Nyemil micin di jalan kenangan. Ciye ini dua bucin, akhirnya jadi juga buat tunangan.
=========
"Raden sayang, kok lama banget sih di dalem toiletnya. Gak ketiduran kan?"
Ketukan Mingyu di pintu berakhir diabaikan. Pasalnya Wonwoo sebagai tersangka yang mengurung diri nyaris setengah jam di dalam seolah gak menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Terang saja membuat cemas. Mingyu takut terjadi apa-apa pada bunda meong tercinta. Terjerembab karena lantai licin bisa saja kan? Demi kerang ajaib, mana rela Ananda melihat Raden terluka.
Bahkan tergores seujung kuku saja, Mingyu langsung berteriak alay, menyalahkan gunting kuku meski yang salah adalah Wonwoo. Sekali lagi, Mingyu yang gak tahan menunggu, mengetuk lagi pintu.
"Raden jawab dong, jangan bikin Ananda khawatir gini. Apa perlu Ananda dobrak pintunya?"
Masih gak ada jawaban. Ananda mengerang frustrasi. "Halo belahan jiwaku, Radenku, calon ibu dari anak-anakku ..., buka pintunya please, nanti Ananda kasih kiss."
Ajaib, pintu toilet terbuka. Menampilkan wajah sendu Wonwoo yang semakin muram di sana.
"Ananda ...," panggil Wonwoo lirih, bahkan ada getar seperti menahan tangis di ujung kalimatnya.
"Kenapa sayangku? Kok manyun gitu? Mau ditiyum tiyum ya?"
Tapi bukannya menjawab, Wonwoo malah berjalan untuk memeluk Mingyu. Tubuhnya bergetar menahan tangis. Napas berat diembuskan tipis-tipis. Melihat perubahaan yang super moody, Mingyu mengelus rambut calon istri yang harum vanilla.
"Maafin Raden yaaaaah."
"Untuk apa sayang?"
"Pokoknya Ananda gak boleh marah!"
"Aduh," Mingyu gemas, melepaskan pelukan dan menatap mata rubah bunda meong yang berkaca-kaca. "Kenapa Ananda harus marahin Raden? Emang Raden udah bikin salah apa, hm?"
Sebuah benda berwarna putih yang merupakan testpack diberikan pada Mingyu. Melihat garis merah di sana, alis tebal sang dominan mengerut heran namun napas lega terdengar sedetik bersama suara Wonwoo.
"Negatif lagi, Ananda. Gimana dong dedeknya belum ada?"
Melihat kegemasan yang tersaji di wajah Wonwoo, Mingyu malah mencubit pipi tirus yang mulai menggemuk itu. Mengelusnya lalu mencium penuh rasa sayang.
"Gak papa Radenku, kita bisa usaha lagi. Lagian baru semalem bikin, mungkin lagi diproses dulu. Ingat Raden, masak mie instan aja kita harus nunggu. Termasuk juga adek bayi, Raden harus selalu sabar."
Wonwoo mengangguk pelan, mulai sesenggukan dengan genangan air mata yang perlahan turun membasahi pipi. Mingyu sigap menghapus dengan ibu jari, ikut merasakan kesedihan separuh jiwanya yang bersedih ini.
"Tapi udah dicek setiap hari negatif terus, Nda! Kalo Raden gak bisa punya dedek bayi lagi gimana? Ananda gak jadi nikahin Raden gimana?"
Aduh Malin, datang lagi keparnoan calon istri seorang Ananda Mingyu Dirgasena ini. Ibarat penyakit, dulu pernah sembuh namun sekarang kembali kambuh.
"Ngaco ih, Raden. Gimana ceritanya Ananda gak jadi nikah sementara lamarannya aja besok?" Mingyu mencubit dagu Wonwoo untuk mendongak menatapnya. "Kita sedang berusaha Raden sayang, kalo belum rezeki kan nanti setelah kita menikah bisa program lagi. Raden gak boleh kepikiran! Ananda gak mau Raden sakit."
"Tapi Raden pengin bikin Ananda bahagia, hiks."
"Astaga cinta, Ananda udah bahagia banget ini karena tinggal beberapa langkah lagi menghalalkan Raden. Udah ya jangan aneh-aneh lagi, mending kita siap-siap ke kondangan Bang Ochi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia
Fanfiction[𝙊𝙣 𝙂𝙤𝙞𝙣𝙜] #𝐒𝐞𝐪𝐮𝐞𝐥 𝐨𝐟 𝐒𝐞𝐦𝐞𝐬𝐭𝐞𝐫 𝟖 𝘘𝘶𝘦𝘳𝘦𝘯𝘤𝘪𝘢 (𝘯.) 𝘢 𝘱𝘭𝘢𝘤𝘦 𝘧𝘳𝘰𝘮 𝘸𝘩𝘪𝘤𝘩 𝘰𝘯𝘦𝘴 𝘴𝘵𝘳𝘦𝘯𝘨𝘵𝘩 𝘪𝘴 𝘥𝘳𝘢𝘸𝘯, 𝘸𝘩𝘦𝘳𝘦 𝘰𝘯𝘦 𝘧𝘦𝘦𝘭𝘴 𝘢𝘵 𝘩𝘰𝘮𝘦; 𝘵𝘩𝘦 𝘱𝘭𝘢𝘤𝘦 𝘸𝘩𝘦𝘳𝘦 𝘺𝘰𝘶 𝘢𝘳𝘦 𝘺�...