Enam belas

22.8K 2.1K 118
                                    

Hangat dan nyaman.

Adalah perasaan yang pertama kali dirasakan Arya ketika dirinya terbangun dari tidurnya pada saat dini hari. Tidak hanya matanya, bahkan seluruh tubuhnya langsung menyadari akan kehadiran Widya yang berada dalam pelukannya. Tanpa jarak, tapi mengandung kenyamanan luar biasa. Terbukti Arya merasa sakitnya jauh berkurang.

Arya merasa dirinya sudah gila saat ini. Bagaimana mungkin dirinya bisa begitu senang mendapati Widya yang berada dalam pelukannya pagi hari ini. Bukan hanya pelukan biasa, tapi lebih dari itu. Kulit bertemu dengan kulit, tanpa ada penghalang apapun. Yang lebih parahnya lagi keduanya berada di ranjang yang selama ini ditempatinya bersama Helen. Arya benar-benar gila. Kemana kebenciannya selama ini?!

Tidak mungkin hanya karena perlakuan yang diberikan Widya tadi malam dapat mengubah kebenciannya dalam semalam. Bukankah sedari dulu Widya juga selalu baik kepadanya? Namun tetap saja tak melunturkan kebencian Arya kepadanya. Lalu, kenapa sekarang rasa itu seolah sirna?

Arya menggeram kesal ketika kenyamanannya harus terganggu saat dirinya harus pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil. Semakin ditahannya maka keinginan tersebut semakin mendesak. Dengan enggan Arya harus bangkit ke kamar mandi, namun Arya seperti tak rela harus melepaskan kenyamanan yang dirasakannya sekarang.

Sepelan mungkin, Arya menjauhkan dirinya dari Widya. Pria itu tak ingin mengganggu tidur nyenyak mantan istrinya tersebut. Tapi lebih dari itu, alasan Arya melakukan gerakan sepelan mungkin adalah agar Widya tidak terbangun dan dia bisa kembali tidur bersama wanita itu seusai buang air kecil. Lihatlah, bukan main brengseknya pikiran Arya tersebut! Ia persis seperti pria yang berselingkuh disaat istrinya sedang pergi jauh.

Sungguh, Arya menyadari betapa salahnya pemikiran bejadnya barusan. Tapi tanpa bisa ditolak kenyamanan yang diberikan Widya semalaman ini membuatnya benar-benar tenang. Sesuatu hal yang jarang didapatkannya setelah kematian Vina.

Dengan sedikit merasakan pusing di kepalanya, Arya segera bergegas ke kamar mandi untuk buang air kecil. Usai membuang hajatnya, tak butuh waktu lama Arya langsung keluar dari kamar mandi. Tapi bukan main kecewanya Arya setelah keluar dari kamar mandi, pria itu melihat Widya telah bangun dan sedang memakai pakaiannya dengan cepat.

"Apa yang kamu lakukan?"

Suara Arya yang berdiri di belakangnya sukses mengagetkan Widya. Tangannya sempat terhenti saat mengancingkan bajunya dengan cepat.

Merasa Widya tidak menggubris pertanyaannya, Arya kembali mengajukan pertanyaan yang sama, namun dengan nada yang lebih keras. "Apa yang kamu lakukan, Widya?"

Mendengar nada suara Arya, Widya mengira bahwa mantan suaminya itu tidak suka dengan kehadirannya di kamar tersebut. Dengan menahan takut, Widya menyelesaikan mengancingkan bajunya, lalu berbalik menghadap Arya untuk memberi penjelasan.

"Maaf atas tindakan lancang saya semalam, tuan. Saya hanya khawatir dengan kesehatan tuan semalam. Sungguh tidak ada maksud lain." Ucap Widya gugup tanpa berani menatap muka Arya. Dirinya terlalu malu menatap wajah mantan suaminya itu akibat tindakan bodoh yang dilakukannya.

Tanpa menunggu jawaban dari Arya, Widya segera bergegas meninggalkan pria itu tanpa memberi kesempatan Arya untuk bicara.

Melihat kepergian Widya, Arya bermaksud untuk mencegahnya, namun rasa pusing yang masih menghinggapinya membuatnya kesusahan untuk mengejar langkah mantan istrinya itu. Akhirnya Arya hanya bisa menahan geram menyaksikan Widya benar-benar menghilang dari pandangannya.

"Sial!" Makinya kesal karena gagal menahan kepergian Widya.

Yang tidak disadari Arya adalah seharusnya ia tidak boleh semarah itu.

Jembatan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang