Simpen kaos sama parfum Ananda. Kalo Raden rindu tinggal semprot aja. Kalo masih rindu liat foto kita berdua. Tapi please, jangan ajak Ananda untuk melakukan hal nekat. Ini demi kebaikan kita.
==========
"Nda, udah jam 8 malam. Sampe kapan kita bakal stay di sini?"
Wajah tampan Mingyu berubah cemas. Berulang kali melirik jam di selingkar tangan. Sedang tangan kidalnya tak mau melepaskan genggaman, di mana jari besarnya bertautan dengan jemari lentik Wonwoo yang secara praktis mempertemukan cincin pertunangan.
"Sebentar Raden," Mingyu menghela napas. Diikuti Wonwoo yang juga bernapas kasar malam itu. "Jangan lepasin genggaman dulu. Ananda gak mau."
"Um, Raden juga gak mau."
Jelas saja keduanya tidak mau. Malam ini adalah malam terakhir mereka bertemu. Dengan kata lain terhitung hari esok pasangan bucin ini akan melalui serangkaian prosedur menuju pernikahan.
Yaps, pingitan.
Orang boleh menyebut mereka berlebihan, tapi memang realitanya baik Mingyu maupun Wonwoo gak bisa membayangkan akan hidup baik-baik saja dalam kurun waktu yang telah ditetapkan yakni nyaris sebulan.
Astaga, sebulan bro. Tiga puluh hari.
Jangankan selama itu, Wonwoo ditinggal Mingyu kerja aja setengah hari, atau paling lama Mingyu lembur dan pulang malam, dia terserang pusing tujuh keliling. Hasrat ingin bertemu, cuddlingan, dan melakukan kegiatan lain terlampau menggebu. Lah ini, selama sebulan sendiri? Rasanya campur aduk sekali.
"Ananda, kalo Raden rindu gimana? Kalo pengin dipeluk Ananda gimana? Kalo pengen nananini gimana? Masa harus ditahan sih? Apa kita kawin lari aja?"
Mingyu menggeleng sebagai respons dari kalimat terakhir Wonwoo. Jika dia mau nekat, mungkin opsi kawin lari bisa menjadi alternatif paling memberi solusi. Tapi masalahnya, ini adalah kesepakatan keluarga besar. Ada adat yang harus ditegakkan dan nahasnya Mingyu tak punya kuasa untuk merusaknya.
Sebelum menjawab pertanyaan yang ditunggu Wonwoo, Mingyu membuka ransel dan memberikan sesuatu.
"Simpen kaos sama parfum Ananda. Kalo Raden rindu tinggal semprot aja. Kalo masih rindu liat foto kita berdua. Tapi please, jangan ajak Ananda untuk melakukan hal nekat. Ini demi kebaikan kita."
Wonwoo mencebik. Kecewa mendengar penuturan Mingyu. "Tapi gak ketemu sebulan itu gak baik buat hati Raden, Nda. Gak sanggup."
"Duh, sayangku, kok dilepas sih genggamannya?" Mingyu susah payah meraih tangan Wonwoo yang bersembunyi di balik saku hoodie. "Raden boleh marah, tapi tangannya jangan diumpetin gitu dong. Ini kan malam terakhir kita."
Bodo amat. Wonwoo gak denger, dia lagi kesel!
Sejak kapan seorang Mingyu yang selalu melakukan hal nekat justru menciut seperti sekarang? Pake acara memikirkan kebaikan segala, sangat bukan seorang Ananda. Lagi-lagi Wonwoo meresposnya dengan cebikan bibir menahan emosi.
"Raden, ayo dong, jangan kekanakan. Kalo gak rame udah Ananda peluk nih dari tadi, tapi gak mungkin sayang. Jadi, kasih tangannya ya. Raden mau menyia-nyiakan kesempatan kita yang tinggal sedikit ini?"
Wonwoo berbalik badan menghadap Mingyu yang tersenyum tampan. Lumer dan terbawa suasana menjadi mendayu-dayu meski hatinya masih gondok tiada tara.
"Okei, Raden maafkan karena Ananda ganteng! Tapi awas aja kalo selama sebulan Ananda gak bisa jaga hati, apalagi ngeladenin mbak-mbak SPG lagi, gak usah nikah sama Raden!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Fanfic[𝙊𝙣 𝙂𝙤𝙞𝙣𝙜] #𝐒𝐞𝐪𝐮𝐞𝐥 𝐨𝐟 𝐒𝐞𝐦𝐞𝐬𝐭𝐞𝐫 𝟖 𝘘𝘶𝘦𝘳𝘦𝘯𝘤𝘪𝘢 (𝘯.) 𝘢 𝘱𝘭𝘢𝘤𝘦 𝘧𝘳𝘰𝘮 𝘸𝘩𝘪𝘤𝘩 𝘰𝘯𝘦𝘴 𝘴𝘵𝘳𝘦𝘯𝘨𝘵𝘩 𝘪𝘴 𝘥𝘳𝘢𝘸𝘯, 𝘸𝘩𝘦𝘳𝘦 𝘰𝘯𝘦 𝘧𝘦𝘦𝘭𝘴 𝘢𝘵 𝘩𝘰𝘮𝘦; 𝘵𝘩𝘦 𝘱𝘭𝘢𝘤𝘦 𝘸𝘩𝘦𝘳𝘦 𝘺𝘰𝘶 𝘢𝘳𝘦 𝘺�...