SEJENAK BERSAMANYA

1.7K 141 8
                                    

Senyum bahagia menghiasi setiap wajah yang hadir. Wajah yang rupawan bepoles make up dengan latar belakang berbeda-beda. Setiap satu dari yang ada menatap masa depan yang sebentar lagi akan diraihnya.

Tebaran senyum, tawa, dan gembira. Perjuangan mereka berakhir pada satu momen bernama wisuda. Perpisahan memang bukan akhir dari segalanya. Namun perpisahan adalah awal dari langkah kita menjemput kesuksesan masing-masing.

"Selamat ya, terima kasih sudah menjadi sahabat terkasih. I love you."

Sebuah tangan melingkar disambut hangat oleh sang pemilik badan. Gelinang air mata sedikit membasahi kain suci yang menutup sebagian wajahnya. Tidak! Bukan tangis kesedihan. Tapi bermakna kegembiraan.

"I love you too. Jangan pernah pergi, Nissa. Tetap disini, menjadi salah satu orang berarti dalam sejarah hidup aku."

"Pasti."

"Terima kasih. Terima kasih telah banyak menampung keluh kesahku. Empat tahun berjuang bersama sampai pada hari ini kita akan menjemput kesuksesan."

"Iya Savierra. Terima kasih juga."

Hari yang membahagiakan bagi siapa saja yang turut merasakannya.

"Keisya Savierra Assalafiyah, S. Th. I."

Merasa dipanggil, gadis bercadar yang mengenakan gamis biru navy dengan cadar senada dengan gamisnya segera menoleh pada sang pemilik suara.

"Ayah,"

Kini tubuhnya sudah nyaman berada pada dekapan kedua malaikatnya. Ayah dan bundanya. Belum, masih panjang perjalanannya membahagiakan kedua malaikatnya itu. Orang yang begitu berjasa yang selalu hadir di sisinya.

"Selamat ya sayang, putri kecil bunda udah gede ih. Udah sarjana. Perasaan baru kemaren-kemaren masih bunda gendong di depan rumah." Ucap wanita paruh baya yang berbicara lembut di hadapannya. Kecupan hangat kian mendarat di keningnya.

"Savierra udah gede bunda, udah jadi sarjana. Tinggal jadi pengantennya aja kapan, hehehe." Sahut ayahnya.

"Ih ayah mah ngelantur kalo ngomong." Ucap Savierra.

"Kesuksesan masih belum cukup diperjuangkan sampai disini. Kamu perlu berjuang lagi. Ingat, hasil tidak akan mengkhianati usahanya. Predikat mumtaz mu itu gunakan sebaik mungkin untuk mewujudkan cita-cita." Nasihat ayahnya. Terdengar begitu syahdu, dan haru. Selama ini perjuangannya tak luput dari perjuangan sang ayah juga.

"Iya ayah." Jawabnya tulus.

"Adek-adek kemana bunda?" Tanyanya ketika melihat tak ada Zahira maupun Angga yang turut berada bersama mereka.

"Nunggu di deket mobil. Undangannya kan cuma buat berdua."

"Oh gitu."

"Sana Sav, ada sesi foto tuh sama temen sekelas. Ayah sama bunda tunggu di tempat tamu ya." Ucap Ayah Raihan.

"Iya ayah."

Lantas gadis bercadar itu berjalan anggun menuju tempat dimana kawan-kawannya berkumpul untuk melakukan sesi foto bersama.

Berpose secantik mungkin. Tersenyum seanggun mungkin. Foto bersama terakhir yang akan mengiringi karir mereka masing-masing untuk kedepannya.

"Yeiy, congratulation guys." Teriak salah satu mahasiswa kawan satu kelas dari Savierra.

"Assalamualaikum," Ucap seseorang dari belakang Savierra, membuatnya segera menoleh ke sumber suara.

"Eh, waalaikumussalam."

"Sav, aku punya nomer whatsapp kamu kan?"

"Punya nggak ya, ada kayaknya."

"Mengenai reuni pesantren kita, nanti kamu bisa tanya ke aku lewat whatsapp ya."

Sepertiga Malam TentangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang