3

40 10 2
                                    

Dandi dan Devia keluar kelas, sudah selesai bersih-bersih. Mereka duduk di kursi tunggu di koridor. Setiap kelas memang mempunyai kursi tunggu yang disediakan pihak sekolah.

"Mau bolos?" tanya Dandi tersenyum jahil setelah percakapan ringan.

"Paan sih, engga lah, mending kaya gini walaupun freeclass tetep di kelas nikmatin moment bareng sahabat, sama gebetan? " jawab Devia sambil terkekeh di ujung kalimatnya.

Dandi menatap Devia saat gadis itu tertawa, satu yang ada dipikirannya, Manis. Ya, Devia sangat manis, mukanya yang agak bulat, bulu matanya yang lentik sesuai dengan mata yang standar seperti orang biasa, rambutnya yang sepunggung dengan sedikit ikal diujung dibiarkan tergerai dan sebagian di taruh di pundak ke depan, menyamping. Sangat manis juga cantik. Tapi dia kembali teringat tentang bagaimana cara Gilang menatap Devia. Dia juga sebenarnya tidak begitu melihat, sebenarnya Gilang menatap Caca atau Devia, yang pasti cara memandang Gilang membuatnya risih.

"Heh!, ngelamun bae" kata Devia sambil mengibaskan tangannya di depan muka Dandi.

"Kamu manis sih" kata Dandi, yang sudah mulai  dengan rayuan gopeannya "cantik juga" lanjutnya sambil menatap serius Devia.

"Udah tau, udah sering, udah pernah, dan udah basi" sebel Devia "lagian klo ngelamun terus ditanya jawabannya itu mulu, sampe hafal Devia sama ucapan tadi" lanjut Devia

"Hahah... Ya bagus dong klo udah hafal, nanti klo nanya lagi berarti udah tau jawabannya" Dandi tertawa sampai sipit matanya.

Sekarang giliran Devia yang terdiam, menurutnya. Dandi itu yang sering mengubah moodnya dia juga yang memperbaiki moodnya. Padahal jika dilihat, Devia dan Dandi berbanding jauh, Dandi tampan, sangat tampan malah. Gimana tidak? Dia memiliki tinggi diatas rata-rata, tapi tidak melebihi tinggi manusia normal juga, pas lah jika untuk atlet atau semacamnya. Rambutnya yang dipotong bagian pinggirnya saja waktu itu, sudah mulai tumbuh. Juga hidungnya yang mancung, bibirnya yang agak tebal juga tidak terlalu tipis. Matanya yang jika tertawa, akan menyipit dan menambah kesan manis, menurut Devia. Dia juga anak dari pengusaha, cukup maju di bidang properti dan sejenisnya. Dandi cukup perfect untuk gadis yang seumuran dengannya, jangan salah, Dandi juga banyak pengagumnya, tapi tidak ada yang lebih selain menggagumi, karena sudah menjadi hal lumrah bahwa jika pengagumnya itu suka, maka Dandi sama sekali tidak ada respon, dan justru dia malah menjauhinya, beralasan bahwa 'Dia sudah memiliki Devia'.

"Kenapa? Terpesona sama kegantengan Aa Dandi Esa Maulana ya? " katanya yang menggoda Devia dan menaik turunkan alisnya,karena sedari tadi dia hanya memperhatikannya, dan itu tidak lepas dari pengawasan Dandi.

"Apaan kali" Sahut Devia berpura-pura tidak tertarik dengan topik itu dan malas sambil mengalihkan pandangan asalkan jangan menatap ke arah mata Dandi, karena saat ini pasti sudah merah wajahnya.

"'apaan kali ','apaan kali'. Tapi tetep blushing." kekeh Dandi sambil menirukan suara dan intonasi yang diucapkan oleh Devia tadi.

"Iiihhhh, Dandi!!, bikin kesel aja, ellah" Kesal Devia, tapi tetap tidak bisa untuk tersenyum, sambil menggeplak lengan Dandi.

"Hahah.. Iya.. Iya,Devia, maafin Dandi, udah dong, hahah..." Dandi tertawa lepas dan menahan tangan Devia agar tidak memukulunya terus

"Tau lah kesel, ya udah Devia ke murid baru yang tadi aja"

Perkataan Devia membuat Dandi langsung menghentikan tawanya dan memegang tangan Devia yang sudah berdiri.

"Duduk." perintah Dandi pada Devia, Devia hanya bergumam dan mengikuti apa yang tadi Dandi bilang.

Hening, tidak ada yang mebuka percakapan diantara mereka, tapi Dandi masih menggenggam tangan Devia

"Gua ga suka lo deket sama dia" Pernyataan Dandi yang langsung melepaskan genggaman tangan Devia, "Apalagi pake ngancem 'Devia mau ketemu Gilang aja.' Gua ga suka Dev, lo tau kan?" kata Dandi yang mencoba menetralkan emosinya.

"Iya Dan, Maafin Devia" lirih Devia, dia bakal diam jika Dandi sudah begini "Janji ga lagi" lanjut Devia sambil mengulurkan jari kelingkingnya.

Dandi yang melihat itu mengangkat sudut bibirnya,walaupun masih kesal dengan anak baru tadi tapi dia tetap menautkan jari kelingkingnya juga untuk menyatu dengan kelingking Devia yang sudah iya sodorkan. Kelingkingnya terasa kecil dalam kelingking Dandi,tapi jari itu yang membuatnya kembali tersenyum.

"iya, Janji." kata Dandi yang sudah menatap Devia "Udah dimaafin juga, tapi jangan lagi ya. Dandi ga suka liatnya." Devia hanya mengaggukan kepalanya semangat.

Dandi melihat sekeliling anak-anak udah pada membawa tasnya dan turun tangga.

" Pulang cepet Ga?" tanya Dandi pada Yoga, ketua kelas.

"Iya, gatau ada acara apa, free class juga, jadi dipulangin. "kata Yoga dan kemudian melanjutkan langkahnya

Dandi menatap Devia, mengajak pulang, sebenarnya ini masih jam 11, mereka pulang jam 2 sampai setengah 3 jika KBM berlangsung. Akhirnya mereka masuk kelas dan menggambil tas masing-masing.

"Rul, si Raka mana? " tanya Dandi pada Arul, teman seberang mejanya.

" Raka? Maksud lu si Monyet? Udah pulang dia tadi setelah melulu lantahkan isi tas gua" kata Arul sedikit kesal, karena ulah Raka tadi yang memberantakan isi tasnya untuk mencari Handphonenya, meminta Hospot

"kenapa lu? Sensi banget?PMS? " Tanyanya sambil melihat Arul yang membereskan barangnya sambil mengucapkan sumpah serapah. Dandi terkekeh karena memikirkan apalagi yang teman laknatnya itu perbuat sampai memberantakan isi tas orang. Arul tidak menjawab pertanyaan Dandi dan langsung keluar kelas.

"Kenapa?" tanya Devia bingung karna tadi dia sempat mendengar umpatan yang dilontarkan untuk Raka, teman semeja Dandi

Dandi menengok dan tersenyum, "biasa, si Raka Aditana kan begitu" kekeh Dandi sambil mengagguk mengisyaratkan, bahwa ia sudah selesai dan menyuruh Devia berjalan duluan. Saat sampai di pintu kelas, Dandi menggenggam jari Devia, menuntunnya menuju parkiran tempat motornya.

"Kok ga jalan?" Devia bingung, karena dia sudah naik ke motor Dandi.

"Belum pegangan" kata Dandi sambil mengambil tangan Devia dan menaruhnya di perutnya. Devia pun mengalihkan pandangannya karena pipinya yang memerah, Dandi yang mihat itu tersenyum dibalik helm fullfacenya, dan menjalankan motornya.

"Makasih.mau mampir?" kata Devia tulus dan bertanya,setelah sampai di depan rumah dan dibalas senyum yang manis oleh Dandi. Devia lagi-lagi mengalihkan pandangannya, karena itu satu-satunya cara agar tidak bertemu dengan mata Dandi yang sedang tersenyum manis itu. Dandi terkekeh melihat Devia yang seperti itu, sudah kebiasaannya dari dulu jika malu atau blushing dan berbohong, maka Devia akan mengalihkan pandangan atau menggaruk hidungnya yang tidak gatal.

Dandi terkekeh sambil mengusap puncak kepala Devia "Ga usah, sampein salam ke Bunda aja ya" kata Dandi, yang dibalas anggukan oleh Devia.

"Yaudah, Dandi pulang dulu" dan dibalas anggukan lagi oleh Devia.

"Hati-hati. " Ujar Devia Saat Dandi kembali menyalakan motornya

" Hatinya satu aja, kalo dua ga setia" Dandi dam Devia terkekeh karena ucapan Dandi yang absurd, kemudian tersenyum dan mengangguk merespon ucapan Devia tadi.

"Devia sayang Dandi." kata Devia, saat Dandi sudah mulai tak terlihat oleh jangkauan matanya. Dan masuk ke dalam rumah, dengan perasaan yang tak bisa diartikan.

-------------------------------TBC-----------------------------
Baru up lgi, lgi mati lampu padahal, iseng. Wkwkwk.
Thanks for see, vote and comment, Sorry for my mistake, and See you next time.
Salam, -Satarin-

Tentang DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang