7

16 6 2
                                    

Hari-hari berlalu dan Dandi masih belum berani mengambil keputusan. Mereka pun sekarang kalau bertemu saat berpapasan pun canggung, paling hanya menyapa dan melempar senyum kecil. Devia yang sedang renggang sama Dandi pun, sering pulang sekolah diantar oleh Gilang dan waktu itu, Gialng juga menjemputnya ke sekolah sekali. Dandi sebenarnya tidak suka, padahal dia duku sering mengantar dan menjemput Devia.

Seperti sekarang, keadaan kelas sedang tidak ada guru karena guru yang seharusnya mengajar di kelas mereka mengikuti pembinaan pengajaran, jadinya mereka free class hanya saat guru itu saja. Devia, Tasya, Caca dan Gilang berkumpul di meja Devia dan Tasya, Caca yang sudah menghadap kebelakang dan Gilang yang menarik bangkunya ke sebelah Devia, walaupun harus mengitari barisan karena tempat duduk Devia dan posisi Gilang dihalang oleh Tasya.

Dandi hanya sesekali melirik ke arah mereka. Geng DERA sedang bermain permainan Ludo yang bisa dimainkan oleh 4 orang, Erik yang terus menang dan Arul yang selalu kalah, Raka tertawa terbahak-bahak karena pion yang dimainkan Arul terus kembali ketempatnya oleh pion yang dimainkan Erik, sampai beberapa siswa dan siswi kelas melihat mereka.

"Ngeliatin yang disebrang aja," kata Erik pelan, karena dia disebelah Dandi, ia melihat Dandi sedari tadi mencuri pandang ke seberang, ke meja yang ditempati Devia dan Gilang.

"Enggak, biasa aja" sahutnya ikut pelan dan fokus pada permainan,karena sekarang gilirannya.

" Gausah sok ga peduli gitu, ungkapin apa yang lo rasa, nanti dia diembat orang, kicep lo. Gimana dia mau tau perasaan lo, kalo lo nya aja bodoamat. Mau coba kaya Devia yang pura-pura cuek kalo lo bercanda sama cewe lain? Perasaan orang beda-beda. Kalo lo nya yang belum mulai, ya ga bakal ada yang namanya cerita,gabakalan ada yang namanya endingnya bahagia, kecewa, sedih, marah apapun itu. Yang ada cuma kisah yang ngegantung, dan masih diberi tanda koma sama penulisnya, belum dikasih titik." Kata Erik, memang dari ke empat sahabatnya ini, yang paling bijak dan mengasih solusi hanya Erik yang benar, yang lain memberi masukan, tapi melenceng. Erik mencoba menasehati temannya yang satu ini.

Memang dari mereka berempat, hanya Erik yang ga peduli pada orang lain yang menganggap mereka remeh, dia juga yang paling dewasa saat menyikapi, dia juga yang mengerti perasaan sahabat-sahabatnya ini. Mungkin karena dia anak sulung dari 3 bersaudara, yang harus memahami sikap-sikap atau situasi yang dihadapi.

"Gua coba." kata Dandi mantap, sambil menatap Devia yang kebetulan sedang menatapnya. Devia yang memutuskan kontak mata itu duluan. Erik hanya menepuk punggungnya, memberi support.

⏺️⏺️⏺️⏺️⏺️

Kringgg.... Kringgg... Kringgg... Kringgg...

Suara bel sekolah sudah berbunyi, menandakan saatnya waktu pulang sekolah. Di SMA Kartika memang memiliki tanda khusus bel, jika bel berbunyi 1 kali, maka pergantian pelajaran, jika 2 kali maka istirahat, dan 3 kali untuk masuk ke kelas masing-masing atau ada pengumuman yang menyuruh mereka baris di lapangan,dan 4 kali untuk bel pulang sekolah.

"HEI!" seluruh siswa yang sedang berberes menengok ke arah tersebut.

"Hei Tayo, hei Tayo, dia bus kecil ramah, melaju melambat Tayo selalu cepat."

Pluk,  pluk, pletak, pluk, pluk, pluk, pletak.

"HUHH!! DASAR! GILA!" ucap anak sekelas kepada Raka.

"Hahahahah... Sshhh... Sakit bego" Raka tertawa lepas sambil sesekali meringis

"LO TUH, GILA" ucap anak sekelas lagi, berbarengan.

Ya, itu tadi ulah Raka. Temannya pun ikut melempar dan menjitak mewakili teman sekelas memasang tampang kesal. 😡
Kalian pasti pernah merasakan itu kan, dipanggil tapi saat sudah menengok malah dinyanyikan lagu ini, itu. Kesal pasti. Ibarat kaya Doi yang ngasih harapan eh, malah di PHPin. Kan Nyesek. Ga guna padahal.

Seluruh murid kemudian berkeluaran dari kelas sambil menggerutu akibat ulah Raka, Dandi menghampiri meja Devia.

"Dev, pulang sama gua. Gua mau ngomong." kata Dandi seperti perintah.

"Devia pulang sama gua." Gilang menatap Dandi tajam.

"Biar Devia yang nentuin." sahut Dandi menanggapi ucapan Gilang yang menatapnya.

"Emm... " Devia bingung, Dandi menatap Devia.

" Eeemm.." Devia masih bingung "Gilang, Maaf ya, Devia juga mau bicara sama Dandi." akhirnya kata Devia. Sempat ada raut tak suka dari wajah Gilang, dia menatap Dandi tajam, Dandi hanya membalas dengan tatapan dingin.

"Yaudah, hati-hati. Kalau ada apa-apa kabarin" kata Gilang sambil mengelus kepala Devia. Devia hanya mengangguk. Dan itu semua tak lepas dari pengawasan mata Dandi.

"Udahkan? Yaudah sana pergi" ketus Dandi.

Gilang menatapnya tak suka, dan pergi dari kelas.
Dandi dan Devia saling bungkam, tidak ada yang memulai.

"Ya udah, Yuk." Dandi mengajak Devia, tidak ada tarikan tangan lagi saat Dandi mengajak Devia. Devia berdiri, dan mengikuti langkah Dandi, dengan perasaan yang sulit dijelaskan.

Saat di koridor, hanya ada beberapa siswa dan siswi yang sedang bersiap ekskul. Dandi berhenti dan Devia menabrak punggung Dandi, karena sedari tadi dia jalan menunduk.

Ssshhhh, ringis Devia

"Kenapa berhenti?" tanya Devia. Menabrak punggung Dandi tidak begitu sakit sih, tapi malu juga.

"Jalannya jangan nunduk, jangan dibelakang gua juga, sini." jawab Dandi berbalik badan dan menggengam tangan Devia menuntunnya berjalan bersisian dengannya,sampai parkiran motor.

"Kenapa? Canggung?" kini Dandi yang bertanya, karena Devia sedari tadi diam saja.

"Engg.. Enggak" jawab Devia, ntah kenapa dia gugup.

Dandi tersenyum kecil, Devia memang seperti ini, jika gugup maka dia menundukkan kepalanya, tidak banyak bicara dan telapak tangannya keringatan.

"Ya udah, Naik. Nih" kata Dandi masih dengan senyuman kecilnya menyerahkan helm kepada Devia.

"Jangan nunduk terus,"  kata Dandi, saat Devia tidak mengambil helm yang disodorkan, Dandi mengangkat dagu Devia lewat telunjuknya, agar menatap matanya.

Tersenyum, saat Dandi melihat manik mata Devia, masih sama. Devia mengambilnya dan memakainya. "Yaudah, ayo." ajak Devia, ada senyum kecil saat dia mengucapkan kata itu. Ia juga tidak kuat dengan tatapan Dandi merasa terintimidasi.

Dandi tersenyum dan menaiki motornya dan menyalakan mesinnya, membantu Devia juga. Lalu mereka pergi ke tempat yang sudah Dandi siapkan tadi bersama ke empat temannya saat istirahat tadi.

Di perjalanan tidak ada yang memulai percakapan, Dandi mengendarai motornya rata-rata. Dandi mengambil tangan Devia, menaruhnya agar pegangan.

"Biar ga jatuh" kata Dandi agak keras agar Devia mendengarnya, Devia hanya mengangguk di bahu Dandi dan tersenyum, tanda dia mendengarnya. Hal itu tak lepas dari Dandi, karena Dandi mengarahkan kaca spionnya pada jok penumpang. Motor pun melaju ke tempat tujuan dengan kecepatan diatas rata-rata.

---------------------------------TBC-----------------------------
Hey! 
Hey tayo, hey tayo,dia bus kecil ramah.
Heheh..piss✌️ Author bukan Raka kok, tapi gilanya KADANG sama:v
Thanks for see, vote and comment, Sorry for my mistake, and See you next time.
Salam, -SATARIN-

Tentang DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang