Dua puluh

23.7K 2.3K 158
                                    

Tadi sore saya berniat untuk mengupdate ini cerita, tapi sebelum itu saya iseng-iseng untuk melihat tulisan saya yang lain. Yaitu "terukir indah namamu." Tapi seperti kata pepatah, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, saya ketiban sial karena tab yang saya gunakan untuk menulis hank maka beberapa part hilang. Untungnya masih bisa diselamatkan sebagian itu cerita. Namun sial ada beberapa part yang terhapus tanpa ada pertinggal. Bahkan jumlah pembaca saya otomatis berkurang😢😢. Mungkin saya kualat karena mau menariknya dari wattpad, eh malah jadi terhapus beneran😂😂. By...by....dolar saya. Mungkin belum waktunya kita bertemu😆😆😆






"Vina..."

Bisikan lirih Widya yang menyebutkan nama putrinya dengan penuh kesedihan, seketika itu juga berhasil melunturkan kemarahan Arya. Hatinya langsung mencelos melihat sebulir air mata Widya jatuh tanpa sempat ditahannya. Seketika itu juga rasa bersalah dan penyesalan muncul berbarengan hingga membuatnya sulit bernafas.

"Ma_" ingin bibir Arya mengucapkan permintaan maaf yang sangat tertunda kepada wanita rapuh yang melahirkan putrinya tersebut ke dunia ini. Namun belum sempat ia menyampaikan permintaan maafnya, keduanya dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang membuka pintu dengan lebar lalu langsung berjalan cepat menghambur ke dalam pelukan Arya. Perutnya yang belum terlalu besar membuat wanita cantik itu tidak kesulitan untuk memeluk suami tercintanya.

"Helen," Arya dikejutkan dengan kedatangan istrinya itu dengan tiba-tiba. Tidak hanya Arya, Widya yang juga sama terkejutnya melihat kedatangan nyonya nya itu langsung menghapus air matanya dengan cepat. Ia tidak ingin menimbulkan kecurigaan dari istri mantan suaminya tersebut.

"Sayang, aku kangen." Ucap Helen manja di pelukan Arya. Ia sama sekali tidak menyadari dengan ketegangan di tubuh suaminya itu.

"Kapan pulang?" Arya bertanya setelah dapat mengendalikan dirinya. Bahkan ekspresinya langsung berubah menghadapi wanita cantik yang kini berada dalam dekapan hangatnya. Berbeda sekali dengan ekspresi yang ditunjukkannya kepada Widya tadi.

"Tadi malam. Tapi aku sengaja mau buat kejutan buat kamu. Makanya setelah tiba di bandara aku langsung nginap di hotel. Lucunya aku malah semakin kangen, sayang..." keluhnya manja sambil menyurukkan wajahnya menghirup aroma suaminya itu.

Melihat interaksi sepasang suami istri itu, Widya berniat untuk meninggalkan keduanya dengan diam-diam. Toh, sedari tadi Helen tidak begitu menyadari kehadirannya. Hanya sial bagi Widya, belum sempat ia melangkah Helen telah menyadari kehadirannya.

"Widya," panggilnya semangat. Dengan segera ia melepaskan diri dari pelukan Arya.

Tak bisa mengelak lagi, Widya dengan terpaksa menampilkan senyum terbaiknya. "Nyonya," sapanya sopan, "Senang melihat anda sudah kembali." Lanjutnya jujur dari dasar hatinya. Paling tidak ia akan terlepas dari kegilaan Arya yang akhir-akhir ini sering muncul.

Mendengar ucapan Widya, tak ayal menerbitkan senyum di wajah cantik Helen.

"Sedang apa kamu di sini, Wid?" Tidak ada maksud lain dari pertanyaan Helen, ia hanya sedikit heran kenapa Widya bisa berada di ruang kerja suaminya, yang notabene adalah tempat yang sangat terlarang dimasuki oleh orang lain. Selama ini hanya dirinya yang diizinkan Arya memasuki ruangan itu.

Arya seketika menjadi gelisah. Ia cemas Helen akan menyadari sesuatu.

Berbeda dengan Arya, Widya sama sekali tidak terganggu dengan pertanyaan yang diajukan oleh istri dari mantan suaminya itu. "Saya hanya disuruh tuan untuk membereskan semua kekacauan ini, Nyonya." Beritahu Widya sambil menunjukkan semua buku yang jatuh berserakan di lantai akibat perbuatan Arya tadi.

"Kenapa bisa seperti ini?" Tanya Helen terkejut. Ia baru menyadari betapa kacaunya ruangan itu. Segera ia mengalihkan tatapannya kepada Arya untuk menanyakan apa penyebabnya. "Kenapa bisa kacau seperti ini, sayang?" Mata indahnya menyelidiki raut wajah Arya.

Bingung harus menjawab apa, Arya hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Tak mendapatkan jawaban dari Arya, Helen kembali mencari jawaban dari Widya. "Kamu tahu ini kenapa, Wid?"

Widya mengangukkan kepalanya pelan.

"Kenapa?" Tanya Helen penasaran. Sedangkan Arya menjadi gugup. Ia takut Widya akan membongkar semuanya. Belum sempat ia mencegah, mantan istrinya itu sudah terlanjur buka suara.

"Tuan stress karena jauh dari nyonya. Karena itu tuan melampiaskan amarahnya dengan melemparkan semua buku-buku ini untuk mengurangi rasa rindunya kepada nyonya." Ucap Widya berbohong. Ia belum gila untuk mengatakan kejadian yang sebenarnya. Namun tak ayal menerbitkan senyum lebar di bibir Helen. Ia tak menyangka suaminya akan bertindak seperti itu. Seketika itu juga timbul penyesalan di hatinya karena telah meninggalkan Arya untuk liburan bersama dengan teman-temannya.

"Sayang, maafkan aku." Helen segera berbalik memeluk Arya sambil mengucapkan permintaan maafnya. "Aku janji tidak akan mengulanginya lagi. Itu terakhir kalinya aku meninggalkanmu, sayang." Ucap wanita canti itu dengan penuh penyesalan.

Sedangkan Arya yang masih terkejut dengan kebohongan Widya, hanya bisa berusaha untuk bersikap normal. Ia sedikit lega Helen tidak mengetahui apapun. Walaupun masih ada yang mengganjal dalam hatinya, kenapa Widya harus berbohong.

Melihat kehadirannya tidak dibutuhkan lagi tanpa mengatakan apapun Widya segera meninggalkan keduanya. Ia membiarkan Helen dan Arya larut melepaskan kerinduan mereka.

Yang tidak disadarinya adalah, dibalik punggungnya mata Arya tak lepas menatap kepergiannya. Meskipun ada Helen dalam pelukannya, namun entah kenapa ia tidak suka dengan kepergian Widya. Katakanlah ia brengsek, tapi ia tidak punya kuasa untuk mencegah perasaannya yang bertumbuh subur semakin hari terhadap mantan istrinya tersebut.

Walaupun Arya sama sekali tidak mengetahui entah apa nama perasaan tumbuh itu. Sungguh, ia sama sekali tidak mengenalinya. Terasa asing baginya. Tapi diam-diam di dalam hatinya ia menyukai perasaan asing itu.

***

Seharusnya hari-hari kembali berjalan normal setelah kepulangan Helen. Sayangnya Widya tidak merasakan itu. Ia sempat berpikir bahwa perilaku aneh dari mantan suaminya adalah karena kepergian Helen sehingga membuat Arya mengalihkan pikirannya dengan mengerjai dirinya. Ternyata dugaannya itu salah. Karena dengan adanya Helen, Arya sama sekali tidak merubah kelakuannya. Malahan Widya merasa kelakuan Arya semakin menjadi-jadi. Bahkan bisa dibilang semakin nekat.

Tak jarang Widya mendapati Arya mengamati dirinya diam-diam. Menyuruhnya macam-macam, sehingga membuat Widya selalu berada di dekat mantan suaminya itu. Memang belum ada yang menyadari perbuatan Arya tersebut, tapi Widya cemas cepat atau lambat akan ada orang di dalam rumah itu yang menyadarinya. Apalagi bila orang itu adalah Helen, maka habislah dia.

Tidak bisa dibiarkan seperti ini, maka tekad Widya untuk segera pergi dari rumah itu. Ia harus segera menemui Helen untuk mengatakan niatnya tersebut. Ia takut bila semakin lama berada di rumah itu, maka akan timbul masalah baru yang sulit untuk di atasinya.

Sayangnya niat Widya tersebut selalu gagal. Beberapa hari ini setiap kali Widya mencoba untuk bicara terhadap Helen, maka ada saja halangannya. Bahkan untuk bertemu saja ia kesulitan. Ah...memikirkannya itu membuat kepala Widya sakit.

Tepat saat Widya masuk ke kamar untuk mengambil obat pereda sakit kepala, ponsel yang diletakkannya di atas tempat tidur berbunyi. Salah satu peraturan bekerja di rumah Arya adalah dilarang untuk membawa ponsel selama bekerja. Karena itu Widya meninggalkannya di kamar.

Namun setelah ia mengambilnya, keningnya sedikit berkerut saat melihat tak ada nama di nomor yang menghubunginya tersebut. Sebuah nomor asing yang tak dikenalnya.

Penasaran, Widya segera mengangkatnya "Halo..." Ucapnya menjawab panggilan nomor asing tersebut. Sayangnya tak ada jawaban dari si penelpon. "Halo, ini siapa, ya?" Ulang Widya sekali lagi dengan lembut.

Lalu tak lama kemudian terdengar suara pria dari seberang sana menjawab pertanyaannya. "Mbak, ini saya Erik."










Jembatan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang