agak kesal sama perlakuan emak.
"Nggak juga, ya siapa tau dia punya niat baik ke elu," ngeles lagi ini emak.
"Yaudah sih, Juli mau ganti baju," ucap gue yang secara tidak langsung ngusir emak dari kamar.
Gue tau mana yang baik dan yang nggak baik buat gue. Apalagi masalah masa depan, gue nggak mau terlalu cepat, biar lambat macam siput yang penting selamat.
Kalo boleh request jodoh, gue mau punya suami yang humoris kayak bang Ian, ahli ibadah kayak bang Akbar dan mapan kayak pak Revan. Kalo ada dan tercipta buat gue, gue yakin dari malam pertama tidur udah tercium bau syurga duluan.
. . .
Senin kembali menyapa, ketika orang-orang menilai senin adalah hari berat, sedang gue bisa leyeh-leyeh, santai-santai dirumah, yups gue off.
Tapi tetap mau off mau nggak, bangun tetap pagi. Boro-boro mau kesiangan, sebelum bedug subuh ditabuh, emak gue terlebih dahulu menggedor pintu kamar gue. Dengan alasan 'anak gadis nggak boleh kesiangan'. Nggak kreatif nih emak, itu kan alasan dari emak-emak sebelum merdeka.
setelah mandi gue duduk didepan TV nonton acara gosip pagi. "Wah hot kayaknya ini," seru gue setelah pedangdut Dewi Persik jadi penampakan pertama ketika TV menyala.
Keasyikan gue menonton diganggu oleh raungan HP gue. Siapa sih sepagi ini telpon gue?.
"Bang Ian? ... tumben," ucap gue menggeser tanda hijau diHP.
"Halo?" Ucap gue menempelkan HP ketelinga.
"Gue perlu ketemu lu Jul," ucap bang Ian mengabaikan sapaan gue.
"Kenapa lu? Kangen gue tinggal off?" Seloroh gue asal.
"Anggap aja iya. Pokoknya ini penting, nanti gue whatsapp kapan dan alamat ketemunya," ucap bang Ian detail.
Pip!
Telpon diputuskan secara sepihak. Bang Ian kenapa?. Jelas ini penting dan darurat, kurang kerjaan banget kalo dia nelpon gue diwaktu jarum menunjukan pukul 08:00 pagi. Jangankan mau nelpon, jam segini mungkin seharusnya dia belum bangun. Ini bukan hari ulang tahun gue kalo dia mau ngerjain gue, 'kan masih November, masih ada 8 bulan lebih buat gue ulang tahun. Ada apa ya?.
![](https://img.wattpad.com/cover/163280814-288-k580638.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
JOMBLO SAMPAI HALAL
UmorJomblo? Satu kata sarat hinaan ya guys. Kenapa nggak pacaran? Nggak laku? Nggak ada yang mau? Dihhh tsadest!!! Bukan nggak laku, cuma lagi nyari yang mau langsung menghalalkan. Eaaakkkk. Kalo ada CEO ntar yang lamar gue, kelar idup lu :v