Attar dan Yuna tibah di sebuah rumah sakit yang letaknya tak jauh dari cafe tadi. Attar yang tidak ditemani siapa-siapa membawa Yuna seorang diri dan mengangkatnya masuk ke dalam rumah sakit. Baju yang Attar kenakan berlumuran darah yang tidak ia sadari dan dengan langkah terburu-buru dia memanggil perawat untuk membantunya.
Yuna sudah ditangani oleh dokter di dalam ruangan dan Attar keluar untuk menelfon Ryan.
"Duuuh Yan angkat dong!" Ucap Attar sambil mondar mandir di depan kamar Yuna, dan setelah tiga kali menelfon baru ada jawaban dari Ryan
"Halo Tar, kena...." ucap Ryan di balik telfon dan langsung di potong oleh Attar
"Yan! Yan! Pokoknya sekarang lu ke rumah sakit Mutiara Bangsa. Yuna Yan, Yuna!!"
"Yuna kenapa Tar?!!"
"Nanti gue jelasin, yang jelas sekarang lu ke sini temenin gue. Karna Yuna lagi sekarat setelah di jambret tadi"
"APA?! Yuna di jambret?!! Kok bisa? Keluarganya udah tau?!"
"Belum ada yang tau Yan. Ya Allah gue panik banget dia berlumuran darah. Gue takut!"
"Gue sekarang lagi di kampus nih baru kelar kuliah. Bagaimana kalo gue ketemu sama Prof Jes buat kasi tau kabar ini?"
"Iya deh sekalian aja. Pasti Prof Jes panik banget!"
"Gak bisa disembunyikn juga Tar, cepat atau lambat pasti dia tau"
"Iya Yan gue minta tolong yah"
"Iya iya! udah dulu gue mau cari Prof"
Attar menutup telfonnya dan duduk di depan ruangan tadi, tidak betah duduk berlama-lama tanpa tau kabar dari Yuna di dalam, Attar berdiri dan mondar mandir lagi seperti tadi. Dia menelfon Fahri untuk datang menemaninya yang dari tadi sudah bergetar khawatir akan nasib Yuna. Sudah hampir sejam dokter belum juga keluar, namun beberapa menit kemudian Prof Jes datang bersama Ryan dengan wajah yang sangat panik. Tanpa embel-embel apapun Prof Jes langsung bertanya pada Attar yang sekarang sedang duduk menunduk.
"Apa yang terjadi pada Yuna? Jelaskan pada saya!" Tanya Prof Jes yang berdiri di hadapan Attar
"Mohon maaf Prof, ini semua diluar dugaan saya. Saya minta maaf tidak bisa menjaga Yuna yang sedang bersama saya" ucap Attar berdiri dan menundukkan kepala
"Sebenarnya ada apa? Kalian dari mana? Dan kenapa Yuna bisa sampai dijambret?" Tanya Prof lagi
"Begini Prof, saya tadi sebenarnya gak bareng Yuna tapi saya menghubunginya untuk mengembalikan buku yang saya pinjam tapi ternyata Yuna sedang tidak di kampus dan dia memberitahu saya bahwa dia sekarang lagi di sebuah cafe jadi saya susul dia kesana. Sampai di sana ternyata Yuna hanya sendirian buat ngerjain tugas. Trus Yuna minta saya buat temenin dia makan siang dan setelah itu kita pulang. Tapi karna Yuna juga bawa mobil jadi kita pisah setelah keluar dari cafe, Yuna pergi ke tempat parkiran mobilnya di belakang dan saya juga ke mobil saya yang ada di samping. Tapi belum sampai di mobil, saya dengar Yuna teriak minta tolong makanya saya langsung lari dan setelah sampai di sana saya sudah liat Yuna hampir pingsan makanya saya bawa dia ke mobil untuk menuju ke RS karna dia pendarahan akibat luka dibelakang kepalanya, dan didalam mobil dia pingsan Prof. Saya juga belum tau bagaimana kabar dia sekarang" Attar menjelaskan panjang lebar
"Ya Tuhan Yuna!!" Ucap Prof yang shock memegang kepalanya
"Apa yang harus saya katakan pada mamanya Yuna kalau dia pulang nanti. Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Yuna di dalam" Prof melanjutkan ucapannya
"Kita berdoa aja Prof, semoga Yuna selalu dalam lindungan Tuhan yang maha Esa" ucap Attar dengan nada lembut
Prof yang sedang duduk sambil memegang kepalanya tiba-tiba memandang Attar, dia berdiri tanpa sepata katapun. Dia hanya menatap Attar dan maju selangkah demi selangkah ke hadapan Attar yang hanya terdiam memandang Prof Jes dengan tangan yang tegap penuh dengan darah. Belum sempat berkata apa-apa, tiba-tiba dokter keluar dari dalam ruangan.
"Keluarga Yuna?" Tanya dokter
"I..iya! Saya papahnya dok! Ba..bagaimana anak saya?" Tanya Prof yang berbalik badan dan bertanya sangat gugup
"Alhamdulillah Yuna bisa diselamatkan. Kepalanya robek akibat luka bacokan senjata tajam, untungnya robeknya hanya sedikit jadi bisa kami atasi dengan 6 jahitan saja. Tadinya Yuna pendarahan akibat luka itu makanya dia pingsan. Untung dia cepat di bawa kemari"
"Alhamdulillah ya Allah" ucap Attar spontan yang merasa sangat bersyukur
"Puji Tuhan! Puji Tuhan! Semua berkat Tuhan!" Ucap Prof yang berdoa dan meneteskan air mata
"Yuna sudah bisa di jenguk. Dia juga sudah sadarkan diri" kata dokter
Prof Jes langsung masuk ke kamar Yuna dan memeluk anaknya yang terlihat sangat lemah. Attar dan Ryan mengikuti perlahan dan berdiri di belakang Prof Jes.
"Sayang! Sayang kamu baik-baik saja nak? Apanya yang sakit? Kamu ada luka lain?" Tanya Prof panik
"Gak ada Pah, Yuna gakpapa kok" Yuna tersenyum lemas
"Makasih ya Tar, kalau gak ada kamu aku gak tau apa yang akan terjadi" lanjut Yuna lagi
Attar tersenyum sambil mengangguk kecil dan berkata
"Sama-sama Yun, kamu gak usah khawatir. Oh iya, kalau begitu saya pamit dulu Prof, Yun."
Mendengar itu Prof Jes berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Attar lalu memegang kedua pundaknya
"Iya nak, makasih banyak yah. Saya berhutang budi sama kamu"
Attar tak kalah kagetnya. Dia berbalik ke arah Ryan dan Ryan memberi respon dengan kedipan mata, kemudian Attar kembali menatap Prof Jes
"I..iya Prof. Prof dan Yuna gak perlu merasa seperti itu. Anggap saja ini bentuk pertolongan sesama manusia khususnya dari saya sebagai teman Yuna"
"Iya nak. Baju kamu penuh darah begini lebih baik kamu pulang saja ganti baju. Oh iya, Ryan terimakasih yah sudah anterin saya ke sini"
"Iya Prof sama-sama, saya juga mau pamit bareng Attar"
"Oh iya Yun, ini kunci mobil kamu. Mobilnya sudah ada di parkiran depan, tadi dibawa sama pegawai cafenya kesini"
"Makasih yah Tar, sampai ketemu lagi" ucap Yuna masi lemas
"Kalau begitu kami berdua pamit, permisi" ucap Attar dan berlalu pergi
Prof Jes menutup pintu kamar dan kembali duduk di samping Yuna, Yuna pun dengan tersenyum membuka bicara.
"Kalau gak ada Attar, mungkin Yuna sudah mati kehabisan darah Pah. Yuna merasa berhutang budi banget sama Attar"
"Iya sayang, Papah juga merasa begitu. Nanti kalau kamu sudah sembuh kita ajak mereka buat makan malam yah"
"Boleh Pah?"
"Iya, itu tidak seberapa untuk anak sebaik dia"
Yuna tersenyum mendengar itu, dia merasa segera ingin sembuh seketika. Sedangkan di tempat lain, beberapa jam kemudia Attar dan Ryan tiba di rumah Attar. Setelah mandi dan membersihkan badannya, Attar kemudia keluar di teras rumah ikut bergabung pada Ryan dan Fahri yang sedang ngopi berdua.
"Lu gak mau mandi Yan?" Tanya Attar yang duduk di sebelahnya
"Gue gak bawa baju"
"Elaaah biasanya juga lu pake baju gue, trus setahun kemudian baru lu balikin dah tuh"
"Ntar aja gue mandi masi soreh juga. Oya Gue nginep sini yah? Bete gue di rumah sendirian"
"Terserah lu"
"Oya Tar, Yuna gak ngasih kabar ke elu bagaimana kondisi dia sekarang?" Tanya Fahri
"Gak ada. Ngapain juga dia ngabarin gue?"
"Yah kan elu yang nolongin, minimal dia ngasih kabar gitu. Atau kenapa gak lu aja yang hubungi dia duluan buat nanyain kabarnya?" Ucap Ryan
"Yah gak gitu juga Yan. Dia masih belum pulih, pasti sekarang lagi istirahat gak bisa ngapai-ngapain apa lagi main henfon. Lagian gue juga gak mau biasain buat chat-an sama dia"
"Kenapa?"
"Yah gakpapa. Cuman gue gak mau keseringan chat kalo gak ada keperluan. Takutnya jadi fitnah dan dihasut syaiton. Hahaha"
"Elaaah nanya kabar doang kok, gak akan ada fitnah"
"Itu menurut pemikiran manusia, tapi syaiton akan mengambil kesempatan sekecil apapun itu untuk menggoda manusia. Yah gue takut aja itu semua menjadi jalan buat syaiton menimbulkan perasaan yang tidak wajar dihati kita"
"Gue udah pernah bilang, malahan berkali-kali banget gue ngulang, kalo elu itu udah waktunya nyari pendamping. Gak usah kebanyakan milih deh Tar. Coba aja lu deketin dulu trus saling kenal satu sama lain, kalo ntar ada kecocokan kan lebih gampang buat nyatuin. Siapa tau dari situ Allah ngasih petunjuk" ucap Ryan lagi
"Gue bukannya milih-milih Yan, gue cuman gak mau salah pilih. Itu doang. Gue juga udah bilang berkali-kali kalo gue mau jemput jodoh gue lewat jalan yang bener, jalan yang sudah diridhoi Allah. Kan elu juga tau maksud gue gimana"
"Kalo gitu gue mau nanya, Yuna masuk kriteria elu gak? Meskipun dia gak seagama sama kita?" Tanya Fahri
"Gue juga udah pernah bilang, kalo gue gak punya kriteria khusus. Gue bisa jatuh cinta sama siapa aja jika Allah sudah berkehendak. Selama ini juga gue selalu berdoa semoga Allah jatuhkan hatiku hanya pada jodohku saja dan mungkin ini salah satu jawaban dari Tuhan bahwa selama 25 tahun gue hidup, gue gak pernah benar-benar jatuh hati sama seseorang. Itu sebabnya gue gak buru-buru dan gak khawatir soal jodog gue, karna gue tau Allah selalu menjawab doa-doa gue dan gue yakin soal jodohpun Allah sudah siapin dan sudah dipilihkan yang terbaik"
"Iya oke oke. Kalo gitu sekarang gue ganti pertanyaannya, dari hati lu yang paling dalam apakah elu suka sama Yuna? Atau minimal punya rasa kagum dan nyaman?"
Mendengar itu Attar hanya tertawa kecil dan menggelengkan kepala lalu berkata,
"Kalau untuk Yuna sejauh ini gue hanya rasa nyaman aja berteman sama dia, trus dia gak neko-neko dan baik. Semakin kesini kita semakin nyambung ngobrolnya dan dia paham semua keyakinan yang gue anut. Dia ngehargain itu semua dan dia juga mengerti perbedaan kita"
"Nah! Itu bisa lu jadiin point buat masukin dia dalam salah satu candidat pendamping Tar. Tapi masalahnya sekarang ada di agama" ucap Ryan
"Bener banget! Elu harus pertimbangin Yuna mulai dari sekarang. Elu harus banyak-banyak berdoa minta petunjuk di sepertiga malam" jelas Fahri
"Wah kalau sama Yuna sih tantangannya berat bro, gak segampang yang elu bayangin. Kalau mau sama Yuna gue hanya punya dua pilihan, dia yang masuk islam atau gue yang keluar dari islam. Dan itu bukan perkara mudah"
"Iya juga sih yah. Gue jadi bingung sama masalah percintaan lu, rumit banget gak ada ujungnya kalo dibahas" ucap Ryan menggaruk-garuk kepalanya
"Tapi entah kenapa gue malah ngarep lu bisa sama Yuna yah?" Fahri mengungkapkan isi hatinya yang merasa risau
"Loh kok bisa?" Tanya Attar
"Entah gue juga gak tau. Tapi semenjak elu kenal sama Yuna gue merasa ada kecocokan aja gitu. Oh iya coba lu pikir deh, Yuna perempuan pertama yang elu sentuh! Tadi elu gendong dia ke RS kan sampe baju elu berlumuran darah begitu?"
"Iya juga yah, gue juga baru nyadar. Hmmm Mungkin karna gue panik kali makanya jadi spontan. Astagfirullah semoga Allah mengampuni gue"
"Iya yah baru pertama kali sentuh perempuan, sampai di gendong lagi. Akan kah ada kelanjutannya? Hahah" ejek Ryan
"Hahaha apaan sih! Gak kok. Gue juga pernah gak sengaja sentuh perempuan lain tapi itu semua karna ketidaksengajaan. Lagian nih yah, Allah akan mengampuni hambanyanya yang melakukan sesuatu karna didasari oleh tiga hal yaitu, tidak sengaja, lupa dan terpaksa. InsyaAllah, jika Allah menghendaki kita akan di ampuni"
"Gitu yah. Gue juga sering melakukan
ketidaksengajaan dalam menyentuh perempuan, berkali-kali malah" ucap Ryan
"Elu mah bukannya gak sengaja, tapi elu doyan! Hahahah" ejek Fahri
"Yakali gue doyan, lu pikir gue laki apaan hahaha"
Mereka bersenda gurau dengan secangkir kopi di soreh itu, sedangkan di sisi lain Yuna yang masih terbaring di rumah sakit di temani oleh Papahnya seorang. Mama dan adiknya yang belum balik dari Singapur tidak tau tentang kejadian ini. Mereka sengaja menyembunyikannya agar mama dan adiknya tidak khawatir sedangkan Yuna juga sudah mulai membaik. Keesokan paginya, di ruangan rumah sakit itu Yuna sedang duduk di ranjangnya sambil disuapi potongan buah-buahan oleh Prof Jes.
"Pah, Yuna belum boleh pulang yah?"
"Papah gak tau sayang, nanti Papa tanyain sama dokternya yah"
"Tanyain sekarang Pah" desak Yuna
"Iya iya bentar lagi dokternya masuk buat periksa kamu. Kenapa sih mau buru-buru pulang? Tunggu kamu sembuh betul lah"
"Yuna bete Pah di sini, mending di rumah aja"
Beberapa menit setelah itu Tifani datang untuk menjenguk Yuna, dia datang sendirian sambil membawa sebuah bingkisan berisi macam-macam buah.
"Permisi, selamat siang!" Ucap Tifani di balik pintu
"Siang, masuk masuk!" Prof Jes yang sigap berdiri mempersilahkan Tifani masuk dan menyuruhnya duduk
"Iya Prof makasih banyak" ucap Tifani sambil menunduk
"Papah ke depan dulu yah nak, mau beli air minum"
"Iya Pah hati-hati" ucap Yuna
"Yuna! Gimana keadaanmu, udah baikan?"
"Puji Tuhan, Fan. Seperti yang kamu lihat, aku udah mendingan dari yang kemarin" Yuna tersenyum
"Sorry banget aku gak bisa kesini kemarin, soalnya baru semalam aku balik dari bandung dan tiba-tiba dapet kabar dari Ryan. Makanya pagi-pagi aku kesini"
"Iya gakpapa kok Fan. Oya kamu sendirian kesini?"
"Iya lah Yun mau bareng siapa lagi hahaha"
"Haha iya sih tapi biasanya kan kamu bareng Ryan atau Attar"
"Mereka belum pernah jengukin kamu ke sini yah?" Tanya Tifani
"Ah sdah kok. Malahan mereka yang nolongin aku"
"Maksudnya nolongin kamu?"
"Iya kemarin itu aku lagi kerjain tugas sendirian di cafe kan, trus Attar nelpon mau balikin buku yang dia pinjem. Tapi aku gak ke kampus kemarin jadi dia bawain buku itu ke cafe dan setelah itu kita ngobrol-ngobrol sambil aku selesain tugas aku trus.." ucapannya dipotong Tifani
"Tunggu. Attar datang sendirian? Jadi kalian berdua aja?"
"Iya dia sendirian aja waktu itu, kebetulan juga sih. Jadi gue ajak dia makan siang dulu sebelum pulang. Nah pas mau pulang kita kan parkir mobilnya jauhan, disitulah aku dijambret dan aku teriak kenceng sampai akhirnya Attar datang. Aku hanya lihat dia lari ke arah aku dan setelah itu aku pingsan karna jambretnya ngebacok belakang kepala aku sampai robek untungnya aku sedikit mengelak jadi robeknya gak parah-parah banget, setelah itu aku gak inget apa-apa lagi"
"Jadi yang bawa kamu ke RS siapa?"
"Attar. Dia ngegendong aku sendirian sampai-sampai semua bajunya itu kena darah. Dan setelah itu Ryan dateng bareng papah aku"
Mendengar itu Tifani berpikir sejenak dan berkata dalam hatinya, "Attar makan siang bareng bahkan ngegendong Yuna? Kok perasaan aku jadi gak karuan sih dengernya?" Namun dia berusaha bersikap biasa aja meskipun dia merasa sedikit cemburu akan hal itu.
"O..oh gitu. Attar baik banget yah" Tifani senyum terpaksa
"Iya dia baik banget Fan, pantas aja banyak yang seneng dan kagum sama dia"
"Eehm aku mau ke toilet dulu yah Yun, kebelet nih. Aku tinggal bentar gakpapa kan?"
"Ah iya iya gak papa kok Fan"
Tifani mengambil tasnya dan berjalan terburu-buru menuju ke toilet. Sesampainya di toilet dia sendiri tak sadar kalau dia barusan meneteskan air mata. Dia berbicara pada cermin yang ada di hadapannya,
"Kenapa gue harus sedih sih? Attar kan cuman nolongin Yuna? Wajar dong! Gue gak boleh egois Attar itu bukan siapa-siapa gue!" Ucapnya tegas berusaha menguatkan diri namun setelah itu dia menangis lagi
"Tapi hati gue sakit Tar, meskipun cuman sesederhana itu tapi gue belum bisa nerima ini semua. Gue butuh waktu buat hilangin semua perasaan ini, ini gak mudah Tar, gak mudah! Semoga seiring berjalannya waktu gue bisa ngelupain elu" berbicara sambil menangis membuat perkataannya tak jelas dia ucapkan. Namun setelah hampir 20 menit lamanya dia di toilet, dia membersihkan wajahnya bekas menangis tadi agar tak ada satupun yang mengetahuinya. Setelah beres Tifani kembali berjalan menuju ke kamar Yuna, namun siapa yang menyangka saat Tifani berada di depan pintu yang sedikit terbuka itu dia mendengar ada orang lain di dalam, lalu dia mengintip di sela-sela pintu itu untuk melihat siapa yang ada di dalam dan ternyata itu Attar dan Fahri yang baru saja datang membawa beberapa bingkisan besar yang isinya macam-macam namun tak terlihat jelas oleh Tifani. Kaget, itulah yang dirasakan Tifani, dia mengurungkan niatnya untuk masuk dan mendengarkan beberapa percakapan mereka di dalam.
"Banyak banget sih bingkisannya, wah bisa-bisa aku gendut nih pas pulang hahah" ucap Yuna
"Sengaja biar kamu cepat pulih, dan bisa beraktifitas lagi seperti biasa" ucap Attar
"Iya iya bakal aku habisin kok tenang aja. Kalau perlu aku akan minta tambah lagi hahaha"
"Boleh Yun, di rumah cemilan Attar banyak banget ntar aku curiin buat kamu" ucap Fahri
"Sakit perut dong aku makan makanan curian hahaha"
"Tau nih si Fahri, padahal semua cemilan di rumah itu punya dia. Cemilannya coklat lagi udah kaya cewek aja hahah"
Mereka semua tertawa terbahak-bahak atas pembahasan itu tanpa menyadari keberadaan Tifani di depan pintu. Mendengar itu Tifani menutup pintu pelan-pelan dan bersandar di balik pintu itu kemudian mengeluarkan henfonnya, dia mengetik sebuah pesan yang ditujukan pada Yuna.
"Yun maaf yah aku langsung pulang soalnya aku dapat telfon dari nyokap kalau dia minta di jemput sekarang di Mall. Maaf aku gak sempat pamit, nanti aku mampir lagi yah"
Setelah menulis itu dia memasukkan kembali henfonnya di dalam tas lalu melihat lurus kedepan sambil berkata dalam hatinya,
"Aku mencintaimu dengan pasrah, karna aku tidak akan pernah memaksa" sambil menutup kedua mata yang sangat kuat menampung air mata itu menimbulkan tarikan nafas panjang yang begitu sesak, membuatnya menyerah pada rasa sakit dan menata langkahnya untuk berlalu pergi.Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Allah, Muhammad & You
Romance[Islamic love story] Kisah seorang pemuda muslim dan wanita nasrani💚