Part 4

442 13 1
                                    

Beberapa menit yang lalu acara telah dimulai. Dengan rangkaian tiup lilin dan potong kue layaknya pesta ulang tahun pada umumnya, dilanjutkan dengan acara makan-makan untuk semua tamu undangan. Terlihat beberapa menu yang sangat mewah, mulai dari makanan Indonesia sampai makanan Eropa tersedia di pesta ulang tahun itu. Namun yang memebuat Attar tak nyaman karena pesta seperti ini tidak mengediakan kursi dan meja untuk makan, sehingga meninggalkan kesan budaya kebarat-baratan yang mungkin sedikit tidak cocok dengan kepribadian Attar. Meskipun dia pemuda yang gaul dan cukup ikut trend masa kini, namun dia juga tetap menjalankan sunnah yang dia yakini kebenarannya dan menjadi pegangan hidupnya.
Karena hal itu Attar hanya mengambil beberapa potong kue dan minuman dingin kemudian keluar dari ruangan tersebut menuju kolam berenang yang letaknya hanya ada di depan ruangan. Dipinggir kolam renang Attar duduk di sekitar tembok yang memang disediakan untuk para perenang. Tak canggung dan tak merasa risih jika harus makan diluar seorang diri yang penting baginya dia tetap menjalankan apa yang dia yakini kebenarannya. Setelah makan beberapa potong kue sambil menikmati langit malam yang nampak sangat indah terlihat dari posisi Attar saat ini, tiba-tiba ada seseorang yang duduk di sebelah Attar. Yah, dia Tifani yang dari tadi mencari keberadaan Attar.
"Kamu ngapain di sini?" Tanya Tifani
"Eh kamu kok keluar sih? Ntar tamu yang lain nyariin gak enak tuh"
"Gak kok lagian semua lagi pada makan. Loh kamu kok gak makan makanan berat sih?" Tanya Tifani setelah melirik piring kue yang dipegang Attar
"Ah gak dulu deh masi kenyang. Sebelum ke sini aku masak mie sama Fahri hehe"
"Tapi Fahri udah makan lima piring loh di dalam"
"Dia mah gak usah ditanyain, sepuluh piring juga dihabisin sama dia hahaha" Attar tertawa keras membuat Tifani tersenyum melihat wajah Attar yang benar-benar sangat memikat hatinya
Attar yang tadi tertawa keras tiba-tiba memelankan suaranya ketika melihat Tifani menatapnya dengan senyuman.
"Ka...kamu kenapa Fan?" Tanya Attar sambil memegang garpu dimulutnya
"Ah sorry sorry! Aku gak papa kok tadi bengong aja" Tifani menunduk malu
"Kirain kamu kesambet hahahah" Attar lanjut tertawa
"Kamu lagi senang banget yah Tar?" Tifani bertanya sambil tersenyum bahagia melihat tawa Attar
"Ah? Aku? Eng..engga! Aku kenapa? Ada apa?" Attar terbata-bata karena gugup dengan pandangan Tifani
"Hahahahaha!!! Kamu lucu banget sih Tar! Gak berubah-berubah deh! Hahahhah" Tifani terbahak-bahak
"Kamu kenapa sih Fan? Ngerjain mulu deh" Attar bingung sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal
"Gakpapa kok, aku senang aja liat kamu dari tadi ketawa terus" tersenyum lagi
"Emang iya yah? Kamu merhatiin?" Tanya Attar makin salah tingkah
"Enggak!! Kamu makan lagi gih, setelah itu kamu masuk yah!" Tifani berdiri dan melangkah masuk ke dalam.
Attar yang hanya mengangguk dan masi duduk sendirian menatap langkah demi langkah Tifani yang membuat hatinya menjadi tidak menentu. Dia sendiri tidak tau apa yang dia rasakan dalam hatinya beberapa menit yang lalu ketika bersama Tifani. Dia tidak pernah berkedip sampai Tifani hilang dibalik pintu. Dalam hatinya dia mengatakan 'ada apa dengan perasaanku? Kenapa aku merasa sangat berbeda dari biasanya?'
Setelah makanannya habis dia kembali masuk ke dalam dan bergabung dengan tamu yang lain. Ryan, Fahri dan yang lainnya terlihat masi asik dengan makanannya, Attar pun menyamperi mereka semua.
"Eh dari mana aja lu?" Tanya Ryan
"Cari angin di luar" jawab Attar
"Tar liat deh, bunga yang lu kasi dipegang terus sama Tifani. Cantik Tar, cocok banget sama gaun yang dia pake" ucap Ryan
"Yah syukurlah kalau dia suka" Attar tersenyum menatap Tifani dari kejauhan
"Dia kenapa Yan senyum-senyum gak jelas?" Tanya Fahri pada Ryan dengan berbisik
"Lagi jatuh cinta kali" jawab Ryan dengan suara yang kecil namun terdengar oleh Attar
"Apa lagi lu berdua hah?" Attar membuat mereka berdua terkejut
"Apa sih orang gak ngapa-ngapain juga" jawab Fahri
"Makan dah tuh abisin, tuh masi banyak tuh! Setelah itu kita pulang" Jawab Attar sambil menunjuk semua makanan yang ada meja.
Yuna tiba-tiba menyamperi mereka.
"Yan kamu belum mau pulang gak?" Tanya Yuna tiba-tiba
"Belum Yun, kenapa? Kamu udah mau pulang?" Tanya Ryan
"Iya sih udah malem banget, papah sendirian di rumah. Tapi aku gak bawa mobil soalnya tadi naik taxi ke sini"
"Lah trus gimana dong? Mau aku anterin? Tapi tunggu bentar lagi yah soalnya mobil aku dipake Feri nganterin pacarnya pulang. Dia juga gak bawa mobil tadi"
"Sama kita aja Yun! Attar juga sudah mau pulang kok, tadi dia bilang" saut Fahri tiba-tiba membuat Attar melotot ke arahnya
"Kapan aku bilang?" Tanya Attar dengan suara berbisik dan bingung
"Tadi kamu bilang, Tuh makan semua tuh yang ada di meja trus setelah itu kita pulang! Gitu tadi" jawab Fahri sambil mempraktekkan gaya Attar yang tadi.
Yang lain tertawa melihat Fahri mengejek Attar seperti itu, namun Attar hanya menunduk malu sambil berkata dalam hatinya 'anak ini bener-bener yah'. Yuna yang juga tertawa kemudian berkata,
"Gak usah aku bisa naik taxi kok, atau gak aku minta tolong sama anak-anak yang lain. Pasti sudah ada yang mau pulang kok." Jawab Yuna tersenyum pada semua
"Tunggu bentar lagi Yun, tunggu mobil aku sampai trus aku anterin kamu pulang. Bentar aku telfon Feri dulu yah" Ryan mengeluarkan henfonnya dari kantong dan tiba-tiba,
"Gak usah biar aku yang anterin, kebetulan kita kan satu arah. Kamu sekalian ikut aku sama Fahri aja." Saut Attar membuat semua yang lain legah
"Gak ngerepotin nih Tar? Apa kamu juga sudah mau pulang?" Tanya Yuna merasa tidak enak
"Iya gapapa kok. Mau pulang sekarang?"
"Iya sih kalau kamu gak keberatan" jawab Yuna sambil mengerutkan dahinya
"Yaudah yuk." Jawab Attar sambil berjalan keluar namun sadar jika Fahri tidak ikut dengannya
"Kamu juga ayok!!" Attar berbalik lagi trus menarik tangan Fahri yang lagi tertawa kecil bareng Ryan
"Iya iya" jawab Fahri pasrah
"Hati-hati bro!!!" Teriak Ryan melambaikan tangan pada mereka semua dan mendapat jempol dan wink dari Fahri yang tidak terlihat oleh Attar tanda mereka lagi merasa berhasil akan sesuatu.
Rumah Yuna cukup jauh sehingga mereka sedikit memakan waktu diperjalanan yang kebetulan sedang macet. Sejauh ini tidak ada pembicaraan yang berarti diantara mereka karena memang Attar dan Yuna baru kenal dan baru bertemu beberapa kali. Untungnya Fahri cukup mengenal Yuna sehingga dia bisa membangun suasana yang bisa dibilang cukup kaku.
"Oh iya prof sendirian di rumah emangnya nyokap kemana Yun?" Tanya Fahri yang menoleh ke belakang tempat Yuna duduk
"Oh mama lagi di singapur bareng adek aku, lagi nyari kampus buat adek yang baru mau masuk kuliah"
"Oh emang kamu saudaraan berapa orang?" Tanya Fahri lagi
"3 orang, aku anak pertama dan semua cewek hehe"
"Waaw! Luar biasa, Attar juga anak pertama, tapi dia cuma punya satu adek cewek heheh"
"Siapa yang nanya Fahri!" Saut Attar sambil menepuk jidat
"Hahahah gitu yah? Asik tau punya kakak cowok. Itu kata orang sih, aku juga gak pernah rasain" kata Yuna yang tertawa merasa terhibur dengan Fahri
"Bisalah kamu kakak adek-an sama Attar. Kan emang Attar lebih tua dikit dari kamu heheh"
"Kok aku terus sih?" Jawab Attar mulai tertawa melihat tingkah konyol Fahri
"Hahaha iya kok Attar terus? Kalau kamu gimana?" Kata Yuna sedikit menggombal Fahri agar suasana semakin riang
"Lah jangan aku, aku malu tau" jawabnya sambil menutup mukanya yang malu
Mereka semua tertawa, terlebih lagi Yuna yang benar-benar merasa terhibur. Attar yang sesekali melihat ke spion belakang yang tepat menampakkan wajah Yuna sedikit tersenyum menikmati suasana ini. Dan sesekali Yuna melihat spion juga dan pada saat bersamaan mereka tidak sengaja saling menatap di spion, dan itu membuat mereka jadi salah tingkah. Suasana baru dibangun oleh Yuna dalam sebuah percakapan,
"Setelah ini Attar ngantar Fahri pulang lagi yah?" Tanya Yuna sedikit memajukan tubuhnya ke depan
"Ah? Enggak kok. Kebetulan kami serumah hehe" jawab Attar
"Oh kalian serumah? Wah seru dong? Kalian tinggal daerah mana emang?"
"Yaaah udah lewat Yun. Di dekat perempatan yang barusan itu loh, jalan subroto. Cari aja perumahaan Mutiara" jawab Fahri
"Oh bagian situ. Perumahaan sebelahnya itu rumah temen aku, aku sering banget ke situ. Perumahaan apa yah namanya aku lupa"
"Perumahan Melati?" Ucap Attar dan Fahri serentak
"Nah itu hahahah"
"Lain kali mampir ke rumah aja Yun. Eh maksud aku Rumah Attar, itu rumah Attar yang punya." Jawab Fahri
"Oh gitu, kalian tinggal berdua doang?"
"Iya berdua doang"
"Orang tua kalian?"
"Mereka di Bandung, kami asli bandung" jawab Attar
"Oh kirain kalian asli Jakarta. Ternyata dari bandung yah. Pantes aja ngomongnya masi pake aku kamu hehehe"
"Iya kalau kami berdua yang ngomong emang masi gitu, tapi kalau sama teman-teman yang lain pakenya lu gue juga kok" ucap Fahri
"Sama aku juga kalian santai aja yah gak usah kaku banget. Mau panggil lo gue juga gapapa kok"
"Gak enak ah manghil anak prof kek gitu ahhaha" jawab Fahri
"Ah santai aja, yang prof kan papa aku. Aku cuma mahasiswa biasa hahaha"
"Hahaha siap siap"
"Oh iya rumah kamu deket sini kan? Kita belok gang yang mana nih?" Tanya Attar yang menyetir
"Tuh agak depan lagi Tar, dekat mini market belok Kiri"
"Oh oke sip sip"
Beberapa menit kemudian mereka tiba di depan rumah Yuna. Rumah mewah berpagarkan beton kokoh berwarna putih. Dari bentuk pagarnya saja sudah terlihat rumah Yuna pasti sangat mewah di dalam, namun tidak terlihat jelas dari depan jika tidak memasuki pagar. Seorang penjaga terlihat keluar dari tempatnya beristirahat untuk menjemput nyonya kecilnya yang baru pulang dari pesta, penjaga tersebut membukakan pagar untuk mereka namun mobil Attar hanya diparkirkan di pinggir jalan saja. Yuna pun turun dari mobil disusul dengan Attar
"Makasih banyak yah Tar sudah ngerepotin kamu, aku gak enak" ucap Yuna yang sedang berhadapan dengan Attar
"Santai aja gak papa kok. Masuk gih" jawab Attar
"Makasih juga yah Fahri!" Teriak Yuna pada Fahri yang tidak turun dari mobil
"Sip sip, sampai jumpa yah" Fahri melambai
"Aku masuk dulu kalau gitu" Yuna tersenyum pada Attar
"Silahkan" jawab Attar sambil menunggu Yuna melangkah masuk. Attar kemudian memberi salam pada penjaga pagar itu
"Assalamu alaikum pak, maaf mengganggu"
"Waalaikum salam, iya nak gak papa, hati-hati di jalan yah" bapak tua itu melambai dan tersenyum pada Attar
Attar berani mengucapkan salam karena dia melihat bapak tua itu menggunakan peci hitam, dan di dalam pos jaganya dia menggantung baju kokoh untuk di lakai solat.
Attar pun masuk ke dalam mobil,
"Pake turun segala sih Tar" ucap Fahri
"Ya iyalah, namanya kita ngantar yah harus pastiin dia sampai dengan selamat"
"Kan udah sampai tadi, selamat pula. Biarin turun sendiri aja kek"
"Itu namanya tidak menghargai perempuan Fahri. Gak sopan" jawab Attar
"Ckckck!" Fahri terkekeh menahan tawanya melihat Attar, dia menggoda Attar untuk terus-terusan dekat pada Yuna. Namun sepertinya Attar tidak menanggapi serius hal itu, dan tidak ada maksud lain baginya. Semua yang dia lakukan murni dari hati tanpa niat untuk mencari muka atau agar terlihat lebih baik di mata orang. Apa yang dia katakan, itulah yang dia lakukan. Begitulah Attar yang sebenarnya.
.....
Beberapa hari kemudian, Attar tidak ke kampus lagi karena sedang tidak enak badan. Dan kebetulan tidak ada keperluan mendesak yang harus membuatnya datang ke kampus. Seharian itu dia hanya berbaring di kamar tanpa berbicara sedikitpun. Dia hanya demam biasa mungkin karena perubahan musim yang tidak menentu, sehingga beberapa aktifitasnya terganggu. Fahri yang baru pulang dari kampus sekitar jam 3 soreh terkejut melihat Attar yang menggigil kedinginan di kamarnya. Fahri menawarkan untuk di bawa ke rumah sakit namun Attar menolak dengan Alasan dia baik-baik saja. Fahri pun berinisiatif membuatkan bubur untuk Attar.
Di dapur dia terlihat sibuk mengaduk-aduk buburnya kemudian henfonnya berdering.
"Halo, kenapa Yan?" Fahri menerima telefon dari Ryan
"Lu di mana? Dari tadi gue telfon ke henfon Attar tapi gak aktif mulu. Dia keluar yah?" Tanya Ryan dari balik telfon
"Gak, dia lagi sakit. Tuh di kamar menggigil, gue di dapur buatin dia bubur. Mungkin henfonnya dia matiin kali"
"Hah? Attar sakit? Sejak kapan?"
"Gak tau, pulang dari kampus gue udah liat dia tiduran aja di kamar"
"Padahal baru mau gue ajak keluar. Yaudah gue kesitu yah? Mau nitip apa?"
"Gak deh, gue masi kenyang juga"
"Oke deh"
Fahri menutup telfonnya dan beberapa menit kemudian bubur yang dia buat pun sudah jadi. Dibawanya bubur itu ke kamar Attar dan membangunkan Attar untuk segera makan. Attar yang tidak berdaya perlahan-lahan bangun dari tidurnya dengan sesekali memegang kepalanya yang sakit.
"Kamu sudah minum obat belum dari tadi?" Tanya Fahri yang hanya dijawab gelengan dari Attar
"Kamu punya obat?" Tanyanya lagi namun Attar menggeleng lagi
"Yasudah aku beliin dulu yah, tunggu disini. Kamu makan aja dulu" mendengar itu Attar hanya mengangguk dan pelan-pelan mengambil mangkuk berisi bubur itu. Di makannya sedikit demi sedikit meskipun sangat susah dia telan.
Sekitar sepuluh menit kemudian Ryan datang dan langsung masuk ke kamar Attar seperti baisanya.
"Lu kenapa Tar? Sakit apaan?" Tanyanya sambil buru-buru duduk di sebelah Attar
"Gakpapa kok, cuma demam biasa aja" jawabnya dengan suara yang serak
"Ke dokter yuk!"
"Gak usah, lebay banget sih lu"
"Lu yang bego, sakit sendirian gak bilang-bilang. Telfon gue kek kalau Fahri lagi gak di rumah" Ryan mengomel
"Udah kek emmak-emmak tau gak lu Yan"
"Terserah lu, intinya sekarang lu makan. Oya Fahri ke mana?"
"Ke depan beliin obat"
"Dari tadi?"
"Nanya mulu lu yah, keselek gue gak lama. Mana gue susah ngomong lagi" Attar kembali mengomel sambil mengaduk-aduk buburnya
"Iya iya dasar lu" Ryan tersenyum melihat sahabatnya itu.
"Oya semalam lu anterin Yuna sampai mana?" Tanya Ryan dengan niat dan mimik muka yang sangat ingin mengejek
"Ke rumahnya lah, masa ke rumah elu!" Jawab Attar yang tetap datar seperti biasanya kalau ditanya soal perempuan
"Cerita apa aja di mobil?" Tanya Ryan lagi
"Gak inget gue, apaan sih"
"Elu kok tiba-tiba sih pengen nganterin Yuna pulang malam itu? Padahal kan pestanya belum selesai trus kita semua belum pada pulang?"
"Gue emang udah mau pulang Yan, salah paham terus lu ah. Sama kek si Fahri, balik-balik nanyain tentang Yuna mulu. Sebel gue"
"Sebel apa sebel? Hahahah"
"Oh iya malam itu Tifani pulang sama siapa? Atau dia nginap di hotel itu?" Tanya Attar
"Cie cie nanyain Tifani. Ada apa hayoo!!" Ejek Ryan
"Nanya doang cumi..!! Yaelah"
"Oke oke hahaha! Dia pulang naik taxi malam itu, kan rumahnya deket dari hotel itu"
"Kok pulang sendirian? Kenapa gak lu anter si Yan? Kasian kan" Attar terlihat panik
"Elu sih pulang duluan, gak ada yang anterin kan hahahah"
Attar hanya memasang muka malas sambil menyuapi dirinya sendiri. Setelah itu dia kemabali bertanya pada Ryan,
"Yan, lu tau gak gue merasa kek ada yang aneh sama diri gue waktu ketemu Tifani malam itu. Gak kaya biasanya kalau ketemu dia tau gak. Atau mungkin karna terlalu kepikiran yah makanya gue gak nyantai gitu?" Tanyanya serius menatap wajah Ryan yang terkekeh mendengar penjelasan Attar
"Jangan-jangan lu udah suka yah sama dia? Ayo nagku!!"
"Mana gue tau Yan, makanya gue nanya ke elu. Gue gak pernah jatuh cinta soalnya"
"Semoga deh lu beneran suka sama Tifani, jadi dia gak perlu ngejar-ngehar lu lagi. Gue yang capek denger dia curhat"
"Gak Yan, gue yakin ini bukan perasaan suka. Bener yang gue katakan tadi, mungkin karna sebelumnya gue terlalu mikirin hal ini jadi gue samapi terbawa suasana ketika ketemu dia. Iya bener" jawabnya membela diri
"Trus apa kabar dengan Yuna? Gue liat dia makin jinak dekat lu. Gak cuek kek kemarin-kemarin lagi"
"Kalau gue liat-liat sih sebenarnya Yuna itu baik kok Yan, dia asik anaknya. Beda banget sama waktu pertama kali ketemu waktu itu, mungkin disitu dia lagi bad mood kali yah makanya garang kek gitu"
"Iya emang gue pernah bilang kan dia itu anaknya baik. Tapi kalau lagi bad mood betul-betul gak bisa diganggu"
"Ah sudalah, lu ambilin gue air dong. Fahri bawain bubur tapi gak ngasih gue air" rengek Attar pada Ryan
"Sendirian doang Yan...?!!" Tiba-tiba Fahri berteriak ketika melihat mobil Ryan dan dia sendiri masi di depan pintu rumah
"Teriak-teriak aja lu, masuk dulu cumi ah!" Teriak Ryan dari dalam kamar
"Hai~ sendirian aja mas?" Tanya Fahri dengan suara manja yang sedang mengintip di balik pintu kamar Attar
"Ya Tuhaaaann!! JIJIK GUE!!!!" Teriak Ryan sambil melempar bantal ke arah pintu kamar tempat Fahri berdiri.
Fahri pun lari ke luar sambil tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Ryan. Attar hanya menggeleng-gelengkan kepalanya ketika melihat Ryan keluar mengejar Fahri. Seperti itulah ketika mereka bertiga ketemu, untungnya Attar sedang tidak enak badan sehingga tidak bisa ikutan bercanda. Attar hanya kembali tiduran di ranjangnya sambil menghidupkan TV dan menonton acara yang sama sekali tidak ada bagus-bagusnya untuk di tonton.
Fahri kemudian mengantarkan obat kepada Attar dengan segelas Air putih.
Kurang dari 2 jam setelah Attar meminum obat itu dia merasa badannya lebih ringan, meskipun panas badannya belum turun juga. Dia keluar dari kamar dan melihat kedua temannya itu tertidur di depan TV ruang tamu dengan gaya yang sangat berantakan. Dia hanya tersenyum sambil sesekali menggelengkan kepala dan masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah itu dia ke kamarnya lagi untuk mengganti baju dan bersiap-siap seperti ingin keluar rumah. Setelah selesai bersiap dia menghampiri kedua temannya itu dan membangunkannya,
"Fahri, Yan. Bangun!! Hei, bangun bangun!" Ucapnya sambil menggoyang-goyangkan badan mereka
"Hmmm apaan sih ah" ucap Ryan setengah sadar
"Fahri bangun, hei!"
"Apa sih mas? Yang punya rumah lagi tidur, simpan aja paketannya di atas meja" ucap Fahri yang tak kalah ngawurnya
"Apaan sih, dikiranya gue kurir ekspedisi kali yah" ucap Attar menyerah
"WOI BANGUUUUUN!!!" Dia berteriak kencang yang sontak membuat Ryan dan Fahri terbelalak seketika.
"Ampun yah susah banget bangunin kalian, lagi pada mimpi apa sih?"
"Ya ampun Tar bangunin tuh pelan-pelan aja napa? Jantungan gue Tar!" Ucap Ryan sambil mengelus dadanya dengan mata masi terpejam
"Dari tadi juga udah gue bangunin pelan-pelan, lu malah pada ngawur! Pake ngatain gue mas mas segala"
"Emangnya mau kemana Tar rapih banget?" Tanya Fahri
"Keluar yuk! Gerah gue di rumah"
"Lah, lu kan sakit Tar. Kok mau jalan sih?" Ucpa Ryan memegang jidat Attar yang masih panas
"Udah gue gakpapa, udah enakan kok. Yuk, keluar yuk. Siap-siap gih"
"Hmmm iya iya"
Setelah menghabiskan waktu sekitar setengah jam untuk bersiap-siap mereka pun akhirnya keluar rumah dan mengendarai mobil Ryan untuk pergi ke suatu tempat. Kali ini mereka hanya ingin keluar bersantai sambil minum kopi di daerah yang tidak terlalu jauh dari kediaman Attar. Sesampainya di tempat itu, seperti biasa mereka selalu memesan Black Coffee dengan varian rasa yang berbeda-beda.
"Tesis lu udah sampe mana Tar?" Tanya Ryan
"Masi disitu-situ aja. Dikit lagi sih padahal. Kalau elu?"
"Belum ngerjain apa-apa hahaha"
"Enak lu pada udah nyusun tesis, gue masi kulah aja" ucap Fahri
"Semangat dong makanya. Biar bisa cepat pulang kampung kita" ucap Attar
"Setelah sidang lu mau balik Tar? Gak nyari kerja di sini aja?"tanya Ryan
"Lu kan di sini, yah elu lah yang bangun daerah sini dengan ilmu master lu nanti. Gue harus pulang ke kampung halaman gue juga buat membangun dan membawa perubahan. Ya gak?"
"Iya sih, tapi kan asik kalau kita bisa kerja sama-sama"
"Lu cariin dia istri aja di sini, pasti dia menetap di Jakarta hahahah" ucap Fahri pada Ryan
"Banyak kalo itu mah, cuman Attar aja yang belum tertarik sama mereka"
"Elu sih Tar, ayolah buka hati. Udah waktunya nyari calon pendamping. Nyokap bokap lu nanyain terus tuh, kasi jawaban dong hahaha" ucap Fahri
"Gue udah buka hati kok, gak pernah gue tutup malah. Tapi emang belum ada yang cocok aja kali" jawab Attar enteng
"Coba deh lu bilang ke kita mau yang kaya gimana. Mau yang cantik dan strata intelektualnya sama kaya lu? Mau yang pake hijab? Atau Mau sesama orang Bandung? Mau yang tajir? Atau apa?" Tanya Ryan
"Hahaha apaan sih, lu berdua nyuruh-nyuruh gue buat nyari calon emangnya lu udah punya apa?"
"Udah dong! Iya gak Yan?" Tanya Fahri yang dibalas anggukan cepat dari Ryan
"Pacar?" Tanya Attar
"Gak lah, kita cuma dekat aja. Mau membangun komitmen. Itu makanya gue semangat ngerjain tesis biar bisa cepat-cepat lamar dia haahaha" ucap Ryan
"Kalau kamu Fahri, bukan pacar juga?"
"Bukan dong, kan kamu ngelarang kita pacaran. Yah aku sama kaya Ryan, cuman komitmen aja"
"Kalian yah bener-bener! Kok aku gak tau sih?" Tanya Attar sambil tersenyum kegirangan
"Gimana juga lu mau tau, tiap kita bahas cewek aja lu ganti topik mulu" ucap Ryan
"Hahaha gak gitu bro, males aja kalau ujung-ujungnya dapat pertanyaan kapan nikah lagi dari kalian. Bosen gue"
"Emangnya lu belum ada niat sama sekali gitu buat nyari calon?" Tanya Ryan
"Pastinya adalah. Nikah itu ibadah bro, pasti semua orang mau nikah yakan? Tapi belum nemu aja yang cocok. Cocok dari segi perasaan lahir dan batin. Gue juga masi mencari kok dan gue gak mau tergesah-gesah agar jodohku nanti murni datangnya dari jalan yang Allah ridha'i"
"Yaelah, emang ada jodoh datang dari luar angkasa hahahhaha ya pasti dari Allah lah Tar"
"Semua jodoh kita memang datangnya dari Allah. Tapi caranya yang berbeda-beda. Gini yah gue jelasin. Jodoh itu datangnya dari tiga sumber atau melalui tiga cara. Yang pertama ada cinta yang datang melalui Setan. Contohnya seperti ini, aku dan perempuan itu saling suka dan kita berbuat sesuatu sampai dia hamil. Karna dia hamil akhirnya kita menikah untuk menutupi aib, itulah cinta yang datangnya melalui setan. Trus cinta yang datang dari iblis, contohnya aku suka sama perempuan itu tapi dia tidak suka sama aku. Karna aku sudah menggebu-gebu ingin memiliki dia akhirnya aku pelet dia supaya dia suka dan mau sama aku. Setelah aku pelet dia beneran suka dan akhirnya kita menikah. Itulah cinta yang datangnya melalui Jin. Kemudian yang terakhir, cinta yang datang dari Allah. Contohnya begini, aku dan dia bertemu kemudian saling pandang sehingga perasaan itu turun ke hati dan kami berdua saling suka. Kemudian aku datang ke rumahnya untuk melamarnya dan dia menerima lamaranku, kami pun akhirnya menikah dan hidup bahagia. Itulah cinta yang datangnya dari Allah. Cinta yang berjalan di atas keridha'i Allah subhana wata'ala. Jadi, mau diambil dari jalan apapun orangnya tetap sama, yang beda adalah keridha'annya" seperti biasa Attar selalu tersenyum di akhir penjelasannya
"Waaaahh!! Gila gue baru ngerti. Ternyata kasus-kasus anak muda yang selama ini kita liat bersumber dari itu semua yah?" Ryan terlihat takjub
"Ini nih yang buat gue gak mau jauh-jauh dari dia Yan. Dia selalu bikin gue tobat" ucap Fahri
"Gak kok itu hanya sedikit ilmu yang aku tau dan belum kalian pahami. Tapi karna sekarang sudah paham, maka berhati-hatilah kalian dalam memilih pasangan. Bedakan antara perasaan yang memang ingin menikah untuk beribadah dan mencari ridha Allah, atau perasaan yang ingin menikah hanya karna ingin memuaskan nafsu. Karna keputusan sekecil apapun itu semua akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat nanti"
"Gue salut sama lu Tar. Gak semua anak muda punya pemikiran kaya lu. Buktinya sekarang, biasanya cowok-cowok kalau nongkrong sambil minum kopi pasti pembahasannya hanya seputar fashion, perempuan, atau sesuatu yang kurang bermanfaat. Tapi disini, nongkrong kita jadi berfaedah karna ada lu" ucap Ryan
"Gue gak tau Yan apa jadinya kalau cuman kita berdua yang duduk disini, pasti lain ceritanya hahahah" ucap Fahri
"Kita juga lagi bahas perempuan kan? Hahaha semua itu tidak ada salahnya. Mau dia bahas fashion kek, perempuan kek atau apalah yang jelas tidak membuat buta mata hati, dan tidak membuat pembahasan-pembahasan yang menjatuhkan harga diri perempuan. Perempuan kan sangat dihargai dalam islam, seburuk apapun mereka jangan pernah membuat harga dirinya lebih jatuh lagi, tetap hargai dan hormati perempuan meskipun dia tidak ada saat kita membicarakannya"
"Gila, kalau gue cewek pasti gue klepek-klepek dengar lu ngomong gini Tar. Gue aja cowok tapi baper dengernya. Gue gak heran kalau banyak cewek-cewek yang rela memendam perasaannya demi elu" ucap Ryan
"Gak kok, itu karna Allah menyembunyikan semua keburukan dan kekuranganku." Ucapnya dengan sangat merendah
"Nah kan. Dia selalu merendah diketinggian!" Ucap Fahri sambil menepuk pundak Ryan
"Iya dia gak kaya kita yang seneng banget di puji hahahahah" ucap Ryan membuat mereka semua tertawa.

Bersambung...

Terimakasih lembaca setia, siapapun kamu:)

Allah, Muhammad & YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang