Malam itu hujan turun dengan deras disertai angin kencang. Udara yang dingin membuat orang lebih memilih berada di dalam rumahnya masing-masing. Sehingga membuat suasana di jalanan menjadi sepi sekali.
Tok...tok...tok...
Widya yang hendak naik ke atas tidur, seketika langsung menghentikan gerakannya. Ia menatap ke arah pintu untuk memastikan pendengarannya tidak salah.
Tok...tok...tok...
Suara pintu kembali terdengar diketuk. Kali ini lebih kuat. Terasa sekali bahwa orang yang berada di luar sana sudah tak sabaran.
Penasaran, Widya berjalan mendekati pintunya.
"Siapa?" Serunya kepada seseorang di balik pintu. Seingatnya selain Erik, tidak ada satupun yang mengetahui keberadaannya saat ini.
"Saya." Terdengar suara seorang pria yang menjawab. Tapi yang membuat Widya kaget adalah karena ia mengenal suara itu.
Ya, suara itu milik Arya.
Widya mengernyit heran, darimana mantan suaminya itu mengetahui keberadaannya. Tiba-tiba berbagai pikiran buruk bermunculan di benaknya.
"Ini saya. Tolong buka pintunya, Widya!" Suara berat Arya menyadarkan Widya dari keterpakuannya.
Dengan berat hati, akhirnya Widya membuka pintunya sedikit.
Bahunya mendadak turun begitu melihat Arya berdiri di balik pintu dengan wajah datar. Pakaiannya terlihat basah karena menerobos air hujan.
"Ada apa, Tuan?" Tanya Widya tanpa menutupi ketidak sukaannya. Karena setahunya hubungan mereka sudah selesai. Jadi tidak ada urusan lagi untuk bertemu.
"Saya baru tahu, ternyata kampung kamu tidak begitu jauh dari rumah saya." Arya terdengar menyindir Widya.
Widya menyipitkan matanya, "Itu bukan urusan anda, Tuan!" jawabnya ketus. Ia kesal Arya melihat Arya menyudutkannya.
"Saya kehujanan. Jadi, biarkan saya masuk ke dalam!"
Widya langsung menggelengkan kepala menolaknya. "Saya tidak ada urusan dengan anda. Jadi saya tidak akan mengizinkan anda untuk masuk." Tolaknya bersikeras.
Arya terlihat tidak suka dengan kekeraskepalaan mantan istrinya itu. "Jangan menolak saya, Widya!" Ucapnya geram.
Widya memberanikan diri menantang Arya, "Saya berhak menolak anda, karena anda bukan siapa-siapa saya. Saat ini saya bukan pelayan anda lagi." Sahut Widya tegas. Ia tidak ingin mantan suaminya itu mengira dirinya takut. Sudah cukup selama ini ia mendapat tekanan dari pihak Arya.
Arya terlihat terkejut dengan ucapan Widya. Ia tidak menyangka mantan istrinya itu berani melawannya. Namun, alih-alih marah, Arya malah merasa senang dapat mendengar kembali suara mantan istrinya itu.
"Ada yang mau saya bicarakan dengan kamu. Karena itu biarkan saya masuk." Arya menurunkan nada suaranya. Ia berharap wanita yang telah berhasil mencuri hatinya itu mau luluh.
Sayangnya rencanya tersebut tidak berhasil. Karena Widya tetap menggelengkan kepalanya. Baginya sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Semuanya sudah selesai.
Tidak sabar, Arya segera memaksa masuk ke dalam kamar Widya.
Namun, Widya sudah lebih dulu dapat membaca gelagat Arya. Dengan cepat ia menahan tubuhnya ke pintu agar dapat menahan pintu.
"Saya sudah kedinginan Widya," Arya memasang wajah memelas.
Widya mendengus sinis. "Kalau begitu, sebaiknya anda pulang ke rumah."
"Tidak perlu. Kamar kamu cukup kok membuat saya hangat." Ucap Arya ambigu sambil tersenyum menggoda.
"Enak saja! Anda jangan kurang ajar ya!" Delik Widya marah. Kali ini mantan suaminya itu sungguh keterlaluan.
Akhirnya terjadi adegan saling mendorong pintu di antara keduanya. Tentu saja kekuatan Widya tidak sebanding dengan kekuatan Arya yang lebih besar.
"Kalau anda tidak pergi, saya akan berteriak biar semua orang pada tahu kelakuan anda!" Ancam Widya sengit.
"Saya tidak takut. Karena menurut informan saya, kamar yang ada di kiri-kanan kamu tidak ada penghuninya. Jadi saya pikir, tidak akan ada mendengar teriakan kamu." Balas Arya penuh kemenangan.
Ucapan Arya membuat Widya semakin kesal. Ia benci mantan suaminya itu mengetahui semuanya.
Mendadak sebuah ide melintas di kepala Widya. Dengan keras ia menendang kaki Arya agar mantan suaminya itu menjauh.
"Aw...!" Arya spontan berteriak kesakitan. Matanya mendelik tajam kepada Widya. "Apa yang kamu lakukan!" Teriak Arya tak terima.
Widya tersenyum mengejek. "Saya hanya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan dari dulu." Tak menyia-nyiakan kesempatan, Widya langsung mengerahkan seluruh tenaganya untuk menutup pintu kamarnya.
Namun naas bagi wanita itu, tepat saat pintu hampir tertutup, tiba-tiba petir menggelegar begitu kuat. Membuat Widya terlompat kaget sehingga mengakibatkan pintu yang ditahannya dari tadi menjadi terbuka lebar.
Belum sempat Widya mengatasi kekagetannya, suara petir kembali menggelegar disertai padamnya lampu. Otomatis semuanya menjadi terlihat gelap seketika.
Widya menjadi panik. Ia takut kegelapan. Karena itu ia cepat-cepat berbalik untuk mencari penerangan. Namun saking terburu-burunya, tak sengaja kakinya tersandung ke pintu. Untung saja Arya segera menangkapnya lalu membawanya ke dalam pelukannya, sebelum wanita itu sempat jatuh ke lantai.
Widya yang segera sadar dengan apa yang terjadi langsung buru-buru hendak melepaskan dirinya dari pelukan Arya.
"Lepaskan saya, Tuan!" Desis Widya marah. Ia tidak suka mantan suaminya itu mengambil kesempatan dalam keadaan begini.
Tapi Arya sama sekali tidak peduli dengan kemarahan Widya. Dengan lancangnya pria itu malah semakin mendekatkan tubuh mereka berdua. "Jangan bergerak! Dibelakang kita ada hantu." Bisik Arya pelan.
Widya berdecak kesal. Apa Arya pikir dirinya seperti anak kecil yang mempan ditakut-takuti.
"Menurut informan saya, kamar sebelah makanya kosong karena penghuninya yang dahulu pernah bunuh diri di situ."
Ucapan Arya berhasil menghentikan geliat Widya.
"Katanya, sampai sekarang penghuninya masih menjadi arwah penasaran. Ia sering mengganggu para penghuni kost di sini. Apalagi kalau itu seorang perempuan."
Tanpa sadar Widya semakin mendekatkan diri ke dalam pelukan Arya.
Kemudian Arya mendadak diam.
Widya yang menjadi bingung dengan perubahan sikap Arya bertanya khawatir. "Tuan, ada apa?"
"Wid, dia sepertinya melihat kita." Arya semakin semangat menakut-nakuti Widya. Karena dengan begitu ia bisa bebas memeluk mantan istrinya itu dengan bebas.
Mendengar ucapan Arya seketika itu juga jantung Widya nyaris copot. Suara desauan angin menambah suasana semakin seram.
"Apa dia masih di situ?"
"Iya." Jawab Arya pelan sambil berusaha menahan tawa. "Sepertinya dia mendekati kamu, Wid. Apa sebaiknya saya melepaskan kamu?" bisik Arya pura-pura takut.
Widya menggelengkan kepalanya cepat di dada Arya. "Jangan lepaskan! Kalau anda lepaskan, saya pastikan anda akan menjadi hantu selanjutnya!" Ancam Widya di sela-sela ketakutannya.
Mendengar ancaman Widya membuat Arya tak dapat menahan senyumnya. Sepertinya ia berhasil menakut-nakuti ibu dari anaknya itu. Padahal tanpa dibilang pun, Arya tak akan melepaskan Widya dari pelukannya.
Karena ia terlalu nyaman dengan posisi saat ini.
Posisi dimana detak jantungnya dapat bertemu dengan detak jantung Widya. Sehingga menciptakan alunan yang indah di pendengaran Arya.
"Wid..."
"Apa?" Cicit Widya pelan. Ia takut hantu penasaran itu sudah semakin dekat.
"Saya mencintai kamu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jembatan Rasa
ChickLitCover by @Mom_Indi Mereka kembali dipertemukan lagi. Tetapi bukan kembali menjadi sepasang suami istri. Melainkan sebagai tuan dan pelayan.