Kedatangan Widya yang datang ke rumah keluarga Arya telah sampai ke telinga Tuan Hadi dan Nyonya Risa, kedua orangtua Arya. Mereka juga mendengar terjadi keributan kecil karena Widya dan seorang pria yang menemaninya memaksa ingin menemui Vina.
Berhubung kematian Vina diliput oleh media nasional, mereka tidak ingin kemunculan Widya membuat nama baik mereka tercoreng. Di depan umum Vina tercatat sebagai putrinya pasangan serasi Arya dan Helen. Jadi jangan sampai simpati masyarakat kepada mereka berubah menjadi skandal akibat kemunculan Widya yang mengaku sebagai ibu kandung Vina.
Sudah cukup kelakuan Arya yang membuat mereka pusing. Walaupun sudah ditutupi namun sedikit banyak sudah ada yang mengetahui tentang betapa depresinya Arya. Mau tak mau itu menjadi buah bibir di masyarakat. Untung saja setelah dibujuk dan diberi pengertian Arya sudah bisa menerima kematian putrinya tersebut. Jadi, jangan sampai kedatangan Widya menambah masalah baru lagi bagi mereka.
Maka mereka memutuskan untuk mengatakan kepada para penjaga agar tidak membiarkan Widya mendekati rumah duka. Apalagi sampai membiarkan Widya masuk dan membuat keributan. Jangan sampai itu terjadi!
Tanpa berpikiran buruk Erik dan Widya melangkah dengan cepat memasuki halaman rumah duka. Widya sudah tidak sabar untuk melihat jenasah putrinya. Tiba-tiba langkah mereka dicegat oleh beberapa orang pria bertampang sangar. Hanya dalam hitungan detik mereka diseret paksa untuk meninggalkan halaman rumah duka
"Apa-apaan ini!?" Teriak Erik marah saat dirinya dan Widya dibawa paksa kedalam sebuah ruangan kosong tak jauh dari rumah duka.
Sebuah pukulan melayang di pipi Erik. Widya yang berada di samping Erik menjerit histeris. Adegan itu terlalu cepat sehingga Erik tak sempat menghindar.
Bersama ketiga pria lainnya, pria yang memukul Erik barusan memandang mereka dengan tajam. Salah seorang dari mereka, yang diduga Erik dan Widya adalah pemimpin mereka, maju mendekati keduanya.
"Kalian tidak diperbolehkan untuk mendekati rumah duka. Bila sampai kalian berdua berani melanggar perintah maka kami tidak segan untuk menghajar kalian." Ancam pria itu dengan muka tidak bersahabat.
Mendengar ancaman tersebut tidak membuat Erik takut. Pria itu malah menantang pimpinan petugas keamanan itu dengan marah. "Dia ibunya!" Erik menunjuk Widya yang terus menangis, "Wanita ini berhak untuk menemui putrinya untuk yang terakhir kali!" Teriaknya marah.
Sayangnya para pria yang menyekap Widya dan Erik sama sekali tidak peduli. Perintah dari tuannya harus dipatuhi tanpa pandang bulu. Ini adalah loyalitas sebagai pegawai. Walaupun harus menentang hati nurani mereka.
Tahu dirinya tidak dapat melawan kali ini, Erik memutuskan untuk mengalah. Bagaimanapun caranya dia dan Widya harus keluar dari tempat ini. Erik sampai tidak habis pikir dengan kekejaman keluarga mantan suami Widya. Tanpa disadarinya hati pria itu semakin tergerak untuk mempertemukan Widya dengan putrinya. Bagaimanapun caranya. Itu sumpahnya dalam hati.
Dengan lirikan matanya Erik mengode Widya untuk menuruti kata-kata para penjaga untuk jangan mendekati rumah duka. Untungnya Widya dapat mengerti arti tatapan Erik.
Melihat keduanya sudah menyerah untuk melawan, maka para petugas bayaran keluarga Arya melepaskan keduanya. Dengan ancaman bila Erik dan Widya berani melawan perkataan mereka maka jangan harap ada ampunan untuk keduanya.
Erik menggandeng tangan Widya dengan erat saat mereka keluar dari rumah tempat mereka disekap. "Kita pasti bisa menemukan jalan keluarnya. Mbak harus kuat." Bujuk Erik saat melihat wajah Widya yang terlihat putus asa.
"Kenapa jalan hidup saya harus seperti ini, mas. Saya hanya ingin bertemu dengan putri saya untuk terakhir kali. Apa itu juga kesalahan bagi mereka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jembatan Rasa
ChickLitCover by @Mom_Indi Mereka kembali dipertemukan lagi. Tetapi bukan kembali menjadi sepasang suami istri. Melainkan sebagai tuan dan pelayan.