"Yank...."
Arya mengalihkan tatapannya dari laptop saat mendengar suara Helen memanggilnya.
Ia tidak tahu sejak kapan istrinya itu memasuki ruang kerjanya.
"Belum siap pekerjaannya?" Helen bertanya dengan lembut. Ia khawatir bila suaminya itu larut dalam pekerjaannya hingga melupakan istirahat.
Bukannya menjawab, Arya malah menyuruh Helen mendekat kepadanya. "Kenapa belum tidur?" Ia menatap Helen dengan lembut.
"Belum ngantuk. Aku gak bisa tidur tanpa kehadiranmu." Akunya jujur. Helen bukannya wanita manja, namun selama masa kehamilannya ini, ia ingin terus bermesraan kepada Arya. Mungkin pengaruh bayinya yang merindukan ayahnya.
Arya tersenyum manis. "Kalau begitu, ayo tidur," Arya bangkit dari duduknya, lalu mengajak Helen menuju kamar mereka.
Di atas tempat tidur, Helen meminta Arya untuk memeluknya sampai dirinya tertidur. Dikarenakan perut istrinya itu yang semakin besar, Arya memutuskan untuk memeluk Helen dari belakang sambil mengelus-ngelus perut istrinya itu dengan pelan
"Arya..."
"Hmm..."
"Dimana ibu kandungnya Vina?" Pertanyaan Helen berhasil menghentikan gerakan tangan Arya. Matanya yang tadi hampir terlelap menjadi terbuka lebar.
"Kenapa?" Arya berusaha menahan suaranya terdengar normal. Padahal dalam hatinya ia merasa gelisah. Ia khawatir Helen mengetahui siapa Widya sebenarnya.
"Aku hanya penasaran dengan dia," jawab Helen pelan, "Kenapa dia tega meninggalkan Vina?" Lanjutnya lagi, tanpa menyadari gerakan tangan suaminya sudah berhenti total.
"Dulu, sewaktu kita kembali bertemu, sejujurnya aku tidak ingin menjalin hubungan lagi denganmu. Aku merasa bersalah karena telah mengkhianatimu dengan pergi bersama pria lain. Membuatku merasa tidak pantas menjadi pendampingmu. Tapi begitu mendengar ceritamu yang sudah menjadi single parent, aku mulai iba." Tutur Helen mengenang masa lalu. "Lalu ketika kamu mempertemukan aku dengan Vina, aku langsung jatuh cinta kepadanya. Aku sedih ketika mendengar ia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Karena itu aku mau menerima lamaranmu, agar dapat menjadi ibu yang baik untuk gadis kecil kita itu."
Arya mendengar Helen dengan seksama. Untuk pertama kalinya ia merasa berdosa kepada Widya. Ia terlalu banyak mengorbankan wanita itu demi tujuannya.
"Arya, tahukah dia kalau Vina telah meninggal?" Pelan, tapi pertanyaan Helen berhasil membuat tubuh Arya menegang.
"Aku tidak pernah memberitahunya." Jawab Arya lirih.
"Sebegitu bencinyakah dia kepada Vina?"
Arya terdiam lama. Ia menjadi saksi betapa Widya sangat menyayangi Vina. Namun dengan tega ia memisahkan keduanya.
"Sayang," Helen memanggilnya lagi, "ia pasti akan menyesal karena telah meninggalkan putrinya. Aku percaya Tuhan pasti membalasnya, karena membiarkan kalian berdua terlantar."
"Tidurlah," Arya menghentikan ucapan Helen. "Ini sudah malam. Lagipula aku juga sudah mengantuk." Arya mengatakan itu karena tidak sanggup lagi mendengar semua tuduhan Helen kepada Widya. Karena semuanya tidak benar.
Untungnya Helen menurutinya. Istri cantiknya itu segera memutuskan untuk menutup matanya. Lalu tak lama kemudian jatuh tertidur dalam dekapan hangat Arya.
Berbeda dengan Arya yang sama sekali tidak bisa memejamkan matanya. Pikirannya sibuk berkelana mengenang masa lalu. Masih jelas di ingatannya bagaimana jahatnya perlakuannya kepada Widya dulu. Bahkan setelah lima tahun pernikahan mereka, sikapnya tidak pernah berubah. Ia selalu mengacuhkan mantan istrinya itu dan menyalahkan Widya atas kehidupan yang dijalaninya saat itu.
Namun semangatnya hidupnya kembali muncul saat mengetahui kepulangan Helen dari luar negeri. Ia menutup matanya atas semua pengkhianatan yang pernah dilakukan wanita itu. Rasa cintanya mengalahkan segalanya. Sehingga ia nekad mendekati Helen. Walaupun awalnya wanita itu menolaknya, tapi ia tetap tak menyerah.
Saat itu, Arya mungkin melupakan Widya, tapi tidak dengan kehadiran putrinya.
Di hadapan Helen ia mengakui tentang pernikahannya dan juga keberadaan Vina. Hanya saja Arya dengan tega mengarang cerita tentang kejahatan wanita yang dinikahinya dengan maksud menarik simpati Helen. Dan terbukti usahanya membuahkan hasil.
Helen menerima lamarannya, sedangkan Widya dicampakkannya begitu saja.
Mengingat semua itu membuat Arya semakin dihujam perasaan bersalah. Parahnya lagi, ia bahkan diam saja saat melihat Widya menangis diam-diam di samping jenazah Vina.
Ya Tuhan, ia benar-benar lelaki jahat yang penuh dosa!
Padahal segala sikap buruknya tidak pernah sekalipun di balas oleh Widya. Wanita itu malah rela menunduk hormat kepadanya ketimbang menudingnya sebagai pecundang.
Mantan istrinya itu terlalu baik. Sialnya, saking baiknya, Arya malah jatuh hati kepadanya. Entah kemana hilangnya rasa bencinya yang dahulu?
Arya sadar ia persis seperti bajingan. Di tengah kehamilan istrinya, ia malah mempunyai perasaan terlarang terhadap mantan istrinya tersebut. Perasaan yang seharusnya dulu dimilikinya.
Sekarang, semuanya sudah tidak tepat lagi.
Diam-diam Arya menangis dalam hening. Dadanya sesak memikirkan semuanya. Ia terlalu dalam menyakiti hati Widya dan Vina. Semua karena keegoisannya.
Arya menyesal. Ia sampai bingung harus memulai darimana untuk memperbaiki kesalahannya. Namun keberaniannya seolah menghilang untuk meminta maaf kepada Widya. Ia takut bila wanita itu semakin membencinya.
Ketika perasaan Arya berkecamuk, tiba-tiba Helen bergerak gelisah. Seketika itu juga Arya menyadari kesalahannya terhadap Helen. Secara tak sadar ia mulai mengkhianati istrinya itu. Ia persis pria tidak tahu diri!
Kalau begitu, haruskah ia melepaskan Widya?
Agar tidak ada yang tersakiti lagi hatinya...
***
Paginya, raut wajah Arya terlihat dingin. Ia memulai harinya dengan mood yang buruk. Semalaman Arya tidak tidur karena terus memikirkan solusi untuk masalahnya.
Karena itu, meskipun berat, ia harus memutuskan sesuatu pagi ini.
"Widya..."Arya memanggil Widya di depan Helen, ketika mereka duduk di meja makan. Sedangkan mantan istrinya itu sedang sibuk menghidangkan makanan untuk mereka.
Mendengar namanya dipanggil, Widya segera menatap Arya. "Ada apa, Tuan?" Ia mengira Arya membutuhkan sesuatu.
Arya menatap Widya dengan sendu, "Saya mengizinkanmu untuk berhenti bekerja." Ucapnya tegas.
Baik Widya maupun Helen terlihat terkejut dengan keputusan Arya yang tiba-tiba.
"Maksudnya?" Widya memperjelas ucapan Arya. Ia takut salah menangkap yang mengakibatkan dirinya kecewa.
Tidak hanya Widya, Helen pun ikut memberondong Arya dengan pertanyaan yang sama. "Arya, apa maksud ucapanmu?" tanyanya tak mengerti.
Arya menarik nafas dalam, "Kembalilah ke kampungmu. Saya tidak akan menahanmu lagi." Arya tak melepaskan tatapannya dari Widya saat memperjelas ucapannya.
Ucapan Arya bermakna ganda. Ia bukan hanya melepaskan Widya dari kediamannya, tapi ia juga melepaskan Widya dari hatinya.
Dengan kepergian Widya, ia yakin dapat mengubur perasaan terlarangnya itu.
Sehingga, ia tidak lagi mengkhianati Helen. Dan mengulangi kesalahan yang sama seperti dulu.
Itu harapannya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Jembatan Rasa
ChickLitCover by @Mom_Indi Mereka kembali dipertemukan lagi. Tetapi bukan kembali menjadi sepasang suami istri. Melainkan sebagai tuan dan pelayan.