Q01. Masuk Angin?

13.6K 1.3K 856
                                    

Radenku tercinta, tersayang, teristimewa, ditinggal Ananda kerja seharian gak nakal, kan? Gak digenitin orang, kan?

===========

Syahdan di sebuah warung kopi di daerah Jakarta, duduk sesosok cowok gagah nan tampan yang dibalut setelan kerja. Tiga kancing kemeja teratas sengaja dibuka, menampilkan kilau dari keringat di kulit kecoklatan yang menggoda bagi segala kaum dan usia.

Tak lupa asap mengepul dari dua sumber berbeda, yakni sebatang rokok yang diapit di sela jari telunjuk dan tengah, sementara asap lain dari kopi panas yang berada di atas meja.

Keduanya diisap dan disesap bergantian, menambah kesan jantan melemahkan iman karena bukan hanya menjadi pusat tontonan, tapi juga mengundang tatapan lapar dari hawa-hawa yang haus akan perhatian.

Kurang lebih terdengar beberapa suara yang melontarkan pertanyaan secara bergantian, seperti;

"Sore, Pak Ananda. Kok sendirian aja? Boleh saya temenin gak?"

"Iya, kursi sampingnya kosong sama kayak hati saya yang tetiba ingin mengisi, boleh gak kalo saya duduk di samping bapak?"

"Jangan, mending sama saya saja. Biasanya selain butuh kopi dan rokok, bapak juga butuh teman ngobrol yang cerdas, gak perlu jauh-jauh mencari, saya udah berdiri di sini."

"Jangan deh Pak Ananda, jangan mau sama mereka yang cuma modus. Mending sama saya aja karena dijamin gak bakal bikin bosan, malah mungkin bisa bikin bapak nyaman."

"Malam minggu bapak free gak?"

"Jalan yuk, Pak~"

"Kencan yuk, Pak~"

Oke, yang terakhir itu cukup ekstrem dan Mingyu menanggapinya dengan senyum rupawan.

"Jangan manggil bapak dong, ketuaan. Panggil Mas Ananda aja gimana?" kali ini Mingyu ketawa sambil jilatin bibir, bikin 5 cewek yang berdiri di sebrang sana ketar-ketir. "Tapi maaf sekali mbak-mbak, malam minggu saya udah ada jadwal. Mungkin lain waktu aja ya."

Begitu mudah mengusir gerombolan karyawati bagi Mingyu, karena setelah menyampaikan penolakan, 5 cewek dari divisi sebelah langsung raib eksistensinya. Ada yang gak kuat menahan kegantengan Ananda, baik itu senyum, seringai, atau dada yang diekspos secara cuma-cuma karena tiga kancingnya sengaja dibuka.

Bahkan ada pula yang sampe kabur sambil menyebut nama Tuhan karena merasa dikotori oleh fantasi gila begitu melihat otot tangan kekar sebagai dampak dari kemeja digulung manja.

Sederhana saja, tapi cukup fatal dampaknya. Mingyu rasakan perubahan besar dalam dua bulan pasca wisuda dan terjun di dunia kerja. Dia jadi semakin gencar dikelilingi kaum hawa. Bahkan lucunya lagi banyak yang seperti tadi. Yakni menggodanya, mencari modus untuk mendapat notis darinya, meski yang agresif pun tak terhitung jumlahnya.

"Mas Ananda emang primadona ya. Saya liat dalam beberapa waktu, khususnya dua bulan ini, semua orang yang kebanyakan karyawati jadi fans dadakan Mas Ananda. Persis idola."

Mingyu ketawa lagi, kali ini sembari mengunyah pisang goreng yang masih hangat buatan Bang Kihyun penjaga warkop depan kantornya.

Jam pulang sudah sedari tadi, akan tetapi karena hari ini memiliki agenda lain, apalagi kalau bukan lembur menyusun laporan untuk rapat bulanan, Mingyu terpaksa nongkrong sebentar di warung kopi sembari isi ulang energi.

"Bang Kihyun bisa aja, saya mah cukup tau posisi karena masih anak bawang di sini. Gimana ceritanya saya bisa jadi idola, nanti yang beneran idola gak terima loh disandingkan dengan saya."

QuerenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang