08. Is It Fate?

16 4 8
                                    

Perpustakaan.

Ruangan yang pasti begitu sepi, ketika jam pulang sekolah telah tiba.

Namun, untuk bulan-bulan ke depan, ruangan berdiameter lebar itu dapat di pastikan tak akan pernah sepi lagi, karena Sam dan kawan-kawan akan jadi sering berkunjung.

Skip.

Entah mengapa, akhir-akhir ini hujan betah sekali mengguyur kota Jakarta. Hawa dingin menyebar sampai tulang rusuk, membuat orang-orang begidik, sangking dinginnya.

Bisa kalian bayangkan betapa mereka butuh kehangatan?

"Hujan gini, bawaannya pingin tidur," Sam mengusap tengkuknya.

Mendadak saja ide brilliant terbesit di benak Ronan yang sedari tadi sibuk mencoret-coret buku matematikanya dengan gambar naruto.

"Eh, woy!"

"Ngegas lo!" Sam tersentak kaget.

Ronan menyengir sebentar, kemudian berseru, "kenapa kita nggak bolos aja? Mumpung anak kewa sama Pak Tegar belum dateng."

Seketika wajah Sam berubah bahagia, dia mengangkat telunjuknya, "bener! Benar juga. Kenapa tuh otak lo nggak encer dari tadi coba?"

Baru saja mereka akan beranjak, tapi dari arah pintu tampak segerombolan orang memasuki area perpustakaan.

Raut muka mereka bervariasi, ada yang datar, ada yang senyum, dan ada juga yang seperti ogah-ogahan.

Siapa lagi, kalau bukan Pak Tegar dan para anak didiknya tersayang.

Kelas istimewa.

Ronan mendesah kecewa, kemudian kembali duduk. Sementara itu, wajah Sam cengo. Dia tercengang. Dia kaget dan senang secara bersamaan.

Pengelihatannya terkunci pada gadis yang tampak cantik dengan rambut di biarkan tergerai itu.

Ah, payah! Bagaimana bisa Sam lupa, kalau Amora adalah salah satu siswi kewa alias kelas istimewa.

"Baik. Jadi, saya akan membagi kalian menjadi 10 group."

"Satu group, terdiri atas, 4 orang dari kelas X-IPA 4 dan 3 orang dari kelas istimewa," seru Pak Tegar, tangannya dia simpan di punggung.

"Gue mau sama dia!"

"Yang itu cantik, gue mau sama dia."

"Gue sama yang itu."

Pak Tegar menghela napas berat, lalu berucap, "Saya sudah menentukan nama-nama anggota tiap group. Jadi, dengarkan baik-baik. Setelah nama di sebut, segera ambil tempat duduk bersama anggota group yang lain."

"Nggak seru, udah di tentuin!"

"Pupus harapanku!"

"Ish! Pak Tegar mah kejam."

"Ish! Udah di tentuin!"

"Group satu. Dari kelas X-IPA 4 , Lola, Fania, Deba, Pikan. Dari kelas istimewa, Roy, Angga, dan Olla."

"Selanjutnya ...."

Sam menghembuskan napasnya, dia menatap sosok Amora gugup. Tuhan memang sulit di tebak, beliau menambahkan kejadian yang sulit di sebut kebetulan di dalam takdir hidup Sam.

Ya, namun, Sam bersyukur. Sangat.

"Ada apa?" Tanya lelaki bernama Ran itu menyentuh bahu Amora yang melamun.

"Nggak ada." Amora menggeleng.

Sam menatap Ran tidak bersahabat. Dasar, main pegang-pegang aja. Punya gue itu! Batin Sam.

"Sekarang kalian bisa mulai belajar," kata Pak Tegar, "saya tinggal sebentar. Ingat ... Jangan ribut."

"Kenalin nama gue Andreas."

Andreas Frenzio, lelaki tampan yang notabenenya ketua tim basket SMA Harapan Bangsa itu memperkenalkan dirinya.

"Nama lo siapa?" Tanya Andreas pada Ellen, gadis berkacamata yang duduk di hadapannya.

Ronan menyikut lengan Sam, berbisik padanya, "gue yakin tuh cowok bakal di cuekin sama si putri es."

Sam menoleh singkat, lalu membuang muka. Dia melirik Amora yang sedang mengerjakan soal-soal di buku LKS.

"Ra, gue nggak bisa ngerjain yang ini." Sam menyodorkan LKS miliknya pada Amora.

Amora menoleh, kemudian berucap, "coba kerjain pake rumus ini," Amora memutar letak buku miliknya ke arah pandang Sam, lalu menunjuk kolom rumus.

"Gue nggak ngerti," Sam menggeleng.

"Bodoh banget lo. Soal yang semudah itu aja enggak ngerti."

Sam lantas menoleh ke arah suara itu datang. Randiawan Prakasa alias Ran.

"Apa lo bilang?" Tanya Sam.

"Bodoh. Lo nggak ngerti kata bodoh? Kalau bego ngerti nggak?" Nada suara Ran benar-benar merendahkan.

Rahang Sam mengeras.

"Gue nggak habis pikir, kenapa Pak Tegar bisa-bisanya nyuruh anak kewa sama anak IPA 4 belajar bareng."

Sam masih menahan emosinya.

"Belajar sama yang modelan kayak lo, muka lumayan, tapi otak low class satu aja udah mumet, apalagi ini ad-"

Bruk!

Pas! Sebuah bogem mentah melayang tepat sasaran. Di pipi kiri Ran, hingga membuat sang empu meringis sambil memegangi pipinya yang memerah.

"Satu, gue nggak punya masalah sama lo," seru Sam kesal minta ampun.

"Dua, jangan nyari masalah. Gue akuin muka gue pas-pasan, otak gue juga pas-pasan. Tapi ingat satu hal, gue di didik untuk jadi orang jujur dan nggak sombong kayak lo."

"Tiga, sorry, gue nggak maksud mukul pipi lo. Gue cuma berniat buat ngasih pelajaran berharga dan tak terlupakan buat bibir lo yang asal nyeplas-nyeplos itu aja kok."

Sam menunjuk bibir Ran sebentar, lalu berjalan meninggalkan perpustakaan dengan langkah santai.

Dia tidak perduli ada berpuluh-puluh pasang mata yang menyaksikan aksi kurang bagusnya itu, atau akibat fatal yang akan dia dapatkan setelah ini.

Satu hal yang perlu di ingat, ganteng itu relatif, pintar itu juga relatif, tapi sikap dan sifat itu pasif.

Sikap dan sifat seseorang itulah yang menentukan pandangan orang terhadapnya.

🔵🔴

Segini dulu ya, besok ada ujian -,-
Wkwk, see you!

Melodi HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang