24

133 26 0
                                    

Askar berlari kecil menyusuri gang yang mengarah kerumah sahabatnya. Siapa lagi jika bukan Ken, satu satunya sahabat dia yang tinggal diperkampungan padat penduduk. Askar ingin menemui Ken, dia ingin memastikan bahwa sahabat barunya itu baik baik saja.

Sudah dua hari Ken tidak masuk sekolah setelah kejadian dilapangan hijau. Askar khawatir sahabatnya itu depresi karena menyalahkan dirinya sendiri atas kematian kakak kelasnya itu. Padahal tidak ada yang menyalahkannya. Bahkan keluarga Dionpun tidak menyalahkannya. Mereka mengikhlaskan Dion, dan menganggap kematian Dion di lapang sepak bola, adalah sebagian dari takdir.

Sepanjang Askar menyusuri gang perkampungan, dia melihat banyak warga yang sedang membersihkan halaman rumah mereka. Anak anak seumuran adiknya juga tengah memunguti sampah yang sudah dikumpulkan orang dewasa. Warga sekitar rumah sahabatnya ini sepertinya sangat perduli akan lingkungan. Tidak seperti di kompleksnya, hanya petugas kebersihanlah yang mengurusi dunia persampahan.

Belum Askar sampai di rumah sahabatnya, Ken sudah terlihat dari arah pandangnya. Sahabatnya itu tengah berada di selokan, dia mengangkat sampah sampah dari dalam sana. Sekejap Askar merasa jijik, tetapi dia akhirnya mengerti, ternyata pemandangan yang ia lihat di sepanjang jalan tadi adalah warga yang sedang melakukan kerja bakti.

Askar menghampiri Ken yang masih pokus dengan tugasnya. Dia belum menyadari kehadiran Askar.

"Ken"

"Hah"

Ken menegakkan badannya lalu melihat ke jalan yang berada lebih atas dari tempatnya berdiri.

"Ngapain lu?" Tanya Askar sebagai formalitas. Tanpa bertanyapun semua orang akan tahu apa yang dilakukan si bocah ajaib itu.

"Eh ada Askar. Aku lagi kerja bakti, kebetulan dapet tugas dari pak erte untuk bersihin selokan. Nih liat, sampahnya gede gede gini. Pantes aja kan tetangga aku banyak yang sakit?" Ken menganggkat sampah popok bayi yang sebelumnya tersangkut disela sela peralon selokan.

"Jijik anjir!" Askar refleks langsung menutupi hidungnya. Lama lama mencium bau benda itu, bisa bisa Askar langsung mengalami gejala kehamilan seperti mual.

Ken sedikit tertawa. Dia langsung keluar dari selokan dan menyimpan popok bayi di sebuah gerobak tempat berkumpulnya sampah sampah warga lainnya.

"Ke teras rumahku yu"

Ken berjalan di depan Askar menuju rumahnya yang hanya berjarak sepuluh meter dari tempat ditemukannya popok bayi. Dia kurang memperhatikan Askar dibelakangnya yang masih membayangkan berapa juta kuman yang tadi ada pada benda temuan Ken. Ken hanya memikirkan, apa alasan yang membawa Askar kerumahnya saat ini.

"Mau aku bawain minum skar?"

"Serius? Lo belum cuci tangan loh"

Ken tertawa kembali. Sepertinya Askar memang seseorang yang jijik-an. Tidak hanya Askar saja malah, hampir semua orang akan menolak di hidangkan makanan oleh tuan rumah yang belum cuci tangan sehabis memegang sampah. Apalagi sampah popok.

"Yaudah gausah, mubazir air. Kamu ada apa nih datang ke rumah?"

Ken Gila! Memangnya air itu akan terbuang sia sia jika diminum Askar?

"Kenapa lo ga sekolah? Gaada keterangan pula, lo udah kehilangan tiga puluh point absensi" Tak usahlah Askar berlama lama basa basi dengan Ken, toh jadinya malah dia yang pusing sendiri mendengar jawaban dan pertanyaan yang di lontarkan sahabatnya itu. Akan lebih baik dia langsung kepada inti tujuannya datang kesini.

"Ada dua warga di kampung ini yang kena demam berdarah. Sebagai karang taruna yang baik, aku bantu pak erte lahh buat adain kerja bakti"

"Bukan karena lo depresi?"

DIA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang