ARTI KESABARAN

2.1K 146 1
                                    

Hari-hari dilalui dengan kesabaran. Baik Savierra maupun Azzam terus berusaha mencari dalang dibalik permasalahan yang mereka hadapi.

"Zam, lagi apa?" Zahy menghampiri Azzam yang sedang menyendiri.

"Hafalan nih."

"Juz 24?"

"Iya."

"Semangat ya."

"Makasih." Ucapan terakhir Azzam seraya tersenyum kepada Zahy.

"Oh ya, Kak Zahir mana Zam? Gak kelihatan." Kata Zahy sambil menghamburkan pandangannya ke sekililing.

"Gak tau. Di masjid kali."

"Ohh, aku ke perpus dulu ya Zam?"

"Suka banget sih main di perpus?"

"Biarin aja sih, orang baca buku masa gak boleh." Jawab Zahy dengan memutar bola mata malasnya.

"Ya udah terserah."

"Nah gitu, ya udah. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Savierra POV

Hari ini, aku masih menjalani hukumanku. Yaitu menjalani skorsing selama 1 minggu. Waktuku ku gunakan sebaik mungkin untuk menghafal juz 24.

Siang ini, entah mengapa matahari terasa sangat bersahabat denganku. Cuacanya tidak terlalu panas, hanya berawan namun cerah. Aku berjalan menyusuri koridor kamar agar sampai ke tempat favoritku di pesantren ini. Ya, di taman. Aku sedang ingin menghabiskan waktuku sendiri. Tidak bersama Qila, juga tidak bersama Kak Nayla.

Dengan Alqur'an kecil yang senantiasa berada ditanganku, aku berusaha menghafal ayat demi ayat pada juz 24. Dan kini aku sadar, setiap masalah pasti ada hikmahnya. Berkat hukuman hafalan juz 24 ini, aku selalu ingin membawa Alqur'an kemana-mana. Karena jika aku membawanya, hatiku menjadi lebih tenang. Bahkan, aku bisa sedikit melupakan masalah yang tengah kuhadapi.

Langkah demi langkah, menyusuri koridor kamar yang saat ini terbilang sangat ramai ternyata memerlukan kesabaran. Kesabaran menghadapi cemoohan-cemoohan dari santri-santri yang bahkan tidak tahu jelas masalah apa yang sedang menimpaku. Menangis? Rasanya ingin sekali saat itu juga aku menangis. Mengenai masalah ini, sebenarnya aku tidak tahu apa-apa. Aku difitnah. Tapi mereka? Sudahlah, mungkin ini cara Allah menunjukkan kasih sayangnya padaku. Allah memberiku cobaan agar aku selalu meminta pertolongan hanya padaNya saja.

"Ekhmm, gak nyangka ya Sav?" Ucap salah seorang santri yang sudah jelas aku mengenalnya.

"Maksudnya?"

"Kok kamu bisa sih ngelakuin hal itu? Aku jadi ngerasa nyesel pernah kenal sama kamu. Nyesel karena nganggep kamu sebagai temen aku. Apa mungkin tujuan kamu ke pesantren ini memang cuman mau ngedeketin Azzam doang?"

Mendengar penuturannya, rasanya aku ingin mengeluarkan kata-kata untuk membalas ucapannya. Namun, lidahku kelu. Aku memilih untuk diam. Lalu berusaha pergi dari hadapan Rena. Ya! Rena.

"Eh mau kemana? Aku belum selesai kali. Ini nih, udah kelihatan kan kelakuan aslinya."

"Maksud kamu apa?!" Bentakku padanya.

"Tau sopan santun gak sih? Tau tata cara berbicara yang baik? Masa orang bicara ditinggal nyelonong gitu aja. Itu yang namanya santri? Hahaha, gitu aja ngakunya santri." Ucapnya.

"Ya Allah, seperih inikah rasanya? Sesulit ini kah cara menghadapi masalah dariMu? Seberat ini kah beban yang harus ku tampung? Apakah ini caraMu menunjukkan bahwa kau sayang padaku? Kuatkan hatiku Ya Allah, Kuatkan." Batinku dalam hati. Aku yakin Allah pasti mendengarnya.

Sepertiga Malam TentangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang