Di suatu malam yang dingin memecah segala kerisauan dan kecemasan di dalam hati, membuat pikiran yang kacau semakin tenang dan tertata. Ketika menyandang status bujangan tak ada yang lebih indah dari pada menjalani hidup dengan kebebasan, bebas berpikir, bebas berekspresi dan bebas bereksplorasi. Ada juga yang sangat nyaman dengan bebas dalam menyalurkan hobby di usia muda, bebas bekerja mencari nafkah, tapi tak jarang juga yang memilih bebas untuk mencinta dan cintai sehingga masa muda lebih berwarna, katanya. Attar juga seperti pemuda pada umumnya, memiliki tujuan hidup yang masi dalam perjalanan untuk dicapai. Namun sukses dengan segala kemewahan bukanlah tujuan utamanya, yang ada dipikirannya saat ini adalah bagaimana membahagiakan kedua orang tua dan keluarga dengan cara memberikan yang terbaik dari apa yang sudah dia perjuangkan, karna kebahagian mereka adalah kesuksesan terbesar Attar sebagai seorang anak, itulah yang dia katakan pada semua orang.
Hari itu Ryan dan Attar makan siang bersama namun kebetulan Tifani juga ikut bersama mereka, ini bukan hal pertama mereka makan bertiga melainkan hal yang baru terulang lagi karena selama ini Tifani juga sibuk dengan urusannya sendiri. Di meja makan sebuah cafe yang tak jauh dari kampus,
"Aaah kenyang Alhamdulillah!" Ucap Ryan
"Sudah mau pulang?" Tanya Attar
"Iya deh, udah kelar kan urusan kita?" Ucap Ryan lagi
"Kalian udah gak ada kegiatan lagi hari ini?" Tanya Tifani
"Hmm gak ada deh kayaknya, mau langsung pulang aja" ucap Attar
"Yaudah deh, yuk kita pulang aja. Kalian barengan?" Tanya Tufani yang sudah berdiri dari meja makan
"Gak, kita pulang sendiri-sendiri kok. Kamu mau ikut?" Attar menawarkan tumpangan
"Hmm gak usah, aku nebeng sama Ryan aja. Boleh yah Yan?"
"Iya iya" ucap Ryan sambil membakar sebatang rokok yang ada dimulutnya
"Yaudah kalo gitu aku duluan yah, mau ke ATM dulu soalnya" ucap Attar
"Oke hati-hati Tar" ucap Tifani melambaikan tangan dengan senyumannya
"Yaudah yuk, kita juga pulang" ucap Tifani sambil menarik lengan baju Ryan
"Ntar dulu, gue habisin rokok dulu nih tanggung dikit lagi. Duduk aja dulu"
"Yaudah deh" ucapnya sambil duduk kembali
Tiba-tiba Ryan bertanya pada Tifani yang membuat dia kaget
"Kamu masi ngarep sama dia?" Tanya Ryan sambil melirik pintu tempat Attar keluar tadi
"Ah? Aku? Hehe sudalah jangan dibahas" jawabnya singkat
"Gue serius Fan, cerita aja seperti biasanya. Attar juga udah gak ada"
"Huff! Pertanyaan lu buat gue sesak Yan" Tifani sedikit menunduk
"Fan, gue pengen banget bantuin lu, apa pun caranya. Tapi gue gak tau mesti gimana. Setiap kali gue nanya ke Attar kenapa dia belum juga nyari-nyari calon pendamping, dia selalu bilang ntar juga datang sendiri atau kalo gak dia bilang semua sudah di atur sama Allah pasti nanti ketemu kalo sudah waktunya. Jadi gue gak tau mesti ngapain, kayaknya dia memang belum memikirkan soal itu. Tapi yah gue gak tau hatinya gimana"
"Yah seperti itulah Attar. Gue gak heran lagi dengernya. Makanya gue gak berani untuk ngapa-ngapain takutnya gue salah langkah. Gue suka sama dia, tapi gue gak mau salah ambil keputusan yang buat dia semakin jauh dari gue. Mungkin udah takdir gue yang selamanya hanya bisa jadi sahabat dia doang Yan" ucapnya sambil tersenyum menahan sakit hati
"Gue kasi saran boleh gak?" Ucap Ryan mengecilkan suaranya
Tifani yang dari tadi menunduk langsung melihat ke Ryan sambil menaikkan alisnya sebagai tanda dia ingin mendengar saran yang Ryan tawarkan
"Jadi gini Fan, kenapa gak lu coba untuk ngomong langsung aja sama dia? Maksud gue gini loh, Attar gak akan mulai jika kalian hanya gini-gini terus, lu kan tau Attar itu gimana, lebih lagi dia belum pernah yang namanya pacaran atau apapun itu yang bersangkutan soal perempuan. Mungkin aja dengan lu ngomong langsung, dia bisa tersentuh"
"Gak Yan, gue gak berani. Lu tau sendiri Attar itu gimana, yang ada gue malu-maluin diri gue sendiri di depan dia, terlebih lagi kalo gue ditolak. Gak! Gue gak mau" ucap Tifani sambil menutup wajahnya
"Fan tenang dulu! Hei, dengerin gue baik-baik. Gue bakal bantuin elu untuk mempersiapkan semuanya, lu tinggal bilang aja lu mau ngomong di mana dengan suasana seperti apa, bakal gue siapin demi elu! Percaya sama gue, Attar gak akan buat elu merasa malu, dia gak bakal jatuhin harga diri elu. Gue cuma mau lu bisa mendapatkan kepastian dari semua ini, gue mau lu gak sedih lagi, gak tersiksa lagi sama semua perasan lu itu. Yah, mau yah? Ini semua demi elu dan Attar" Ryan membujuk Tifani dengan tutur kata yang lemah lembut. Dia begitu yakin jika Attar akan memberikan respon yang baik terlebih lagi setelah pembicaraannya soal Tifani beberapa hari yang lalu bersama Attar. Dia mulai yakin setelah mendengar Attar mengatakan bahwa ada yang lain dengan perasaannya saat bertemu Tifani dipesta itu.
"Tapi Yan gue mesti ngomong apa? Gue gak berani, gue takut Attar ngejauhin gue setelah itu!" Ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca
"Trus lu mau sampai kapan kek gini? Mau sampai Attar menikah dengan perempuan lain? Dan elu terus-terusan merasa bersalah disisa umur lu karna udah biarin Attar gak tau soal perasaan lu itu? Iya? Ayolah Fan, percaya sama gue. Kita coba! Kalaupun gak berhasil, setidaknya lu udah gak nyesek karna terus-terusan memendam perasaan itu" ucapnya meyakinkan, namun Tifani tak berbicara apa-apa hanya terus menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan terlihat beberapa tetesan air mata keluar dari sela-sela jemarinya
"Fan? Elu mau yah?" Tanyanya menarik tangan Tifani agar bisa melihat wajahnya
"Iya Yan" jawab Tifani dengan mata yang sembab namun terpancar keyakinan di wajahnya
"Oke! Kita siapin semuanya! Sekarang lu persiapin diri lu dan pikirin apa yang mau lu ngomongin ke Attar. Setelah lu siap, kasi tau gue hari apa dan tempatnya di mana. Oke?" Tanya Ryan yang di balas anggukan cepat oleh Tifani
Sejak saat itu Ryan diam-diam menyiapkan segalanya untuk Tifani, mulai dari tempat yang cocok dan alur cerita yang akan mereka perankan tanpa sepengetahuan Attar dan yang lainnya. Di sisi lain Tifani merasa gelisah tentang keputusan nekat yang dia ambil, dia selalu memikirkan tentang harga dirinya di depan Attar jika dia mengungkapkan perasaan terlebih dahulu. Sempat ingin menyerah dan pasrah pada keadaan, namun Ryan selalu menguatkan dan menyemangati agar Tifani berani dan lebih percaya diri. Sampai tibalah hari di mana semua akan dimulai. Tepatnya di sabtu soreh Ryan dan Tifani mengajak Attar untuk ke pantai dengan alasan menemani Ryan yang ingin bertemu dengan seseorang. Mereka bertiga menunggu di sebuah cafe yang letaknya di tepi pantai, namun orang yang ditunggu tak kunjung datang.
"Sebenarnya lu nungguin siapa sih Yan? Sudah sejam kita duduk belum datang-datang juga" tanya Attar
"Yah sabar dong Tar, kaya lu gak tau macetnya Jakarta aja"
Tifani dari tadi hanya diam dan hanya bicara jika ditanya saja. Terlihat dari raut wajahnya jika dia sangat gugup hari ini, namun itu tak memancing kecurigaan Attar terhadapnya.
"Kayaknya masi lama deh. Kita jalan-jalan ke pinggir pantai aja yuk. Supaya kalian gak bete nungguin juga" tawaran Ryan
"Kita solat dulu baru jalan-jalan" Jawab Attar cepat dan yang lainpun mengiyakan
Waktu sudah menunjukkan pukul 19:11 malam dan mereka berjalan di tepi pantai sambil sesekali bermain air yang terbawa ombak. Mereka terlihat lebih enjoy dan santai, terutama Tifani yang mungkin sudah sedikit bisa mengontrol diri.
"Eh temen gue udah datang, nih dia ngirimin WA ke gue. Gue pergi dulu yah" ucap Ryan tiba-tiba
"Lah trus kita gimana? Kita ikut aja yah" ucap Attar
"Jangan, bentar doang kok. Kalian tunggu di sini aja bentar lagi gue balik. Daaa!" Ucap Ryan melambaikan tangan dan buru-buru pergi
"Yah dia mah" Attar sedikit kesal namun terlihat masi menikmati suara gemuru ombak
"Kamu sering ke sini yah Tar?" Tanya Tifani membuka pembicaraan
"Lumayan sih, hampir setiap malam minggu aku di sini sama Ryan. Gak tau kenapa dia suka banget tempat ini, jadinya aku ikut-ikutan dibawa" ucapnya sambil berjalan santai memegang sepatunya
"Kamu jadi suka pantai juga dong?"
"Emng dari dulu sih, cuman kadang aku malas ke pantai kalau gak ada temen"
Tifani hanya tersenyum mendengarnya, dia tidak tau lagi harus bertanya apa agar pembicaraan ini tidak berakhir
"Di sini dingin banget, kamu gak mau kita balik aja ke cafe tadi?" Tawar Attar yang hanya mendapatkan tatapan dari Tifani
"yaudah kalo gak mau. Sepertinya kamu suka banget sama suasana pantai seperti ini yah Fan?" Tanya Attar lagi
"Kenapa kamu bisa bilang seperti itu?"
"Yah dari tadi aku liat kamu enjoy banget, padahal sudah jalan sejauh ini tapi kamu gak capek-capek"
Dalam hati Tifani berkata 'itu karna ada kamu di samping aku Tar' namun dia belum memiliki keberanian untuk memberi tahu pada Attar karna dia masi gerogi dengan suasana ini. Meskipun mereka sudah lama berteman namun ini kali pertama mereka jalan berdua di tepi pantai.
"Awas Tar, nanti celana kamu basah loh. Jangan jalan terlalu di tepi" ucap Tifani yang tersadar dari lamunannya tadi
"Ah iya iya." Responnya sambil berjalan menjauh dari air
"Eh Fan liat deh, tumben malam ini gak hujan. Sudah tiga malam berturut-turut hujan deras mulu kan. Bahkan pertigaan dekat kopleks aku sudah banjir. Tapi malam ini banyak bintang noh" Attar menunjuk bintang dilangit
"Itu karna aku minta sama mereka untuk bersinar malam ini" Tifani tertawa setelah mengatakannya
"Emang bisa? Hahahah" Attar pun ikutan tertawa
"Eh jangan salah. Aku punya bintang idaman loh Tar hahaha" ucap Tifani tertawa lagi
"Bintang idaman? Gimana ceritanya?" Attar menatap Tifani bingung
"Sekarang coba kamu lihat ke langit" pinta Tifani dan berhenti berjalan yang langsung dilakukan Attar
"Trus?" Ucap Attar sambil menatap ke langit
"Cari bintang yang paling terang menurut kamu" Tifani menatap Attar yang dengan polosnya mengikuti perkataannya dan menunjuk satu persatu bintang di langit
"Aduuuh banyak banget Fan! Aku gak bisa milih" ucapnya menggaruk-garuk kepala
"Kamu gak bisa liat bintang yang paling terang? Ada kok itu"
"Yang mana sih? Sama aja aku ngeliatnya" mereka masi menatap langit
"Ah aku liat, aku liat! Itu yang di sebelah kiri! Liat deh!" Ucap Attar kegirangan menunjuk bintang
"Kamu suka bintang yang itu?" Tanya Tifani sambil berbalik dan menatap Attar
"Iya aku suka yang itu. Kalo kamu? Oh iya bintang idaman yang kamu cerita tadi yang mana?" Ucap Attar masi tersenyum girang seperti sebelumnya
"Kamu" jawab Tifani singkat namun membuat Attar tiba-tiba berhenti tersenyum. Dia yang tadinya menatap langit tiba-tiba tertegun dan pelan-pelan berbalik ke arah Tifani.
"Ma..maksud kamu?" Tanyanya lagi sambil terbata-bata melihat Tifani yang menatapnya dengan wajah yang sangat serius
"Bintang idaman aku yah kamu Tar" Tifani masi menatap Attar dengan sangat dalam
"Aku?" Tanya Attar sambil menunjuk dirinya sendiri dan hanya di balas anggukan oleh Tifani
"Kok aku sih Fan? Hahaha kamu bisa aja aku kan bu.." Ucapan Attar dipotong oleh Tifani
"Kamu memang bukan bintang yang ada di langit, tapi kamu bintang di hati aku. Tar, coba kamu liat aku" ucap Tifani sambil menarik lengan baju Attar yang memalingkan wajahnya melihat pasir
"Aku serius. Semenjak aku kenal sama kamu, hidup aku berbeda dari sebelumnya. Kamu sudah membawa perubahan dalam hidup dan hati aku. Jujur aku sangat malu mengatakan ini, tapi..." Tifani melepas lengan baju Attar dan berbalik maju dua langkah membelakangi Attar
"Aku suka sama kamu" lanjutnya sambil menutup matanya yang ingin menangis
Attar yang berdiri di belakang Tifani terdiam dan terpaku, tidak dapat berkata apa-apa.
"Aku tau pasti yang ada dipikiran kamu saat ini adalah aku perempuan yang gak tau mau, perempuan yang gak punya harga diri. Tapi aku gak tau mesti gimana lagi Tar, aku buntu! Sejak empat tahun lalu disetiap malam aku berdoa sama Tuhan tentang kamu tapi sampai detik ini Tuhan gak ngasih aku petunjuk apa-apa, bahkan Tuhan gak ngasih aku jawaban sedikitpun! Aku bingung Tar, aku ti...." Tifani yang mulai menangis dan berbicara tidak karuan, tiba-tiba ucapannya di potong oleh Attar yang maju dan berdiri tepat di hadapannya
"Fan istighfar, dengerin aku! Aku gak pernah berpikiran seperti yang kamu bilang barusan. Di mata aku kamu tetap perempuan baik-baik seperti yang aku kenal selama ini, dan hal itu yang buat pertemanan kita awet sampai sekarang" ucap Attar di hadapan Tifani yang dari tadi hanya menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya
"Apa pun itu jangan pernah sekali-sekali menyalahkan Tuhan, Fan. Dia maha mendengar, mungkin doa yang selama ini kamu panjatkan selalu Dia jawab tapi kamu yang tidak bisa menyadarinya"
"Trus aku mesti gimana? Aku gak tau apa yang sudah aku perbuat. Selama ini aku hanya berpikir bagaimana caranya agar kamu tau perasaan aku tapi aku gak berani. Aku sedih setiap kali aku ngeliat kamu tapi kamu gak tau apa-apa tentang hati aku, kamu gak pernah meng..." lagi-lagi ucapannya dipotong oleh Attar
"Aku sudah tau semuanya!" Mendengar itu Tifani seketika terdiam dan menatap Attar dengan mulut yang sedikit menganga
"Aa..apa?" Tifani tak percaya
"Iya. Aku tau . Aku sudah tau tentang semua perasaan kamu selama ini jauh sebelum acara pesta ulang tahun kamu"
"Ta..tapi bagaimana kamu bisa tau?" Tanyanya lagi sambil menyeka air matanya dan disisi lain dalam hati Attar berkata 'aku gak mungkin bilang yang sebenarnya, aku gak mau kamu kecewa dan marah pada Ryan'
"Aku bisa merasakannya Fan!" Ucap Attar setelah berfikir
"Lalu kenapa selama ini kamu diam saja? Hah? Kenapa kamu gak bilang kalo kamu sudah tau tentang perasaan aku?" Ucap Tifani
"Aku takut aku salah Fan, aku takut semua hanya halusinasiku saja. Aku tidak bermaksud menyembunyikan semua ini" ucap Attar dengan lemah lembut
"Lalu bagaimana dengan perasaanmu ke aku?!" Tifani semakin tidak bisa menahan emosinya dan dia kembali menangis
Mendengar pertanyaan itu Attar terpaku menatap Tifani yang sudah bercucuran air mata, dia tidak mengerti apa yang harus dia katakan dan apa yang harus dia lakukan saat ini.
"Bagaimana dengan perasaanmu?! Jawab aku Attar, jawab aku!!" Tifani berteriak menarik-narik lengan baju Attar yang sekarang hanya mematung
"Ma..maafkan aku Fan, maafkan aku. Tapi aku ti..." Ucapan Attar yang langsung dimengerti oleh Tifani dan seketika memotong ucapannya
"Baiklah!" Tifani menelan ludah dengan susah paya dan menyeka air mata dengan kedua tangannya
"Kamu gak perlu melanjutkan ucapanmu, aku sudah mengerti apa yang akan kamu katakan. Terimakasih untuk bunga yang sudah kamu berikan ke aku. Bunga indah yang selalu aku sapa setiap pagi meskipun sudah layu dari beberapa waktu yang lalu. Sekarang aku mengerti kenapa kamu memberikan bunga itu padaku. Bunga yang aku kira adalah harapan untuk perasaanku ternyata hanya balas kasihanmu padaku" Tifani melangkah berpaling meninggalkan Attar
"Fan tunggu!" Attar mencegah kepergian Tifani, diapun berhenti dan berkata tanpa berbalik melihat Attar
"Aku minta kamu lupakan kejadian hari ini, dan mulai saat ini anggap aku tidak pernah ada dalam kehidupanmu" dia kemudian berlari meninggalkan Attar.
Attar terdiam melihat kepergian Tifani yang berlari meninggalkannya, bahkan dari jarak sangat jauh masi terlihat jika Tifani menyeka air mata dipipinya membuat dia merasa sangat bersalah atas kejadian ini. Dia melempar sepatu yang dia pegang ke pasir dan memegang kepalanya yang jelas sangat pusing memikirkan hal ini.
"Maafkan aku Fan, maafkan aku. Aku gak bermaksud menyakiti perasaanmu, tapi mungkin inilah yang terbaik. Aku harap setelah ini kamu gak akan menjauh dari aku" ucap Attar yang berbicara ke arah laut lepas di hadapannya.
Sedangkan di tempat lain Tifani yang berlari ke arah cafe tadi dilihat oleh Ryan yang sedari tadi duduk sendiri di cafe itu menunggu mereka berdua selesai berbicara. Namun dari dalam cafe Ryan melihat Tifani berlari ke arah parkiran sambil menangis dan memegang sepatu yang dia kenakan tadi.
"Wah gak beres nih!" Ucap Ryan sambil mematikan batang rokoknya dan berlari keluar mengejar Tifani
"Fan!! Tunggu Fan!!! Tifani?!!!" Ucapnya berteriak dan Tifani pun berbalik melihat Ryan, namun dia hanya berhenti sebentar untuk menyeka air mata di pipinya kemudian berlari meninggalkan Ryan lagi. Ryan memutuskan untuk berhenti mengejar karna dia sudah tau apa yang terjadi, dia berbalik badan dan mencoba mencari Attar di sekitaran pantai tadi. Sebelum dia sampai di pinggir pantai dia sudah melihat Attar berjalan sendirian memegang sepatunya sambil menunduk lesuh. Ryan buru-buru menghampiri Attar
"Attar! Apa yang terjadi? Kenapa Tifani lari-lari sambil menangis kek gitu?"
"Barusan dia ngungkapin perasaannya ke gue Yan" ucap Attar dengan wajah lesuh
"Nah trus?" Tanyanya lagi penasaran
"Tapi gue gak bisa Yan" Attar kembali menunduk
"Apa kata-kata lu nyakitin hati Tifani?"
"Gue bahkan belum ngomong apa-apa Yan. Waktu dia bilang kalo dia suka sama gue trus dia nanya gimana perasaan gue ke dia, gue cuma bilang gue minta maaf Fan. Dia langsung nangis dan ninggalin gue. Apa gue salah Yan?" Tanya Attar merasa sangat bersalah
"Hufff" Ryan menarik nafas panjang
"Gue ngerti maksud lu dan elu gak salah. Gue yakin dan percaya kalo lu juga gak ada maksud buat Tifani jadi sedih"
"Trus gue mesti gimana Yan? Tifani kayaknya marah banget sama gue"
"Gak, dia gak mungkin marah. Dia cuma terbawa suasana hatinya aja yang lagi kacau, setelah ini gue yakin dia akan lebih membaik dari sebelumnya. Percaya sama gue, elu udah ngelakuin yang terbaik" ucap Ryan sambil menepuk-nepuk pundak Attar
"Sekarang pake sepatu lu dan kita makan dulu baru pulang" ucap Ryan lagi
"Tapi Tifani gimana Yan? Dia pulang sama siapa?" Tanya Attar khawatir
"Tenang aja, dia bisa pulang sendiri kok" jawab Ryan yang tau persis karna dia dan Tifanilah yang sudah merencanakan ini, Attar hanya mengangguk dan mereka berdua kembali ke cafe tadi untuk makan malam. Sambil berjalan Ryan berkata dalam hatinya 'gue lebih merasa bersalah Tar. Gue yang udah minta Tifani ngelakuin ini, karna gue ngira lu juga ada rasa sama dia. Fan, di manapun lu sekarang gue minta maaf'Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Allah, Muhammad & You
Romance[Islamic love story] Kisah seorang pemuda muslim dan wanita nasrani💚