10

22 3 1
                                    

08:24

Hari Minggu, hari yang sangat ditunggu bagi Devia. Bisa bangun siang saat hari minggu seperti ini. Tapi karena temannya yang sedari tadi mengguncangkan tubuhnya, tidurnya terganggu.

"Dev... Isshh, lo mah kebo banget. Udah gua boongin kalo Shawn mau konser, udah gua cubit, udah gua teriakin, udah gua loncat-loncat di kasur, lu malah diem aja." kata Caca sambil menoel-noel lengan Devia.

Tasya hanya berdiri di samping sambil bersedekap dada memasang tampang malas,karena sedari tadi hampir setengah jam mereka disini hanya untuk membangunkan Devia dan mengajaknya belajar bersama karena besok mereka ujian akhir semester ganjil.

"Ahhhaa" kata Caca sambil menjentikan jarinya bahwa ia punya ide. Lalu melirik Tasya, menaik turunkan alisnya bertanya apakah setuju dengan rencananya. Tasya yang melihatnya hanya menaikkan sebelah alisnya apa sih lo, gajelas. Caca tidak perduli dengan pendapat Tasya, dia pun merencanakan ide gila.

Ekhm.. Ekhm..  Sebelum memulai aksinya Caca mengetes suaranya.

"Ehh, Dandi. Devia masih ti--"Mulut Tasya terbungkam oleh tangan seseorang, sebelum mengucapkan kalimat lengkapnya.

"Enggak Dan, enggak, nih Devia udah bangun, nih." Kata Devia sambil melototkan matanya dan mendekap mulut Caca agar tidak mengadu kepada Dandi.

Tasya melihatnya, Gila, bucin. Katanya dalam hati kemudian terkekeh karena ide Caca yang ingin mendapat cubitan dari Devia.

Devia menetralkan matanya kemudian melihat sekeliling, tidak ada Dandi. Kemudian melihat ke Caca dengan tatapan horor.

"Ahhh!Lo mah ngerjain gua!Caca!!" Caca langsung melepaskan bekapan mulutnya yang dibekap Devia, dan langsung lari turun ke bawah, mencari perlindungan.

Tasya tertawa terbahak, ngakak. Kedua temannya ini seperti orang waras yang ingin direhabilitasi di rumah sakit kejiwaan. Caca itu memang super jahil jika sudah kesal sekesal kesalnya,ada saja idenya yang membuat orang yang membuatnya kesal itu marah atau justru malah kembali kesal.

"Tawa lo." kata Devia sinis, karena sduah pasti Tasya dan Caca usdaj berkomplotan.

"Hahah... Apaan, gua ga ikutan ide gila si Caca, gua aja ga tau apa yang tuh anak pikirin tadi pas ngejailin lo." jelas Tasya sambil terkekeh "GC turun, kita belajar bareng, senin UAS."

"Udah tau" sambar Devia cepat dan berjalan ke kamar mandi.

"Ngambek mulu, bocah." gumam Tasya sambil keluar kamar menunggu di bawah

Saat sampai ruang depan TV atau biasa disebut Ruang keluarga, ia melihat Caca sedang mengemil makanan yang ada dimeja sambil menonton film kartun, Spongsbob. Yang pengarangnya baru saja meninggal dunia, Stephen Hillenburg.

"Selamat jalan om Step,semoga tenang disana. makasih udah buat masa  kecil Caca ga kaya anak sekarang." kata Caca sedih, mengambil tissu kemudian menyingsringkan ingusnya

Tasya duduk disebelah Caca, tersenyum, ucapan Caca benar. Beruntung saat dia kanak-kanak masih banyak kartun yang menayangkan pendidikan moral, walaupun tidak langsung tapi tetap menghibur. Ia juga turut berduka atas meninggalnya Stephen Hillenburg diusia 57 tahun.

"Eh, kenapa Ca, Tas?" ucap Bunda Devia, saat datang melihat Caca yang sedih dan Tasya berempati.

"Engga Bun, ini cerita kartun penulisnya meninggal dunia." Tasya menyahuti pertanyaan Bunda.

"Ohhh... Kirain kenapa."

"Caca!!"

Mendengar teriakan itu, Caca berdiri dan memeluk Bunda. Bunda yang hendak berbalik kaget, Caca bersembunyi dibalik punggung Bunda. Devia yang melihat itu ikut kesitu, tapi Cac menhindar dan menggunakan Bunda sebagai Benteng dari Devia.

Tentang DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang