Tiga

33.6K 3.3K 164
                                    

Sungguh, setelah Widya mengikhlaskan semuanya dirinya tak berharap lagi mengenai rumah tangganya.

Mendengar keputusan hakim di sidang perceraiannya, sedikitpun Widya tak menampakkan raut kesedihan.

Satu-satunya yang disesalkannya adalah dengan kekuasaan Arya maka hak asuh putrinya tercinta jatuh ke tangan mantan suaminya itu.

"Nanti di rumah oma, Vina jangan nakal ya. Jangan buat repot oma. Gak boleh melawan oma dan opa. Harus jadi anak yang baik ya sayang."

Saat ini Widya sedang membantu Vina memakai bajunya. Arya, yang sekarang telah resmi menjadi mantan suaminya akan membawa Vina tinggal ke rumah orang tuanya mulai hari ini.

Hubungan Arya dengan keluarganya kembali membaik setelah kelahiran Vina. Mantan mertuanya mau menerima putrinya itu dengan baik. Tapi tidak dengan Widya.

"Nanti mama datang jemput Vina ke rumah oma kan?" Bocah berusia empat tahun itu memandang penuh harap kepada ibunya.

Widya terdiam memandang putrinya. Demi Tuhan, dia tidak sanggup berpisah dari buah hatinya ini. Namun apa yang bisa dilakukannya?

Widya mengelus kepala putrinya itu dengan sayang. "Mama selalu mencintaimu. Sangat mencintaimu. " ucap Widya dengan penuh kasih sayang. Dia tak ingin berjanji kepada Vina akan datang menjemput putrinya itu dari rumah mertuanya. Karena dia tahu itu sangat mustahil dilakukannya.

"Nanti di rumah oma, Vina akan banyak temannya. Jadi, tidak kesepian lagi." Widya berusaha menghibur putrinya itu agar tidak merasa sedih.

Mendengar ucapan mamanya binar mata Vina langsung berubah ceria, "Benar,ma?"

Widya menganggukkan kepalanya, "Nanti di sana juga Vina sudah bisa masuk sekolah." tambah Widya semakin menyemangati putrinya itu.

"Asyik...Vina sekolah!" teriak Vina kesenangan.

Melihat tingkah putrinya itu membuat Widya ingin menangis. Ia semakin tak ingin berpisah dari putrinya itu. Rasanya berat sekali.

Sudah siap?" Tiba tiba tanpa disadari ibu dan anak itu, Arya langsung masuk memutus pembicaraan mereka.

Widya langsung menoleh ke Arya. "Sebentar lagi, mas." ucap Widya sambil merapikan ikatan rambut Vina.

Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan di antara mantan suami istri itu. Bahkan Vina yang biasanya asik berceloteh kali ini memilih diam. Mungkin hati anak kecil itu mengetahui situasi yang tidak mengenakkan di antara orang tuanya.

Dan tibalah saatnya, akhirnya Widya harus benar-benar berpisah dari putrinya. Sekuat tenaga ia berusaha menahan air matanya saat mengantarkan Vina sampai ke dalam mobil. Ia tak ingin putrinya ikut bersedih melihat tangisannya.

"Bye-bye... Ma" Vina melambaikan kedua tangannya kepada Widya.

Sedangkan Arya yang duduk di samping Vina hanya diam saja melihat interaksi anak dan mantan istrinya. Sedikit pun ia tak tergugah melihat kesedihan wanita yang pernah menjadi istrinya itu.

"By sayang. I love you." Ucap Widya sepenuh hati sambil melambaikan tangannya juga sebelum mobil hitam yang di depannya itu melaju membawa putri kecilnya pergi dari hadapannya.

Widya hanya bisa menatap kepergian mobil yang membawa Arya dan Vina sampai tak terlihat lagi. Air matanya tak dapat dibendung lagi turun membasahi pipinya menangisi kepergian putrinya itu

Sayangnya Widya hanyalah seorang manusia biasa yang tidak tahu apa yang terjadi di kemudian hari. Ia tak pernah menduga bahwa itu adalah pertemuan terakhirnya bersama Vina.

***

Tak ingin berlama lama terpuruk dalam kesedihan, Widya mulai berusaha untuk bangkit menyusun rencana masa depannya.

Perceraiannya dengan Arya tidak ada memperebutkan harta gono gini. Widya sadar ia sama sekali tak berhak untuk menuntut itu semua.

Arya cukup baik dengan tidak membawa apapun dari tempat kediaman mereka dulu. Kecuali mobil pribadinya.

Sayangnya dugaan Widya tentang kebaikan hati mantan suaminya itu tidak sepenuhnya benar.

Sehari setelah perpisahan mereka, Widya baru tahu bahwa rumah yang ditempatinya adalah rumah yang di sewa oleh Arya selama pernikahan mereka. Begitu juga dengan seluruh isi perabotannya. Dan Widya sama sekali tidak mengetahui fakta itu.

Widya tersenyum miris menyadari ternyata Arya sama sekali tidak pernah menganggapnya.

Mengetahui bagaimana kondisi keuangannya, Widya dengan berat hati menghentikan para pelayan di rumahnya.

Uang tabungannya yang berjumlah tak seberapa digunakannya untu membayar gaji dan pasangon mereka.

Beberapa pelayan terlihat sedih untuk berpisah dengannya. Namun Widya tak sampai hati bila mempekerjakan mereka tanpa bisa membayar gajinya untuk ke depan nanti.

Dan mengenai dirinya, Widya memutuskan untuk pindah ke rumah yang lebih lebih kecil. Kondisi keuangannya sudah sangat menipis.

Sebelum meninggalkan rumah yang di tempatinya bersama keluarga kecilnya dulu, Widya kembali menyusuri ruang demi ruang yang ada di rumah itu. Berharap dapat menyimpan semua kenangan indahnya dengan Vina selama ini.

Puas melakukan yang di inginkannya untuk terakhir kali, akhirnya Widya melangkahkan kakinya untuk meninggalkan rumah itu untuk selamanya.

Taksi online yang di pesannya sudah menunggu dari tadi untuk mengantarkan ke rumahnya yang baru. Tak banyak barang yang di bawanya. Hanya dua koper baju miliknya beserta beberapa album kenangannya bersama Vina.

"Sudah bisa kita berangkat, bu?" ucap sang supir begitu Widya telah duduk di dalam mobil.

"Sudah pak."

Ketika mobil membawanya pergi Widya tak ingin lagi menoleh ke belakang. Baginya episode rumah tangga yang selama lima tahun di jalaninya itu telah berakhir.

Dengan akhir yang menyedihkan.




Jembatan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang