AKAD

2.8K 197 42
                                    

Salah satu rumah di sudut kota Surabaya itu, didatangi orang-orang yang nampak sangat bahagia. Sanak saudara, sahabat,  semuanya turut hadir dalam suatu momen bahagia, yaitu pernikahan.

Dekorasi rumah telah tertata seindah mungkin bernuansa islam.

Di balik tembok putih nan kokoh, terdapat genggaman tangan penyemangat untuk memulai kehidupan baru.

Di sisi lain, seorang pria terduduk, memainkan jemarinya. Dengan tuxedo berwarna putih, melambangkan kesucian. Keringat bercucuran, menandakan bahwa ia sedang gugup. Gugup takut kalimat sakral yang diucapkannya akan salah. Hatinya terus-menerus menyeru nama Allah. Hingga saat yang dinanti-nantikan telah tiba.

"Sudah siap Zam?"

"Insya Allah, udah siap."

"Bismillahirrahmanirrahim,"

"Ya Achmad Azzam Firdian Maulana bin Arrasyid Maulana, uzawwijuka 'ala ma amarollohu bi imsakin bima'rufin au tasriihim bi ihsanin. Ya Achmad Azzam Firdian Maulana bin Arrasyid Maulana, anakahtuka wazawwajatuka makhtukbataka Keisya Savierra Assalafiyah binti Achmad Raihan Malik bi maharii mushaf Al-Qur'an wa 'alatilibadahhalan."

"Qabiltu nikaahaa wa tsawwijaha bimaharil madz-kuur haalaan."

Azzam mengucapkannya dengan lantang, tanpa tercekat sedikitpun. Ia mengucapkan dengan tegas, karena ia akan mengambil alih kehidupan seorang wanita dari genggaman ayahnya, dan dibawa bersamanya untuk dibimbing sampai ke syurga.

"Bagaimana, sah?"

"Sah."

"Alhamdulillah hirabbil 'alamin."

Ketika seluruh tamu menyeru kata sah, saat itu pula semua tangan menengadah, memanjatkan doa pada Sang Maha Pemberi Cinta, agar dua insan yang baru saja dipersatukan ini diberkahi pernikahannya, menjadi sakinah, mawaddah, dan warrahmah.

Azzam merasa terharu, hingga ia meneteskan air mata kala berdoa. Ia menunduk sedalam-dalamnya, mengucap ribuan kali syukur yang ditujukan pada Allah. Semua tamu mengaminkan segala doa. Pernikahan bernuansa islami yang dinantikan kedua mempelai telah terlaksana dengan lancar atas izin Allah.

Di balik tembok putih yang berdiri kokoh, seorang gadis yang mengenakan gaun putih beserta cadar dan mahkota yang menambah keanggunannya tengah menangis memeluk sang malaikat tak bersayapnya, bundanya.

"Udah halal ih, jangan nangis sayang." Ucap sang bunda. Beberapa sahabat dan mertuanya memandangnya dengan tersenyum.

"Secepat ini bunda? Ini beneran udah halal?" Ucapnya.

"Iya, kamu udah jadi istri loh, shalihah ya sayang."

"Bunda, jadi Savierra udah nikah ini? Udah halal beneran bunda?"

"Iya sayang iya. Halal."

Savierra memeluk kembali bundanya. Kemudian Umi Zahrah mendekat. Membelai kepala Savierra, lantas Savierra menatapnya.

"Menantu umi," Ucap Umi Zahrah. Savierra tersenyum, dan beralih memeluk umi yang kini menjadi mertuanya.

"Istrinya anak umi, ibunya calon cucu-cucu umi, selamat datang di keluarga umi sayang," Ucap Umi Zahrah lagi.

"Syukron umi." Ucap Savierra dengan tangis harunya.

"Yuk ke pintu, Azzamnya mau jemput kamu di depan," Ucap Bunda Rahmah kemudian.

"Bunda," Panggil Savierra lirih seraya menggelengkan kepalanya.

"Kenapa? Udah halal kok, nggak perlu khawatir."

Sepertiga Malam TentangnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang